Tag Archives: Rusia

Rusia Kerahkan Pasukan Khusus Akhmat Chechen Untuk Hadapi Ukraina dan NATO

Kementerian Pertahanan Rusia menandatangani kontrak terbaru dengan kelompok Akhmat dari pasukan khusus Chechen, untuk menggantikan tentara bayaran Wagner Group di Ukraina. Langkah ini dilakukan sehari setelah bos tentara bayaran Wagner Group, Yevgeny Prigozhin, menolak melanjutkan kontrak dengan Kremlin.

Kontrak terbaru dengan Pasukan Akhmat dilakukan menyusul perintah bahwa semua “unit sukarelawan” harus menandatangani kontrak sebelum 1 Juli, untuk berada di bawah kendali Menteri Pertahanan Sergei Shoigu. Sebagai imbalannya, para pasukan bayaran akan mendapatkan manfaat dan perlindungan yang sama seperti pasukan reguler, termasuk dukungan bagi keluarga jika mereka terluka atau terbunuh.

Bos Wagner Prigozhin akhir pekan lalu menolak untuk menandatangani kontrak semacam itu. Dia juga telah mengumumkan perseteruan dengan Kemhan Rusia dan menuduh Kremlin gagal memasok amunisi yang memadai kepada tentara bayaran Wagner di Ukraina. Prigozhin juga menuduh Shoigu “tidak dapat mengelola formasi militer dengan baik.”

Kontrak yang ditandatangani Kemhan Rusia dilakukan dengan pasukan paramiliter Akhmat, yang sering disebut tentara swasta Ramzan Kadyrov, pemimpin wilayah Chechen. Tak seperti Prigozhin, Kadyrov belakangan ini memilih menahan diri untuk tak mengkritik Kemhan Rusia. Komandan Akhmat, Apty Alaudinov yang ikut dalam penandatanganan kontrak, mengatakan unit tersebut siap mengirim puluhan ribu sukarelawan ke Ukraina.

“Saya pikir ini adalah hal yang sangat bagus,” kata Alaudinov, usai menandatangani kontrak dengan Rusia. Sementara itu wakil kepala staf umum Rusia, Kolonel Jenderal Alexei Kim mengatakan setelah menandatangani perjanjian dengan Chechen, dia berharap unit sukarelawan lainnya akan mengikuti.

Aliansi Pertahanan Negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) menggelar latihan angkatan udara besar-besaran saat pasukan Ukraina akan menginvasi Rusia. Latihan bertajuk “Air Defender 23” dipimpin oleh Angkatan Udara Jerman dan dimulai sejak Senin (12/6). Latihan militer ini melibatkan 250 pesawat militer dari 25 negara anggota NATO dan mitra termasuk Jepang dan Swedia. Sebanyak 10 ribu prajurit juga ikut berpartisipasi dalam latihan yang berlangsung sampai 23 Juni tersebut.

Ini merupakan latihan angkatan udara terbesar sepanjang sejarah NATO. Latihan ini dirancang untuk meningkatkan interoperabilitas dan kesiapan “angkatan udara NATO dalam situasi krisis.” Latihan ini termasuk untuk melindungi anggota dan mitra dari drone dan rudal jelajah jika terjadi serangan di wilayah NATO. “Pesan signifikan yang kami kirimkan yaitu bahwa kami bisa membela diri,” kata Letnan Jenderal Ingo Gerhartz dari Luftwaffe kepada televisi publik pada Senin (12/6).

Diberitakan Al Jazeera, latihan Air Defender 23 dirancang pada 2018 sebagai tanggapan terhadap aneksasi Rusia atas Crimea pada 2014 silam. Kendati begitu, Gerhartz bersikeras latihan ini “tidak ditargetkan pada siapa pun” secara khusus.

Dia juga mengatakan latihan militer ini tidak akan mengirim penerbangan apa pun “contohnya, ke arah Kaliningrad”. Kaliningrad adalah kota di Rusia yang berbatasan dengan negara anggota NATO, Polandia dan Lithuania. “Kami adalah aliansi defensif dan begitulah latihan ini direncanakan,” katanya.

Perang Rusia dan Ukraina yang dimulai sejak 2022 memang membuat was-was NATO. Bukan cuma NATO, Finlandia dan Swedia pun sampai ketar-ketir hingga meminta bergabung dalam aliansi militer Barat itu.

Finlandia kini sudah menjadi anggota ke-31 NATO. Namun Swedia masih terjegal restu Turki dan Hungaria. Kedua negara Nordik itu mencari perlindungan di NATO karena di bawah Pasal 5 NATO, serangan terhadap salah satu negara anggota bakal dinilai sebagai serangan terhadap seluruh anggota.

Pada Senin, Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengatakan bahwa kesiapan angkatan udara NATO sangat penting apabila terjadi serangan. Sebab blok itu “merupakan responden pertama untuk mengamankan warga dan juga angkatan bersenjata mereka sendiri.”

Pistorius pun menegaskan latihan ini bertujuan “memperjelas bahwa NATO dan Angkatan Udara Jerman siap untuk membela diri.” Ini berlaku bagi Presiden Rusia Vladimir Putin dan siapa saja yang “mengancam kebebasan dan keamanan kita.”

