Monthly Archives: April 2014

Makan Panda dan Monyet Kini Dilarang Di China

Cina akan menjerat para penikmat makanan hewan langka dengan hukuman penjara. Menurut laporan media pemerintah, hukuman ini diterapkan untuk melindungi habitat di alam liar yang semakin lama jumlahnya selalu berkurang.

Untuk mendukung rencana ini, Cina sudah mendaftarkan 420 spesies yang termasuk golongan langka atau terancam punah, termasuk panda, monyet emas, beruang hitam Asia, dan trenggiling. Peraturan ini juga akan berlaku untuk semua hewan yang terancam akibat perburuan liar, perusakan lingkungan, dan konsumsi bagian hewan tertentu untuk alasan obat.

“Memakan hewan liar yang langka tidak hanya sebagai perilaku sosial yang buruk, tapi juga merupakan alasan utama mengapa perburuan liar semakin banyak dan tidak berhenti meski sudah ada larangan tegas,” kata Lang Sheng, Wakil Kepala Parlemen Urusan Legislatif Komisi, menurut laporan Xinhua, Kamis, 24 April 2014.

Konsumsi hewan langka memang meningkat secara signifikasn setelah sebagian warga negara disebut sudah “kaya raya”. Menurut laporan, setiap warga Cina bahkan dipercaya mampu menghabiskan ribuan yuan untuk mengonsumsi hewan langka tersebut.

Hukum diharapkan akan memberikan efek jera bagi pemburu liar yang tindakannya dianggap sebagai kejahatan dengan hukuman maksimal tiga tahun penjara. Bagi konsumen akan dikenakan hukum yang lebih berat dengan ancaman penjara selama minimal 10 tahun. “Karena pembeli adalah motivator utama dari perburuan liar skala besar,” kata Lang.

Mahasiswa Universitas Al-Azhar Makin Sering Keracunan Makanan

Sebanyak 29 mahasiswi Universitas Al-Azhar di Luxor, Mesir, keracunan makanan. Ini kasus keracunan ketiga dalam satu tahun terakhir yang menimpa universitas Islam tertua dan paling berpengaruh di Mesir itu.

Dikutip dari laman Ahram Online, Kamis, 24 April 2014, kasus ini terjadi lantaran buruknya penyimpanan makanan sehingga makanan menjadi tidak sehat.

Para siswa yang keracunan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sebagian besar dari mereka langsung diperbolehkan pulang setelah mendapat pengobatan. Hanya sembilan siswa yang diminta menginap untuk perawatan lebih lanjut.

Tahun lalu, hampir 700 mahasiswa kampus utama Al-Azhar di Kairo menderita keracunan dalam dua insiden yang hanya berjarak kurang dari satu bulan.

Kejadian ini memicu demonstrasi besar yang dilakukan para mahasiswa. Mereka menuntut pihak universitas yang dianggap lalai dan meminta Imam Ahmed El-Tayyeb, pejabat yang mengawasi sistem pendidikan Al-Azhar, dipecat. Kepala universitas itu akhirnya dipecat menyusul insiden ini.

Kamboja Tolak Ekstradisi Milyuner Asal Rusia

Pengadilan tertinggi Kamboja menolak permintaan Rusia untuk mengekstradisi seorang pengusaha yang dituduh menggelapkan puluhan juta dolar dalam kasus penipuan real estate (kawasan permukiman). “Mahkamah Agung memutuskan bahwa Sergei Polonsky, 41 tahun, tidak dapat dikirim kembali ke Rusia karena kedua negara tidak memiliki perjanjian ekstradisi,” bunyi laporan yang dilansir Asiaone, Jumat, 25 April 2014.

Pada Agustus 2013, pengadilan memerintahkan penahanan terhadap Polonsky setelah ia didakwa secara in-absentia atas tuduhan penggelapan uang 5,7 miliar rubel atau sekitar US$ 174 juta yang menipu 80 investor. Polonsky ditahan di Kamboja pada November lalu di sebuah pulau yang terletak di barat daya Kota Sihanoukville atas permintaan Rusia. Namun ia kemudian dibebaskan oleh pengadilan dalam keputusan banding pada Januari 2014.

