Monthly Archives: January 2021

Digital Nomad Kristen Gray Dideportasi Dari Bali Karena Tidak Bayar Pajak

Warga negara (WN) asal Amerika Serikat (AS), Kristen Antoinette Gray, menyebut sanksi deportasi yang dijatuhkan kepadanya terkait pernyataan soal LGBT pada cuitannya yang banyak disorot warganet Indonesia.
Kakanwil Kemenkum HAM Bali Jamaruli Manihuruk menjelaskan Kristen Gray disanksi deportasi bukan karena WNA tersebut LGBT. Dia mengatakan Gray diberi sanksi keimigrasian karena menyampaikan LGBT bisa hidup nyaman di Bali.

Menurut Jamaruli, penyampaian Gray soal LGBT seakan mempromosikan Bali nyaman sebagai LGBT. Cuitan Gray soal LGBT memang salah satu poin yang disoroti warganet.

Cuitan-cuitan Gray pun dianggap meresahkan masyarakat. Selain soal cuitan, pihak Kemenkum HAM menyoroti soal penyalahgunaan izin tinggal kunjungan yang dipakai Gray untuk berbisnis dari mulai e-book hingga jasa konsultasi untuk bisa tinggal di Bali serat bisnis melalui penjualan e-book dan pemasangan tarif konsultasi wisata Bali sehingga dapat dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang berbunyi:

Setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya.

Imigran gelap dan digital nomad yang melakukan bisnis dengan VISA wisata ini sangat merugikan rakyat karena selain tidak membayar pajak juga termasuk merampok penghasilan warga lokal di Bali dan tidak memilki sumbangsih apa apa terhadap perekonomian kecuali memperkaya diri sendiri.

“Itu seakan mempromosikan Bali itu adalah tempat yang nyaman bagi LGBT. Sementara di masyarakat kita belum menerima itu. Itu yang kita hindari agar masyarakat ini tidak menjadi salah satu sasaran LGBT datang ke Bali. Jadi masyarakat juga termasuk di dalamnya nantinya itu yang kita hindari,” ujar Jamaruli.

“Mungkin banyak masyarakat kita yang tidak mengetahui ini menjadi hal yang aneh juga kalau dilihat sepintas, lalu LGBT sebagian menganggap haknya dia, tapi bukan di situ saja. Sebenarnya ada penyampaian yang bersangkutan bahwa LGBT bisa hidup nyaman dan enak di Bali,” kata Jamaruli kepada wartawan, Rabu (20/1/2021).

Kantor Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Bali memutuskan mendeportasi Kristen Gray dan temannya, Saundra Michelle Alexander. Kemenkum HAM Bali mengatakan Kristen Gray memblokir akun Twitter-nya setelah heboh cuitan mengajak WNA pindah ke Bali saat pandemi COVID-19. “Sudah diblokir sendiri sama yang bersangkutan (sosial media),” kata Kakanwil Kemenkum HAM Bali Jamaruli Manihuruk, Selasa (20/1/2021).

Selain memblokir akun Twitter, Kristen Gray telah menghapus link e-book tentang cara pindah ke Indonesia setelah tahu sedang dicari pihak Imigrasi.

“Jadi, setelah kami meneliti lebih lanjut, sebenarnya itu semua link-nya sudah dihapus, sudah tidak bisa di-download lagi. Begitu mengetahui bahwa yang bersangkutan sedang dicari oleh Imigrasi, langsung dihapus semua, jadi link-nya sudah tidak ada lagi,” ujar Maruli.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Bali memberikan sanksi kepada Kristen Gray berupa pendeportasian dari Indonesia. Kristen diduga telah melanggar ketentuan keimigrasian Indonesia.

“Tindak lanjut, WN Amerika atas nama Kristen Antoinette Gray dikenakan tindak pidana keimigrasian berupa pendeportasian atau pengusiran sebagaimana tersebut Pasal 75 ayat 1 dan ayat 2 huruf f UU 6/11 tentang Keimigrasian,” kata Kakanwil Kemenkum HAM Bali Jamaruli Manihuruk dalam jumpa pers di Denpasar, Selasa (19/1/2021).

“Tindak lanjut, warga negara Amerika atas nama Kristen Antoinette Gray dikenakan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pendeportasian (pengusiran) sebagaimana tersebut pada pasal 75 ayat 1 dan ayat 2 huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” ujar Maruli.

ebelumnya diberitakan, Kementerian Hukum dan HAM Kanwil Bali memberikan sanksi terhadap Kristen Gray berupa pendeportasian dari Indonesia. Kristen diduga telah melanggar ketentuan keimigrasian Indonesia.

“Tindak lanjut, WN Amerika atas nama Kristen Antoinette Gray dikenai tindak pidana keimigrasian berupa pendeportasian atau pengusiran sebagaimana tersebut Pasal 75 ayat 1 dan ayat 2 huruf f UU 6/11 tentang Keimigrasian,” kata Kakanwil Kemenkum HAM Bali Jamaruli Manihuruk dalam jumpa pers di Denpasar, Selasa (19/1).

Sementara itu, Kemenkum HAM Kanwil Bali menyebutkan ada empat pelanggaran yang dilakukan oleh Kristen Gray. Berikut 4 poin pelanggaran Kristen Gray:

  1. Kristen Gray menyebut tinggal di Bali penuh kenyamanan, karena tidak pernah dipermasalahkan soal pajak dan urusan keimigrasian.
  2. Gray telah menyebarkan informasi Bali LGBTQF (queer friendly).