Pasukan Militer Ukraina Semakin Unggul Setelah Bendungan Nova Kakhovka Diledakan

Ukraina menyatakan pasukan Rusia terpaksa mundur dari lima menjadi 15 kilometer di wilayah Kherson imbas banjir bandang akibat bendungan Nova Kakhovka meledak. Juru bicara komando selatan Ukraina, Natalia Humeniuk, mengatakan kepada televisi Ukraina bahwa mundurnya pasukan Kremlin secara “praktis mengurangi separuh” kasus penembakan Moskow di wilayah tersebut.

Reuters sejauh ini belum bisa memverifikasi situasi di medan perang. Pihak Rusia juga hingga kini belum berkomentar. Bendungan Nova Kakhovka meledak pada Selasa (6/6) dini hari hingga mengakibatkan air tanggul menerobos masuk ke wilayah perumahan.

Menurut pihak berwenang Kherson, 15 ribu orang mengungsi imbas banjir. Bangunan penduduk, taman kanak-kanak, hingga tempat biara pun tak luput tersapu banjir. Ukraina dan Rusia saling menuding mengenai pelaku peledakan. Namun, mereka tak memberikan bukti yang mendukung klaim tersebut.

Menurut Walikota Nova Kakhovka yang ditunjuk Rusia, Vladimir Leontyev, korban tewas akibat banjir kini mencapai lima orang. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sampai-sampai mendatangi langsung lokasi kejadian karena besarnya skala bencana. Melalui akun Telegramnya, Zelensky mengatakan dirinya membantu menilai upaya untuk mengevakuasi warga sipil, membagikan bantuan air minum dan kebutuhan lainnya, serta mencoba menghentikan kerusakan lingkungan yang lebih luas.

Zelensky juga menjanjikan bantuan keuangan bagi penduduk dan pemilik bisnis yang rumah dan kantornya tersapu banjir. Diberitakan Associated Press, Gubernur Kherson Oblast, Oleksandr Prokudin, mengatakan tingkat rata-rata ketinggian air di wilayah itu yakni lebih dari 5,6 meter. Sekitar 600 kilometer persegi wilayah juga dilaporkan terendam banjir. Bendungan Nova Kakhovka meledak dan jebol pada Selasa (6/6) dini hari hingga mengakibatkan banjir bandang.

Rusia Dijadikan Kambing Hitam Untuk Peledakan Bendungan Nova Kakhovka

Presiden Rusia Vladimir Putin langsung menuduh Ukraina meledakkan bendungan Nova Kakhovka hingga jebol dan merendam satu kota di wilayah Ukraina yang diduduki Rusia. “Aksi barbar yang bisa menyebabkan bencana lingkungan dan kemanusiaan amat besar,” ujar Putin saat menghubungi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Putin kemudian menuding negara-negara Barat berada di balik aksi biadab meledakkan bendungan Kakhovka tersebut. “Presiden Vladimir Putin menyatakan pihak berwenang Kyiv, atas saran Barat, masih mempertaruhkan bahaya di eskalasi permusuhan,” demikian pernyataan yang dirilis Kremlin pada Rabu (7/6), seperti dikutip Reuters.

Putin kemudian mengatakan pemerintah Kyiv melakukan kejahatan perang secara terbuka menggunakan metode teroris dan melancarkan aksi sabotase di wilayah pendudukan Rusia. “Contoh jelas tindakan biadab ini adalah menghancurkan Pembangkit Listrik Tenaga Air Kakhovka di wilayah Kherson yang menyebabkan bencana lingkungan dan kemanusiaan berskala besar,”kata Putin.

Sebelumnya, banyak warga di wilayah pendudukan Rusia itu mengeluhkan respons yang lambat dari otoritas setempat. Mantan wali kota Kakhovka Yevhen Ryschuk yang kabur saat wilayahnya dikuasai Rusia mengatakan banyak warga lokal yang mengaku bahwa tak ada evakuasi dari otoritas setempat.

Sementara itu, Wali Kota Nova Kakhovka yang dilantik Rusia, Vladimir Leontyev, mengatakan 900 orang telah dievakuasi dan masih ada 100 orang terjebak di kota itu. Leontyev lantas membeberkan 600 bangunan tempat tinggal, taman kanak-kanak, sekolah, hingga biara terendam banjir.

Salah satu warga Kherson yang terdampak banjir, Valery Melnik, mengunjungi rumahnya mencari sisa-sisa barang yang mungkin bisa diselamatkan.

Hampir Menang Melawan Rusia … Ukraina Lecehkan Usul Perdamaian Indonesia

Ukraina menolak mentah-mentah proposal perdamaian yang disodorkan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto terkait perang Rusia dan Ukraina. Kyiv menilai pihaknya tak butuh dimediasi pihak semacam itu, yang datang dengan “rencana aneh” dan mencerminkan Rusia alih-alih Indonesia.

“Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami [dengan] rencana aneh ini,” kata Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov, seperti dikutip AFP.

Reznikov melontarkan penolakan ini usai Prabowo mengajukan proposal damai kala berpidato di Shangri-La Dialogue di Singapura. Dalam pidato itu, Prabowo mengemukakan tiga poin untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina, yaitu gencatan senjata, penarikan pasukan, dan referendum.