Para penyidik menuduh pengusaha Rusia itu mendalangi penipuan yang berkaitan dengan pembangunan kompleks perumahan pada 2007-2008. Polonsky juga sempat menghadapi sidang berbeda di Kamboja atas tuduhan bahwa dia dan dua warga Rusia lainnya mengancam kru kapal dengan menodongan pisau. Namun ia dibebaskan sementara pada April tahun lalu setelah menghabiskan hari-harinya selama tiga bulan di penjara Kamboja, negara yang menjadi tempat bisnisnya.

Bisnis yang dijalankan Polonsky terpuruk akibat krisis keuangan global yang terjadi pada 2007-2008. Akibatnya, ia terpaksa menghentikan pekerjaannya membangun Menara Federasi Moskow. Saat itu ia berharap menara tersebut akan jadi bangunan tertinggi di Eropa.

Rusia Serang Amerika Serikat Di Ukraina

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Jumat, 25 April 2014, menuduh balik Amerika Serikat yang justru ingin menguasai Ukraina. Tudingan ini muncul setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengecam serangan jet Rusia ke perbatasan Ukraina pada Kamis, 24 April 2014. Kerry juga medakwa Rusia telah mencabik-cabik negeri bekas pecahan Uni Soviet itu.

Lavrov memperingatkan bahwa semua itu merupakan propaganda AS di tengah upaya Rusia menghadapi aksi melawan hukum penguasa Kiev yang mengancam bakal menghabisi warga Rusia. “Barat benar-benar ingin menguasai Ukraina lantaran termotivasi soal geopolitik, bukan demi kepentingan rakyat Ukraina.”

Rusia, pada Kamis, 24 April 2014, mengumumkan telah melancarkan serangan militer baru ke perbatasan Ukraina. Menurut Kremlin, serangan itu sebagai bentuk latihan untuk merespons operasi Ukraina terhadap kelompok pro-Kremlin yang disebut Kiev sebagai kaum teroris.

Menurut perkiraan Organiasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Rusia telah mengerahkan 40 ribu pasukan di perbatasan Ukraina. “Pasukan tersebut siap melakukan invasi ke Ukraina.”

Tiga Dokter Asing Ditembak Oleh Satpam Rumah Sakit Afganistan

Sedikitnya tiga dokter asing tewas ditembak oleh pengawal rumah sakit internasional di ibu kota Afganistan, Kabul.

“Lima dokter memasuki kompleks dan berjalan menuju gedung rumah sakit ketika penjaga menembaki mereka. Tiga dokter asing terbunuh dan dua lainnya terluka,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Afganistan, Bektash Torkystani, seperti dikutip Al-Jazeera, Kamis, 24 April 2014. “Pelaku penembakan cedera, kini ditahan polisi.”

Kepala kepolisian distrik setempat, Hafiz Khan, mengatakan petugas pengamanan rumah sakit tiba-tiba menghamburkan tembakan di Cure International Hospital di sebelah barat Ibu Kota pada Kamis pagi, 24 April 2014, waktu setempat.

Khan mengatakan penyerang adalah seorang anggota Pasukan Perlindungan Kepolisian Afganistan yang mendapat tugas mengamankan rumah sakit khusus anak.

“Dia seorang pengawal. Dia telah menembak beberapa dokter di sana (rumah sakit). Salah seorang korban penembakan tewas,” kata seorang dokter yang menderita luka berat di Cure International Hospital.

Pesawat Pembom Rusia Terobos Wilayah Udara Belanda

Sepasang jet tempur Belanda dilaporkan mencegat sepasang pesawat militer Rusia yang memasuki zona terbang Belanda pada Rabu, 23 April 2014, sekitar pukul 03.50 waktu setempat. Rupanya, aksi ini sering terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan NATO terkait dengan konflik politik di Ukraina.

Dikutip dari CNN, juru bicara militer Belanda, Mayor Wilko Ter Horst, mengatakan dua buah jet Rusia TU-95 atau yang dikenal sebagai Bears merupakan jet pengebom. Keduanya memasuki wilayah udara Belanda sekitar 50 mil jauhnya.