Gray membuat kampanye palsu karena menyebut akses ke Indonesia saat masa pandemi COVID-19 mudah. Pernyataan tersebut bertentangan dengan Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 2/2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional dalam Masa Pandemi COVID-19 serta Surat Edaran Ditjen Imigrasi tentang Pembatasan Sementara Masuknya Orang Asing di Wilayah Indonesia dalam Masa Pandemi COVID-19.

Gray diduga melakukan kegiatan bisnis penjualan e-book dan pemasangan tarif konsultasi wisata Bali sehingga dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 122 huruf a UU 6/2011 tentang Keimigrasian.

Demi Kejar Target Pertumbuhan Apple Lakukan Kerja Paksa Ke Ribuan Muslim Uighur

Merek global seperti Apple hingga BMW termasuk di antara perusahaan yang dituduh melakukan kerja paksa. Laporan Komisi Hak Asasi Manusia Partai Konservatif melaporkan bahwa puluhan ribu Muslim Uighur telah diangkut ke pabrik-pabrik tersebut untuk bekerja.

Laporan tersebut mencatat dalam lima tahun terakhir kerja paksa digunakan di seluruh pabrik-pabrik di China yang merupakan bagian dari rantai pasokan perusahaan Internasional besar.

“Orang Uighur bekerja di pabrik yang setidaknya berada di 83 merek global terkenal di sektor teknologi, pakaian dan otomotif, termasuk Apple, BMW, Gap, Huawei, Nike, Samsung, Sony dan Volkswagen,” bunyi laporan tersebut dikutip dari Daily Mail, Kamis (14/1/2021).

Vicky Xiuzhong Xu dan Nathan Ruser, yang merupakan penulis laporan Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) tentang kerja paksa di Uighur, memberikan bukti telah menemukan orang Uighur sedang diangkut dari Xinjang ke provinsi lain untuk bekerja pada 2019.

Xu dan Ruser mengatakan hal itu merupakan kebijakan pemerintah pusat yang mengakibatkan puluhan ribu orang diusir dari rumah mereka setiap tahun dan dikirim ke provinsi timur untuk bekerja ke dalam rantai pasokan merek Internasional.

Dijelaskan bahwa di pabrik-pabrik para pekerja menjadi sasaran kerja paksa, yakni harus bekerja di bawah pengawasan ketat dan hanya dalam beberapa jam di waktu luang dipaksa untuk mengikuti kelas bahasa Mandarin dan kelas indoktrinasi politik.

ASPI mengidentifikasi 27 pabrik di 9 provinsi China menggunakan tenaga kerja Uighur yang dipindahkan dari Xinjiang sejak 2017. Salah satu pabrik itu yakni Perusahaan Sepatu Taekwang di Qingdoo, provinsi Shandong, yang dilengkapi dengan menara pengawas, dan pagar kawat berduri yang menusuk ke dalam. Gerakan pekerja juga diawasi secara ketat oleh kantor polisi di gerbang yang dilengkapi dengan kamera pengenal wajah.

Soal bayaran, pemerintah provinsi Xinjiang mengatakan pada 2018 bahwa setiap tenaga kerja tambahan dari pedesaan yang dipindah untuk bekerja di bagian lain Xinjiang selama lebih dari sembilan bulan dibayar 20 yuan.

Namun, baik BMW Group, Volkswagen, Nike, Apple, dan Gap, membantah jika pihaknya telah melakukan kerja paksa. Intinya mereka merasa bahwa telah menjalankan standar nilai di China dan memastikan bahwa pekerjaannya didasarkan standar sosial dan ketenagakerjaan.

“Kode Etik Nike dan Standar Kepemimpinan memiliki persyaratan yang melarang semua jenis kerja paksa, terikat atau kontrak, termasuk ketentuan rinci untuk kebebasan bergerak dan larangan diskriminasi berdasarkan latar belakang etnis atau agama,” ucap Juru Bicara Nike.

Pemerintah Inggris akan mendenda perusahaan yang menyembunyikan koneksi ke wilayah Xinjiang, China. Wilayah ini merupakan tempat dimana suku Uighur dan etnis minoritas lainnya diduga menjadi sasaran kerja paksa. Melansir CNN, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengumumkan sejumlah kebijakan baru yang dirancang untuk memastikan bahwa semua organisasi Inggris tidak terlibat, atau mengambil keuntungan dari pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang pada Rabu (13/1).

Pemerintah juga akan meninjau produk Inggris yang diekspor ke Xinjiang serta mengeluarkan panduan baru yang menguraikan secara spesifik risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang memiliki kaitan dengan wilayah tersebut.

“Bukti besarnya skala pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan di Xinjiang terhadap muslim Uighur sekarang sangat jauh jangkauannya,” kata Raab kepada anggota parlemen.

Dia mengatakan kebijakan baru itu bertujuan untuk mengirim pesan yang jelas bahwa pelanggaran kemanusiaan ini tidak dapat diterima. Pemerintah Inggris juga bermaksud melindungi bisnis negaranya dari keterlibatan dengan isu di Xinjiang. Raab juga menyerukan agar PBB memiliki akses ke wilayah Xinjiang guna memverifikasi tuduhan kerja paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Di sisi lain, pemerintah China membantah tindakan keras di Xinjiang tersebut. Pemerintah China menyatakan jika kamp tersebut diperlukan untuk mengatasi ekstremisme dan terorisme serta mengklaim bahwa fasilitas tersebut adalah pusat pelatihan sukarela di mana orang-orang belajar keterampilan kejuruan, bahasa, dan hukum China.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS memperkirakan hingga dua juta orang Uighur, serta anggota kelompok minoritas Muslim lainnya, ditahan di jaringan kamp di Xinjiang. Pemerintah AS telah membatasi impor dari Xinjiang. Bulan lalu, AS mengumumkan akan memblokir impor kapas dari kawasan tersebut.