“Yang pertama harus dilakukan adalah meminta pihak Ukraina dan Rusia untuk menerapkan gencatan senjata,” ujar Prabowo, seperti dilansir kantor berita Antara. Prabowo juga mendesak pasukan Ukraina dan Rusia mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata guna menciptakan wilayah demiliterisasi.

Menurutnya, zona demiliterisasi ini mesti diamankan dan dipantau oleh pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Gerindra itu juga mengusulkan agar PBB menggelar referendum untuk menentukan warga di zona demiliterisasi tersebut ingin bergabung dengan Ukraina atau Rusia.

“PBB kemudian menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi,” ujar Prabowo. Prabowo berpandangan bahwa PBB harus menggelar referendum untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk di wilayah sengketa.

“Saya mengusulkan agar dialog Shangri-La menemukan modus deklarasi sukarela yang mendesak Ukraina dan Rusia untuk segera memulai negosiasi perdamaian,” kata Prabowo, sebagaimana dilansir Reuters. Sejak perang berkobar, Moskow sebetulnya sudah beberapa kali menggelar referendum di empat wilayah yang hendak mereka caplok. Hasil referendum menunjukkan keempat wilayah tersebut ingin bergabung dengan Rusia, meski hasil itu diduga diwarnai kecurangan.

Negeri Beruang Merah pun mencaplok sepihak keempat wilayah itu, walau Ukraina masih menguasai sejumlah titik di daerah-daerah tersebut. Referendum semacam ini jelas bukan hal asing dalam perseteruan kedua negara. Pada 2014, misalnya, Rusia mencaplok Crimea usai wilayah tersebut menggelar referendum. Pencaplokan itu tak pernah diakui masyarakat internasional.

Ukraina menolak mentah-mentah proposal damai yang diajukan Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto. Mereka menganggap proposal itu aneh, terdengar seperti usulan Rusia, bukan Indonesia.
“Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami [dengan] rencana aneh ini,” ujar Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov, seperti dikutip AFP, Sabtu (3/6).

Reznikov melontarkan penolakan ini tak lama setelah Prabowo menyampaikan proposal perdamaian ketika berpidato di Shangri-La Dialogue di Singapura. Dalam pidato itu, Prabowo menyodorkan tiga poin untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina, yaitu gencatan senjata, penarikan pasukan, dan referendum. “Yang pertama harus dilakukan adalah meminta pihak Ukraina dan Rusia untuk menerapkan gencatan senjata,” ujar Prabowo, seperti dilansir kantor berita Antara.

Media Moskow Soroti Misi Damai RI Usulan Prabowo soal Rusia vs Ukraina. Selanjutnya, Prabowo juga mendesak pasukan kedua negara mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata demi menciptakan wilayah demiliterisasi. Ia mengatakan bahwa zona demiliterisasi ini nantinya harus diamati dan dipantau oleh pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Setelah itu, Prabowo mengusulkan agar PBB menggelar referendum untuk menentukan warga di zona demiliterisasi itu ingin bergabung dengan Ukraina atau Rusia. “PBB kemudian menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi,” ucap Prabowo.

Menurut Prabowo, PBB harus menggelar referendum guna memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk di wilayah yang disengketakan. “Saya mengusulkan agar dialog Shangri-La menemukan modus deklarasi sukarela yang mendesak Ukraina dan Rusia untuk segera memulai negosiasi perdamaian,” kata Prabowo, sebagaimana dilansir Reuters.

Sejak perang berkecamuk, Rusia sebenarnya sudah beberapa kali menggelar referendum di empat wilayah yang hendak mereka caplok. Meski diduga banyak kecurangan, hasil referendum menunjukkan keempat wilayah itu ingin bergabung dengan Rusia. Negeri Beruang Merah pun mencaplok sepihak keempat wilayah itu, walau Ukraina masih menguasai sejumlah titik di daerah-daerah tersebut.

Referendum semacam ini bukan lagi hal asing dalam perseteruan kedua negara. Pada 2014, Rusia juga mencaplok Crimea setelah kawasan itu menggelar referendum. Pencaplokan itu tak pernah diakui masyarakat internasional. Berkaca pada sejarah tersebut, Ukraina dan sejumlah pihak lain mengecam usulan Prabowo. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Joseph Borrell, bahkan menyampaikan langsung kritiknya di Shangri-La Dialogue.

“Kita harus membawa perdamaian ke Ukraina,” ucap Borrell. Namun, katanya, perdamaian itu harus “perdamaian yang adil, bukan sebuah perdamaian karena menyerah.”

Perang Eropa Lawan Rusia Sudah Didepan Mata

Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Ceko, Karel Rehka, mewanti-wanti perang Rusia vs Aliansi Pertahanan Negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) bisa pecah. Menurut Rehka, persiapan dan pencegahan penting untuk mengantisipasi skenario terburuk seperti itu menyusul invasi Rusia ke Ukraina yang tak kunjung mereda dan bisa saja meluas.

“Perang antara Rusia dan NATO, yang merupakan skenario terburuk bagi kami, bukan tidak mungkin, itu mungkin,” ucap Rehka kepada Novinky seperti dikutip Ukrainska Pravda pada Senin (29/5). Rehka menekankan militer Ceko sedang mencoba mempersiapkan potensi konflik yang intens.