“Sepasang jet F-16 pun kami kirim untuk mengawal pesawat Rusia dan memastikan mereka pergi dari wilayah udara kami,” ujar Ter Horst.

Kejadian seperti ini, kata Ter Horst, bisa terjadi hingga empat atau lima kali dalam setahun. “Kadang mereka menyeberangi wilayah udara Belanda dan kadang mereka tetap berada di wilayah utara,” tuturnya.

Krisis di Ukraina membuat Rusia semakin waspada militer. Mereka kerap kali memasuki wilayah Belanda dan juga Inggris, yang juga bagian dari NATO. Memang, NATO dengan terang menentang keras tindakan Rusia terhadap Ukraina.

Jet Tempur Pakistan Bombardir Markas Taliban … 15 Orang Tewas

Sedikitnya 16 orang dilaporkan tewas dan 15 lainnya luka-luka setelah jet tempur Pakistan menggempur markas pemberontak di kawasan Khyber, Kamis, 24 April 2014. Sumber militer Pakistan mengatakan serangan itu ditujukan kepada angggota kelompok bersenjata yang terlibat dalam perencanaan serangan baru-baru ini, termasuk peledakan pasar buah-buahan di Islamabad pada 9 April 2014 serta pembunuhan anggota pasukan keamanan di Khyber-Pakhtunkhwa.

Kepada Al-Jazeera, sumber tersebut menerangkan, serangan itu dilancarkan di kawasan Bara padaKamis pagi waktu setempat. “Serangan itu berlangsung sehari setelah pemerintah dan Taliban Afganistan bertemu di Islamabad untuk mendiskusikan proses perdamaian yang tertatih-tatih.”

Taliban Pakistan yang dikenal dengan singkatan TTP mengumumkan pada 16 April 2014 bahwa mereka tidak akan melanjutkan kesepakatan gencatan senjata untuk melawan pemerintah dan warga sipil. Salah seorang perwira militer senior di Peshawar mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa serangan udara itu merupakan fase serangan pertama terhadap kubu pemberontak di kawasan Khyber. “Setelah (serangan) jet, Angkatan Bersenjata Pakistan juga akan melancarkan operasi darat,” katanya.

Discovery Channel Buat Film Dokumenter Untuk Sherpa

Jaringan televisi Discovery, Selasa (22/4/2014), mengumumkan akan membuat film dokumenter alih-alih meliput aksi melompat dari puncak Gunung Everest, untuk membantu 13 sherpa yang pada pekan lalu tewas dalam persiapan rencana program aksi melompat itu. Justru, longsor yang menewaskan para sherpa itulah yang kini akan digarap oleh jaringan televisi Discovery. Presiden Discovery, Eileen O’Neill mengatakan, Selasa, jaringan televisinya berencana membuat film dokumenter yang dibuat dari perekaman udara pada beberapa pekan mendatang.

Discovery, ujar O’Neill, berharap para pemirsa dokumenter tersebut akan menyumbangkan bantuan bagi keluarga para sherpa yang meninggal dalam musibah longsor tersebut. Para sherpa ini menjadi korban longsor salju dalam persiapan aksi melompat dari puncak Everest oleh Joby Ogwyn (Joe-bee-OH-Gwinn).

Semula, Ogwyn berencana melompat dari puncak “atap dunia” itu menggunakan wingsuit yang akan disiarkan secara langsung di Discovery pada 11 Mei 2014. Ogwyn, Selasa, menyatakan setuju pada perubahan rencana Discovery untuk tak melanjutkan program liputan aksinya. Namun, Ogwyn berharap suatu hari nanti tetap bisa mewujudkan rencananya melompat dari puncak Everest.

Ketegangan memuncak di base camp Gunung Everest, Selasa (22/4/2014), setelah puluhan pendaki dari seluruh dunia kecewa karena para sherpa atau pemandu pendakian melakukan aksi mogok kerja. Pada Jumat pekan lalu, 13 orang sherpa tewas dan tiga lainnya masih hilang setelah mereka tersapu longsoran salju dalam sebuah insiden paling mematikan di gunung berketinggian 8.848 meter itu.