Sebab, sejak invasi ke Ukraina berlangsung, ia menganggap Rusia “sekarang berada di jalur menuju konflik” dengan NATO. “Republik Ceko adalah anggota NATO dan ini membawa manfaat tetapi juga membebankan kewajiban tertentu. Oleh karena itu, jika perang pecah, sejumlah besar tentara Ceko akan bergabung dalam pertempuran sesuai dengan rencana aliansi (NATO),” papar Rehka.

Rehka menekankan berkaca dari yang terjadi pada Ukraina, ia merasa perlu untuk memperkuat keamanan nasional dan khususnya untuk mengatasi ketergantungan pada pasokan energi Rusia sesegera mungkin. Agresi Rusia ke Ukraina masih berlangsung dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Meski begitu, makin banyak laporan yang memaparkan bahwa pasukan Rusia di medan perang Ukraina semakin kehabisan tenaga dan logistik. Tentara bayaran Rusia, Wagner Group, bahkan membeberkan kelemahan dan keburukan pasukan Presiden Vladimir Putin mulai dari kekurangan logistik, senjata, koordinasi kacau, hingga tak sedikit yang kabur dari posisi mereka di medan perang.

Namun, kelemahan itu tampaknya tidak menurunkan tensi peperangan.

Setidaknya lima pesawat Ukraina hancur setelah Rusia menggempur satu fasilitas militer di barat negara itu pada Senin (29/5).

“Lima pesawat terpaksa tak dipakai lagi dalam misi,” demikian pernyataan pihak berwenang di kota tempat fasilitas militer itu berdiri, Khmelnytsky. Berdasarkan pernyataan itu, gempuran Rusia tersebut juga memicu kebakaran. Komandan angkatan bersenjata Ukraina, Valery Zaluzhny, mengatakan pasukannya menembak jatuh 37 rudal dari “sekitar 40 rudal” yang ditembakkan Rusia.

Selain itu, mereka juga menghancurkan 29 drone dari “sekitar 35 drone” yang dikerahkan Rusia ke Ukraina. Serangan ini pecah hanya berselang sehari setelah Rusia melancarkan gempuran besar-besaran di Kyiv pada Sabtu lalu. Rusia memang sudah mewanti-wanti negara Barat bahwa mereka akan meningkatkan gempuran ke Ukraina.

Ancaman itu terlontar ketika Rusia memprotes keputusan Amerika Serikat untuk memberikan lampu hijau atas pengiriman jet tempur F-16 ke Ukraina.

Presiden Belarus Akan Bagikan Senjata Nuklir Gratis Untuk Negara Yang Mau Bergabung Dalam Aliansi Rusia

Presiden Belarus Alexander Lukashenko menyatakan jika ada negara yang ingin bergabung dengan serikat Rusia-Belarus, maka akan ada “senjata nuklir untuk semua.” Rusia pekan lalu melanjutkan rencana menempatkan senjata nuklir di Belarus. Ini pertama kali Rusia menempatkan arsenal perang di luar wilayahnya sejak Uni Soviet runtuh pada 1991. Ini juga membuat Barat khawatir.

Dalam sebuah wawancara yang disiarkan televisi negara Rusia pada Minggu malam, Lukashenko yang merupakan sekutu paling setia Presiden Vladimir Putin, menegaskan bahwa secara strategis harus dipahami bahwa Minsk dan Moskow mempunyai cara unik untuk menyatu.

“Tidak ada yang menentang Kazahkstan atau negara-negara lain untuk membina hubungan yang sama eratnya dengan hubungan kami dengan Federasi Rusia,” katanya. “Jika ada yang khawatir… (maka) jawabnya sederhana: bergabunglah dengan Serikat Negara Belarus dan Rusia. Itu saja, nanti akan ada ‘senjata nuklir untuk semua'”.

​​​​​​​Lukashenko menambahkan bahwa apa yang dia sampaikan ini adalah pandangan pribadinya, bukan pandangan Rusia.

Rusia dan Belarus secara resmi menjadi bagian dari Negara Serikat, yaitu persatuan tanpa batas negara dan persekutuan antara kedua negara bekas Uni Soviet itu. Rusia menggunakan wilayah Belarus sebagai pangkalan untuk melancarkan serangan ke Ukraina pada Februari 2022, dan sejak itu operasi militer mereka semakin intensif, termasuk kegiatan latihan bersama di bumi Belarus.

Pada Minggu, Kementerian Pertahanan Belarus mengumumkan unit baru S-400 sudah tiba dari Moskow dan sudah kondisi siaga tempur. S-400 adalah sistem rudal dari udara ke udara.



Dokumen Rahasia Amerika dan NATO Akan Serang Rusia Melalui Ukraina Bocor

Dokumen rahasia yang merinci rencana Amerika Serikat (AS) dan North Atlantic Treaty Organization (NATO) membantu Ukraina dalam perang melawan Rusia tersebar di media sosial. Pentagon saat ini sedang menyelidiki tersebarnya informasi rahasia tersebut.
Dilansir AFP dan CNN, Minggu (9/4/2023), dokumen tersebut berisikan rencana AS dan NATO untuk membantu mempersiapkan Ukraina dalam perang musim semi melawan Rusia. Dokumen itu tersebar di Twitter dan Telegram.