Sejak insiden itu, para sherpa meminta agar pendakian ditunda sementara untuk menghormati rekan-rekan mereka yang tewas. Mereka juga mengancam untuk membatalkan semua rencana pendakian mulai bulan ini kecuali pemerintah Nepal merevisi batas asuransi dan merancang sebuah dana kesejahteraan para sherpa. Ed Marzac (67), seorang pensiunan pengacara yang berencana menjadi warga AS tertua yang mendaki Everest, mengatakan dia memutuskan untuk membatalkan rencananya setelah kehilangan salah satu pemandunya.

Marzec mengatakan, suasana antara para pendaki dan para pemandu sangat kaku, bahkan saat upacara mengenang korban tewas digelar. “Kondisi semakin buruk dan banyak pendaki muda yang mencoba meyakinkan orang-orang untuk memaksa para sherpa agar tidak membatalkan pendakian,” ujar Marzec. Sementara itu, para sherpa memberi batas waktu kepada pemerintah hingga Senin pekan depan untuk memenuhi tuntutan mereka.

Mereka menuntut pemerintah membayar santunan 10.000 dolar AS untuk keluarga para sherpa yang tewas, cedera dan tak mampu lagi bekerja akibat insiden longsor itu. Para Sherpa juga meminta pemerintah untuk membayar biaya pengobatan rekan-rekan mereka yang terluka dan saat ini masih terbaring di rumah sakit.

Dalam satu musim pendakian, seorang sherpa mendapatkan penghasilan antara 3.000-6.000 dolar AS. Namun, jika terjadi kecelakaan, jumlah uang asuransi yang mereka dapatkan sangat kecil. Lebih dari 300 orang tewas, sebagian besar adalah para sherpa, sejak puncak Everest pertama kali ditaklukkan Sir Edmund Hillary dan Tenzing Norgay pada 1953.

Hubungan antara para sherpa dan pendaki khususnya dari negara-negara Barat memburuk sejak tiga warga Eropa terlibat perkelahian dengan sekelompok sherpa tahun lalu.

Drone Amerika Serikat Tewaskan 55 Pemimpin Al-Qaeda Sekaligus

Pesawat tanpa awak (drone) milik Amerika Serikat menyerang sebuah kamp pelatihan kelompok Al-Qaeda di selatan Yaman dalam operasi bersama antara pemerintah Yaman dengan militer Amerika Serikat sejak hari Ahad hingga Senin, 21 April 2014 malam waktu setempat.

Dilaporkan Al Jazeera, Kementerian Dalam Negeri Yaman menyatakan sebanyak 55 anggota Al-Qaeda tewas dalam operasi itu. Pemerintah Yaman mengklaim di antara yang tewas ada tiga anggota senior Al-Qaeda.

Operasi tersebut menargetkan kamp Al-Qaeda yang berada di Semenanjung Arab (AQAP). Semenanjung ini terletak di Pegunungan Mahfad, yang berada di perbatasan provinsi antara Abyan, Shabwa, dan Al-Bayda.

Seorang pejabat Yaman mengatakan selepas Ahad tengah malam, sebuah drone menembakkan rudal di sebuah kendaraan off-road yang membawa tiga orang di Provinsi Shabwa selatan. Wilayah ini dianggap sebagai benteng Al-Qaeda.

Salah seorang saksi mengatakan kendaraan off-road tersebut hancur dan mereka tidak melihat sisa tubuh tiga orang yang berada di sana. Tak lama kemudian, sebuah helikopter mendarat dan mengevakuasi jenazah para korban.

Serangan lain terjadi di wilayah Wadi. Drone milik AS menembakkan beberapa rudal ke kamp pelatihan Al-Qaeda. Dilaporkan lebih dari 30 gerilyawan tewas akibat serangan ini. Di antara korban, juga terdapat sejumlah orang asing.

Sebelumnya, pada Sabtu, 19 April 2014, drone juga menewaskan 10 gerilyawan Al-Qaeda di Provinsi Baida. Kantor berita Saba melaporkan tiga warga sipil turut menjadi korbannya. Namun, tidak diketahui siapa yang melakukan serangan ini.

AS telah lama memberi bantuan militer kepada Yaman untuk menyerang basis Al-Qaeda. AQAP, salah satu cabang Al-Qaeda, dianggap sebagai organisasi paling aktif di dunia. Kelompok ini dikaitkan dengan sejumlah serangan yang gagal terhadap AS. Dalam sebuah video belum lama ini, pemimpin AQAP bersumpah akan menyerang warga Barat di manapun mereka berada.

Analisa Politik : Mengapa Putin Berani Serbu Ukraina

Meski sudah menandatangani kesepakatan damai dengan Ukraina pada pekan lalu, bukan berarti Rusia benar-benar akan mundur. Sejumlah pihak memandang skeptis tindakan damai Rusia dan menduga bahwa itu hanyalah taktik Rusia untuk menyatukan kembali negara-negara pecahannya, yang dimulai dengan Ukraina. “Yang terpenting sekarang, Ukraina harus bersiap untuk kemungkinan bahwa krisis di wilayah mereka akan bertahan lama,” kata Fyodor Lukyanov, editor jurnal Rusia, Global Affairs, kepada Reuters, Senin, 21 April 2014.

Dengan penandatanganan perjanjian ini di Jenewa, berarti Putin tidak mungkin secara aktif berusaha melibatkan Rusia dalam konflik bersenjata di Ukraina dalam waktu dekat. Namun demikian, ini bukan berarti perdamaian. Negara-negara Eropa harus bersiap beradaptasi dengan masa depan ketika sanksi dijatuhkan kepada Rusia yang akhirnya harus memperumit perdagangan mereka. Hal ini terutama berdampak pada pasukan gas Rusia yang begitu diandalkan negara-negara Eropa.

Sejauh ini, Putin selalu menyangkal keterlibatannya dalam sejumlah konflik di Ukraina. Namun tak bisa dipungkiri, tujuan Rusia di Ukraina merupakan upaya untuk melindungi keamanan Rusia, melawan ekspansi NATO, dan membantu warga Ukraina berbahasa Rusia jika mereka berada di bawah penganiayaan warga pro-Ukraina dan tentara Ukraina.

Kisruh antara Ukraina dan Rusia meruncing setelah Crimea memilih untuk bergabung dengan Rusia. Hal ini memicu sejumlah warga kota lain di timur Ukraina untuk melakukan hal yang sama. Mereka sempat menguasai sejumlah gedung dan bandara. Akan tetapi akhirnya, Ukraina berhasil merebut kembali wilayah tersebut.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah merilis foto-foto yang menunjukkan gambar sekumpulan tentara saat berada di beberapa kota di wilayah timur Ukraina. Diduga kuat, mereka merupakan pasukan khusus Rusia yang ditempatkan di sana. Dilaporkan BBC, Senin, 21 April 2014, meski foto ini belum diverifikasi, tentara dalam foto itu diidentifikasi sebagai tentara Rusia yang diperlengkapi dengan senjata. Namun Rusia membantah telah menempatkan tentaranya di Ukraina.

Mereka malah menyebut foto tersebut diambil dalam operasi Georgia pada 2008. Musababnya, foto itu memperlihatkan beberapa orang yang disebut memiliki kesamaan dengan tentara yang ambil bagian dalam operasi itu. Belum ada komentar dari pihak Ukraina mengenai hal ini. Namun Wakil Tetap Ukraina untuk Organisasi Internasional di Wina, Austria, mengatakan foto itu semakin menambah bukti keterlibatan Rusia dalam penghasutan dan koordinasi atas tindakan separatis yang mengacaukan situasi di Ukraina timur.

Sejumlah kota di wilayah timur Ukraina memang tengah mengalami krisis. Massa pro-Rusia menuntut untuk bergabung dengan Rusia, seperti halnya Crimea. Amerika Serikat terus menuduh Rusia mendalangi sejumlah aksi penyerangan terhadap tentara Ukraina di wilayah ini.