“Kami mengetahui laporan mengenai unggahan di sosial media, dan departemen saat ini sedang meninjau masalah ini,” kata Wakil Sekretaris Pers Pentagon Sabrina Singh.

Mykhailo Podolyak, penasihat kepala Kantor Presiden Ukraina, mengatakan di saluran Telegramnya dia yakin Rusia berada di balik kebocoran dokumen tersebut. Podolyak mengatakan dokumen yang disebarluaskan tidak asli, tidak ada hubungannya dengan rencana nyata Ukraina dan didasarkan pada sejumlah besar informasi fiktif.

Kendati demikian, seorang Pejabat AS mengatakan dokumen itu adalah asli, dan merupakan bagian dari dek intelijen harian yang lebih besar yang dibuat oleh Pentagon tentang perang. Namun, menurutnya, tampaknya dokumen itu telah diedit di beberapa tempat.

Dokumen-dokumen itu dilaporkan berisi bagan dan detail tentang pengiriman senjata, kekuatan batalion, dan informasi sensitif lainnya. Salah satu dokumen merangkum jadwal pelatihan 12 brigade tempur Ukraina, dan mengatakan sembilan dari mereka dilatih oleh pasukan AS dan NATO, dan membutuhkan 250 tank dan lebih dari 350 kendaraan mekanis.

Informasi dalam dokumen tersebut juga merinci tingkat pengeluaran untuk amunisi di bawah kendali militer Ukraina, termasuk untuk sistem roket HIMARS, sistem roket artileri buatan AS yang telah terbukti sangat efektif melawan pasukan Rusia.

Salah satu gambar yang telah beredar di saluran Telegram Rusia dan telah direview oleh CNN adalah foto hard copy dokumen berjudul “US, Allied & Partner UAF Combat Power Build.” Dokumen tersebut, yang berasal dari bulan Februari dan ditandai sebagai rahasia, mencantumkan jumlah sistem senjata Barat tertentu yang saat ini dimiliki Ukraina, perkiraan pengiriman sistem tambahan dan pelatihan yang telah atau diharapkan akan diselesaikan oleh Ukraina pada sistem tersebut.

Yang lainnya berjudul “Pembaruan Harian Staf Gabungan Rusia/Ukraina J3/4/5 (D+370)” dan terdaftar sebagai rahasia. J3 mengacu pada direktorat operasi staf gabungan militer AS, J4 berurusan dengan logistik dan teknik, dan J5 mengusulkan strategi, rencana, dan rekomendasi kebijakan. “D+370” mengacu pada tanggal pembuatan dokumen: 370 hari setelah hari pertama invasi Rusia.

Dokumen ketiga adalah peta, terdaftar sebagai sangat rahasia, yang menunjukkan status konflik per 1 Maret. Peta tersebut menunjukkan lokasi dan ukuran batalion Rusia dan Ukraina, serta total kerugian yang diperkirakan di kedua sisi. Jumlah korban dalam dokumen ini adalah apa yang diyakini para pejabat sebagai hasil rekayasa – kerugian Rusia dinilai sejatinya jauh lebih tinggi daripada “16.000-17.500 tewas dalam aksi” yang tercantum dalam dokumen itu.

Dokumen itu juga mengatakan bahwa 61.000-71.500 orang Ukraina telah tewas dalam aksi, jumlah yang menurut para pejabat juga tampak diedit lebih tinggi dari perkiraan aktual Pentagon. Dokumen keempat adalah proyeksi cuaca dari Februari, terdaftar sebagai Rahasia, yang menilai di mana tanah dapat membeku di Ukraina dengan cara yang menguntungkan untuk manuver kendaraan.

Sukses Di Ukraina kini Amerika Provokasi China Agar Serang Taiwan

China mengancam Amerika Serikat karena membantu Taiwan dengan menyetujui penjualan sistem pertahanan untuk menyokong anti-rudal patriot senilai US$95 juta atau Rp1,3 triliun. “[Penjualan senjata AS ke Taiwan] sangat melanggar prinsip satu China dan pernyataan bersama AS-China,” kata Juru Bicara Kementerian dalam Negeri China, Tan Kafei, pada Kamis (7/4) seperti dikutip Sputnik News.

“China akan memastikan dan mengambil sikap tegas demi keamanan dan kedaulatan wilayah,” ia melanjutkan. Kafei juga menegaskan tindakan Washington merupakan intervensi yang menonjol di wilayah yang dianggap menjadi bagian China. Ia menggarisbawahi bahwa Beijing telah membuat pernyataan yang keras terhadap Amerika Serikat.

Tindakan AS tak hanya menampar hubungan Washington dan Beijing, tapi juga merusak perdamaian di Taiwan, demikian pernyataan Menlu China, Zhao Lijian. Sikap AS diduga semakin memperkeruh suasana karena Juru Bicara Gedung Putih, Nancy Pelosi, disebut berencana mengunjungi Taiwan. Zhao menyatakan, Beijing dengan tegas menentang segala bentuk interaksi resmi antara AS dan Taiwan. Namun sejauh ini belum ada konfirmasi terkait kunjungan itu baik dari Pelosi maupun pemerintah Taiwan.

Awal pekan ini, Washington menyetujui penjualan sistem pertahanan untuk mendukung rudal patriot senilai US$95 juta atau Rp1,3 triliun ke Taipei. “Kantor Perwakilan Ekonomi dan Budaya Taiwan di Amerika Serikat (TECRO) telah meminta untuk membeli Bantuan Teknis Kontraktor yang terdiri dari pelatihan, perencanaan, penempatan, penyebaran, pengoperasian, pemeliharaan, dan pemeliharaan Sistem Pertahanan Udara Patriot,peralatan terkait, dan elemen pendukung logistik,” demikian menurut Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan AS (DSCA)

Selain itu, persenjataan lain seperti peralatan pendukung rudal patriot, suku cadang, dan bahan habis pakai yang diperlukan untuk mendukung kegiatan Bantuan Teknis. Usulan penjualan itu akan membantu mempertahankan rudal dan kepastian operasi udara Taiwan. Kementerian Luar Negeri Taiwan menyambut kesepakatan penjualan senjata itu. Mereka menilai, peralatan tersebut akan membantu negara ini melindungi diri dari serangan China yang terus memprovokasi.

Selama ini, China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Mereka bersikeras akan merebut pulau ini suatu hari nanti, bahkan jika perlu dengan paksa. Namun Taiwan beruang kali menyatakan diri sebagai negara merdeka.

China menuduh Amerika Serikat, Inggris, dan Australia berencana membentuk aliansi pertahanan di kawasan Asia-Pasifik seperti NATO di Eropa. Pernyataan itu diutarakan Beijing merespons rencana ketiga negara itu untuk membuat rudal hipersonik dan persenjataan lain sebagai bagian dari kerja sama kesepakatan pertahanan AUKUS. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan kerja sama seperti itu “dapat merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik”.

“AS, Inggris, dan Australia akan bekerja sama mengembangkan senjata hipersonik dan berbagai teknologi militer modern lainnya,” papar Zhao pada Rabu (6/4). “Tujuan utama mereka adalah untuk membentuk NATO versi Asia-Pasifik dan melayani hegemoni AS secara jelas. Negara-negara Asia Pasifik tentu saja menentang keras hal ini,” paparnya menambahkan.

September lalu, Australia sepakat akan membuat kapal selam bertenaga nuklir berdasarkan kesepakatan AUKUS. Sejumlah pihak menilai, langkah itu disebut untuk mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik.

Sejak itu, ketiga negara tersebut mulai meningkatkan kerja sama dan kolaborasi di berbagai pengembangan teknologi militer canggih termasuk siber, kecerdasan buatan (AI), teknologi kuantum, dan robotika bawah laut. AS, Inggris, Australia, juga akan mengembangkan rudal hipersonik dan kontra-hipersonik, serta kemampuan peperangan elektronik hingga berbagi informasi.

Pengembangan senjata hipersonik ini berlangsung ketika China dan juga Rusia, dua pesaing AS, terus membuat kemajuan besar dalam mengembangkan senjata serupa dan telah mencapai target yang lebih jauh dengan kecepatan tinggi. Sebagian besar analis mengatakan Amerika Serikat saat ini tertinggal di belakang Beijing dan Moskow dalam hal teknologi, meskipun Pentagon dilaporkan melakukan tes sendiri yang sukses bulan lalu.

Zhao mengkritik kemitraan AUKUS sebagai “sebuah kelompok Anglo-Saxon” yang mengikuti “mentalitas Perang Dingin dan politik blok”.Australia juga mencoba mengembangkan rudal canggihnya sendiri, termasuk hipersonik. “Kami mendesak AS, Inggris, dan Australia untuk menghadapi aspirasi negara-negara Asia-Pasifik untuk mencari perdamaian dan pembangunan, mempromosikan kerja sama, dan mencapai hasil yang saling menguntungkan,” kata Zhao seperti dikutip ABC News.

“Kami mendesak mereka untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan permainan zero-sum, dengan setia memenuhi kewajiban internasional mereka, dan melakukan lebih banyak hal yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional,” paparnya menambahkan.

Google Dukung Pemerintah Amerika Untuk Sensor Berita Dari Rusia

Rusia telah memblokir Google News dengan tudingan menyebarkan informasi tidak sah tentang invasi Rusia ke Ukraina. Pemblokiran ini datang hanya beberapa jam setelah Google mengumumkan tidak akan mengizinkan pengguna di seluruh dunia untuk memonetisasi konten yang mengeksploitasi, menolak atau membiarkan perang.

Kebijakan baru Google ini mempengaruhi situs web, aplikasi dan channel apapun yang memperoleh pendapatan dari iklan yang dikelola oleh mesin pencarian. Sudah lama ada kebijakan yang melarang iklan muncul di sebelah konten apa pun yang “menghasut kekerasan” dan mengatakan kebijakan baru itu mengklarifikasi dan memperluas aturan itu.

“Kami dapat mengonfirmasi bahwa kami mengambil langkah-langkah tambahan untuk mengklarifikasi, dan dalam beberapa kasus memperluas, pedoman monetisasi kami yang berkaitan dengan perang di Ukraina,” kata juru bicara Google sebagaimana dikutip dari The Guardian.

Google telah mengambil tindakan terhadap media yang didanai pemerintah Rusia pada akhir Februari dan menghentikan semua iklan untuk pengguna Rusia pada awal bulan ini. Larangan terbaru dapat memotong pendanaan ke media barat yang mendukung Rusia, bahkan jika mereka tidak memiliki ikatan keuangan yang jelas dengan negara itu sendiri.

Beberapa jam setelah kebijakan baru Google ini, Regulator Telekomunikasi dan Internet Rusia Roskomnadzor mengumumkan memblokir Google News secara keseluruhan bagi pengguna internet. “Berdasarkan permintaan dari kantor kejaksaan Rusia, Roskomnadzor telah membatasi akses ke layanan internet news.google di negara itu,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.

“Sumber berita internet AS yang disebutkan memberikan akses ke berbagai publikasi dan materi yang berisi informasi publik yang tidak dapat diandalkan dan signifikan tentang jalannya operasi militer khusus di Ukraina.” lanjutnya.

Roskomnadzor terus mengambil tindakan terhadap raksasa internet AS saat perang di Ukraina telah berkembang. Seminggu setelah Rusia pertama kali menginvasi, mereka memblokir Facebook dan Twitter sebagai pembalasan nyata atas dua perusahaan yang menghapus media pemerintah Rusia termasuk RT dan Sputnik dari platform mereka.

Penjelasan resmi mencantumkan 26 kasus diskriminasi terhadap media Rusia oleh Facebook sejak Oktober 2020. Awalnya, larangan tersebut hanya terfokus pada Facebook itu sendiri, yang memiliki penetrasi rendah di Rusia, sehingga aplikasi populer Instagram dan WhatsApp tidak terkena larangan.

Akan tetapi pada 11 Maret, mereka masuk dalam daftar yang diblokir Rusia menyusul perubahan kebijakan dari Facebook untuk memungkinkan pengguna Ukraina membuat ancaman kekerasan terhadap tentara Rusia. “Ini adalah tindakan sementara yang dirancang untuk menjaga suara dan ekspresi orang-orang yang menghadapi invasi,” kata Facebook saat itu.

Meski Sulit … Bali Jadi Pilihan Warga Rusia Untuk Tinggal Karena Lebih Bersahabat Dari Eropa

Natalie Kambaratova (23), perempuan asal Rusia menjalani kehidupan yang berbeda di Bali sejak negaranya menginvasi Ukraina. Natalie yang sudah tiga bulan berada di Bali mengaku mengalami kesulitan secara ekonomi sejak Rusia menduduki Ukraina. Natalie berasal Kota Nizhny Novgorod, salah satu kota terbesar di Negara Rusia. Saat tiba di Bali, semua kebutuhan hidup dirasa sangat murah. Natalie bisa membeli apa yang dia inginkan.

Tetapi, kondisi itu tidak lama ia rasakan. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, kurs uang Rubel Rusia rendah sementara dolar Amerika Serikat naik. Imbasnya, semua keperluannya menjadi mahal. “Awalnya, di sini semuanya lebih murah, tapi sekarang jadi sedikit lebih mahal bagi saya. Karena USD naik tinggi dan kurs kami jadi lebih rendah. Tapi Bali masih lebih baik karena orang-orangnya baik,” kata Natalie saat ditemui di Pantai Berawa, Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (18/3).

Putin Telepon Erdogan, Beberkan 4 Tuntutan Rusia ke Ukraina
Beruntung Natalie masih punya aset digital berupa kripto. Aset itulah yang saat ini jadi andalan Natalie bertahan di tengah tekanan ekonomi.Tekanan ekonomi itu ditambah dengan kesulitan lain imbas deklarasi perang Putin. Natalie dan warga Rusia lainnya di Bali kini tidak bisa menarik uang dari mesin ATM karena transaksinya diblokir.

“Semua orang Rusia tidak bisa menggunakan ATM-nya. Waktu itu, kita diberi tahu oleh bank bahwa kita tidak akan bisa menggunakan kartu kami untuk semua transaksi dan hanya diberi waktu lima jam untuk menarik uang di ATM,” ujarnya. “Kami sangat terkejut dan harus berusaha untuk mendapat uang kami dan kami sekarang menggunakan kripto. Rencana saya ke depannya, saya sudah bekerja di bidang online untuk mendapatkan uang dari klien saya. Dan saya juga punya kripto dan saat ini saya mempunyai kartu lokal (ATM Indonesia),” sambungnya.

Untuk survive di Bali dia kini lebih lebih berhemat keperluan sehari-hari. Ia tak lagi pergi ke kafe atau tempat lain untuk refreshing, kegiatan yang sebelumnya sering dia lakukan bersama teman-temannya.

Natalie dan kawan-kawannya juga mulai berbagi kamar di hotel atau menyewa satu kamar dan ditempati bersama. “Saya harus lebih irit sekarang, share kamar hotel dengan teman, pergi ke cafe hanya sekali,” ungkapnya. Natalie mengaku masih bisa berhubungan dengan keluarganya di Rusia, kendati Facebook, Instragram, TikTok warga Rusia sudah diblokir. Untuk menghubungi keluarga Natalie mengandalkan WhatsApp dan Telegram.

Ia juga mengaku belajar beradaptasi saat ini karena tidak mempunyai sosial media karena sudah diblokir oleh negaranya. Selain itu, untuk saat ini ia memilih tinggal di daerah Canggu, Bali. Natalie belum berpikir untuk kembali ke Rusia. Selain harga tiket mahal, kondisi politik di Rusia menurutnya masih belum baik.

“Saya bisa kembali ke Rusia kapan saja. Tapi kondisi Rusia dengan isu politik sedang tidak bagus. Sekarang tidak punya sosmed, saya harus berusaha beradaptasi,” ujarnya. “Kakak saya seorang freelance dan dia memberi tahu bahwa akses internet semakin terbatas tiap hari dan semua produk harganya dua kali lipat. Saya bisa saja pergi, saya sudah punya tiket, tapi saya tidak bisa pergi karena isu politik dan lebih aman tinggal di Bali,” ujarnya.

Rusia Tolak Rencana Rudal Anti Nuklir AS

Presiden Rusia Vladimir Putin tetap belum dapat menyetujui rencana proyek sistem pertahanan peluru kendali AS yang akan dipasang di wilayah Eropa. Keputusan Putin itu telah diutarakan kepada Presiden AS George W Bush saat keduanya bertemu di akhir pertemuan tingkat tinggi antara Pemerintah Rusia dan AS, Minggu (6/4).

”Rusia tetap ’tidak setuju’ dengan proyek sistem pertahanan antinuklir AS di daerah Polandia dan Republik Ceko. Meski begitu, jika terwujud usulan AS itu akan amat berguna dan penting untuk memperkuat kepercayaan kedua negara”, sebut pernyataan tertulis dari hasil pertemuan itu.

Pertemuan Rusia-AS di Sochi berlangsung setelah pertemuan tingkat tinggi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) selama tiga hari di Romania. Sebelumnya Rusia juga telah menampik usulan AS agar NATO menerima ”lamaran” Ukraina dan Georgia ikut bergabung dengan NATO.

Meski belum tercapai kata sepakat, keduanya berjanji akan tetap membuka proses negosiasi dan mencari solusi atau jalan tengah penyelesaian isu ini. Kedua pemimpin negara adidaya yang sama-sama akan segera berakhir masa kekuasaannya itu juga berjanji akan meminta penerusnya untuk menyelesaikan isu ini hingga tuntas agar tidak ada lagi hambatan antara hubungan AS dan Rusia.

”Saya minta agar semua pihak mengerti dan tidak salah paham. Secara strategis, posisi kami pada rencana AS itu tetap tak berubah, tetapi pada saat yang bersamaan ada perkembangan positif. Posisi kami akhirnya bisa didengar oleh AS. Saya optimistis kami akan mencapai kesepakatan,” kata Putin yang didampingi Bush.

Putin juga mengaku masih memerlukan ekstra waktu dan tenaga untuk menjembatani berbagai perbedaan di antara kedua belah pihak mengenai persoalan ini. Satu-satunya kesepakatan yang tercapai dalam pertemuan ini adalah adanya deklarasi ”kerangka kerja sama strategis” Rusia-AS. Dalam dokumen itu disebutkan berbagai kerja sama dalam hal perdagangan, kampanye melawan teror, dan nonproliferasi nuklir. Selain itu juga disebutkan beberapa strategi untuk menjembatani perbedaan, khususnya tentang rencana proyek antinuklir AS itu.

Meski Putin telah mengaku belum bisa menyetujui rencana AS, dokumen kesepakatan antara dua negara itu menyatakan, Rusia-AS mempertimbangkan sistem pertahanan antirudal yang dikelola bersama di Eropa. ”Kedua negara itu sama-sama tertarik membuat sistem untuk mengantisipasi ancaman serangan rudal. Sistem itu akan dikelola bersama antara AS dan Rusia sebagai rekan setara”, sebut dokumen itu.

Jaga hubungan

Sebelum bertemu Putin, Bush sudah berbicara dengan Presiden Rusia baru terpilih, Dmitry Medvedev, yang akan mengambil alih kekuasaan Putin pada 7 Mei mendatang. ”Dia tampaknya orang yang berbicara blakblakan. Dia adalah orang yang tidak menyembunyikan sesuatu dan langsung mengutarakan semua yang ada dalam pikirannya. Kesan saya sangat positif. Dia orang pintar,” kata Bush memuji Medvedev.

Medvedev juga berharap akan dapat melanjutkan hubungan bilateral Rusia-AS ”tanpa ada gangguan”. Apalagi dalam pandangan Medvedev, hubungan antara Rusia dan AS menjadi kunci penting bagi keamanan dunia. ”Saya ingin agar hubungan Rusia-AS berkembang lebih jauh tanpa gangguan sedikit pun,” sebut kantor berita Rusia, Interfax.

Selama delapan tahun terakhir, kata Medvedev, Bush dan Putin telah melakukan banyak hal demi meningkatkan hubungan AS-Rusia. Karena itu Medvedev berjanji akan melanjutkan upaya dua pemimpin itu. Tugas Medvedev ke depan diyakini berbagai pihak berat karena Bush dan Putin sepakat mewariskan beberapa isu, seperti proyek sistem pertahanan antinuklir itu kepada presiden baru AS dan Rusia.