Argentina, Jumat menuduh Inggris mengirim senjata-senjata nuklir ke kepulauan Malvinas yang disengketakan, sementara Sekjen PBB Ban Ki-moon menyeru kedua pihak menghindari “peningkatan” konflik kedaulatan mereka.
Dengan kedua negara akan memperingati ulang tahun ke-30 Perang Malvinas (Falkland), Menlu Argentina Hector Timerman menyebut kepulauan itu “tempat perlindungan terakhir dari kerajaan yang mundur.”
Dubes Inggris untuk PBB mengatakan negaranya akan mempertahankan “dengan kuat” Falkland dan kendatipun Inggris ingin berunding dengan Argentina, ia menegaskan tidak ada perundingan menyangkut kedaulatan kecuali penduduk kepulauan itu menginginkannya.
Timerman mengatakan Inggris telah mengirim sebuah kapal selam bertenaga nuklir ke Atlantik Selatan dan “memiliterisasi kawasan itu” yang melanggar perjanjian Amerika Latin tahun 1967 yang melarang kehadiran, mengusahakan atau menggunakan senjata-senjata nuklir.
Argentina menduduki kepulauan yang negara itu namakan Malvinas, tahun 1982 dan Inggris mengirim satu kekuatan angkatan laut untuk menguasai kembali kepulauan itu. Argentina sejak itu secara rutin mengajukan klaimnya atas kepulauan itu pada PBB.
Timerman mengajukan keluhan itu kepada sekjen PBB dan Dewan Keamanan tentang “militerisasi” itu tetapi tidak jelas apakah Argentina menuntut tidak lanjut.
Setelah perundingan dengan Timerman, Ban “menyatakan kecemasannya atas pertikaian keras antara Argentina dan Kerajaan Inggris,” kata juru bicara PBB Martin Nesirky.
“Ia mengharapkan pemerintah-pemerintah Argentina dan Inggris mencegah peningkatan sengketa ini dan menyelesaikan perselisihan secara damai dan melalui dialog.”
Ban mengatakan ia siap menggunakan “jasa-jasa baik PBB untuk menyelesaikan sengketa ini” jika kedua pihak meminta, tambah juru bicaranya.
Dubes Inggris untuk PBB Mark Lyall Grant tidak memberikan komentar apakah satu kapal selam nuklir berada dekat Falkland. Tetapi ia mengatakan klaim-klaim militerisasi itu adalah “omong kosong dan sama sekali tidak masuk akal.”
“Argentinalah secara ilegal menduduki Kepulauan Falkland tahun 1982 kami tidak meningkatkan kekuatan pertahanan kami. Tidak ada yang berubah dalam kekuatan pertahanan dalam bulan-bulan atau tahun-tahun belakangan ini,” kata Lyall Grant menegaskan.
“Kami tidak mengharapkan meningkatkan retorika itu.Kami tidak memulai satu perang kata-kata,” kata dubes itu.
“Tetapi jelas jika ada satu usaha untuk mengambil keuntungan dari ulang tahun ke-30 Perang Falkland oleh Argentina maka kami pasti akan mempertahanan posisi kami dan mempertahankannya dengan kuat.”
Argentina mengecam penggelaran sebuah kapal perusak Inggris, HMS Dauntless ke kawasan itu dan pengirim Pangeran William, untuk menjalankan tugas sebagai pilot helikopter penyelamat.
Menlu Argentina itu menyeru Inggris membicarakan kedaulatan atas Malvinas dalam perundingan-perundingan, dan mengecam penggunaan kekuatan militer Inggris untuk mengawasi kepulauan Atlantik Selatan yang berjarak 14.000km dari kerajaan itu.
“Ini barangkali tempat perlindungan terakhir dari kerajaan yang mundur itu,” kata Timerman. “Ini adalah samudara terakhir yang dikuasai Inggris.
Inggris menegaskan sikapnya dalam hari-hari belakangan ini bahwa tidak akan ada perundingan menyangkut masa depan kepulauan itu kecuali jika 3.000 jiwa penduduk Falkland menginginkannya.
Inggris mengeluhkan tentang tindakan Argentina yang mundur dari perjanjian-perjanjian bersama mengenai Malvinas. Argentina Desember lalu membujuk blok perdagangan Amerika Latin Mercosur melarang kapal-kapal berbendera Falkland memasuki pelabuhan negara-negara anggotanya.
Blok itu juga melarang penerbangan-penerbangan carteran menuju Malvinas menggunakan wilayah udara Argentina. Argentina mengutuk keras kunjungan calon pewaris tahta Kerajaan Inggris, Pangeran William ke Kepulauan Falkland. Pasalnya, anak sulung Pangeran Charles itu berkunjung untuk mengikuti latihan militer Inggris.
Sejumlah pejabat Argentina menyebut kunjungan itu sebagai provokasi terhadap konflik kepemilikan gugusan pulau tersebut. Argentina masih mengklaim gugusan pulau yang disebut kepulauan Malvinas itu milik mereka.
Sejak rencana kunjungan William ke Falkland diumumkan bulan lalu, pejabat dari dua negara melontarkan perang kata-kata. Bahkan, perang kata itu makin meningkat belakangan ini.
Presiden Argentina, Cristina Fernandez, menggambarkan kunjungan Pangeran William sebagai bentuk keangkuhan Inggris yang masih memamerkan kekuatan kolonialnya.
Pejabat Departemen Luar Negeri Argentina, Sebastian Brugo Marco juga mengatakan, pihaknya tidak dapat mengabaikan agenda politik di balik misi militer kunjungan William tersebut.
Kunjungan William bertepatan dengan peringatan 30 tahun perebutan Kepulauan Falkland antara Argentina dan Inggris. William akan berada di Kepulauan Falkland selama enam pekan untuk mengikuti latihan militer bersama Angkatan Udara Inggris.
Keterangan resmi Kementerian Pertahanan Inggris menyebutkan William akan mengikuti latihan pencarian dan pertolongan dengan menggunakan pesawat helikopter.
Tetapi keterangan resmi pemerintah Inggris menyebut kunjungan itu merupakan kegiatan rutin. Selama latihan di kepulauan itu, William tidak akan melakukan tugas terkait posisinya sebagai calon pewaris kerajaan Inggris.
Sejak 1833, Inggris telah menguasai gugugan pulau yang terletak sekitar 300 mil lepas pantai selatan Argentina.
Pada 1982, Inggris mengirim pasukan angkatan laut dan ribuan tentara untuk merebut kembali gugusan pulau itu setelah pasukan Argentina mendudukinya. Dalam perang selama sepuluh pekan itu, 650 orang tentara Argentina tewas, sementara Inggris kehilangan 255 tentaranya.
Inggris menolak ajakan berunding yang diajukan Argentina yang tetap mengklaim kedaulatan atas kepulauan Falkland. Bahkan bulan lalu, Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan bahwa dia berkomitmen untuk melindungi gugusan pulau tersebut
Pangeran William dari Inggris tiba di Falklands atau Malvinas, Kamis (2/2/2012) waktu setempat. Kedatangannya ke kepulauan itu langsung memicu gelombang protes rakyat Argentina.
William (29 ) akan menghabiskan waktu enam minggu di sana sebagai pilot helikopter tim SAR Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF) di kepulauan yang disengketakan itu. Namun, kedatangannya memicu demonstrasi di ibu kota Argentina, Buenos Aires. Para demonstran bertopeng mengacungkan tongkat dan melemparkan bom cat ke pintu bank HSBC di kota itu.
Sekitar 50 anggota kelompok yang menamakan dirinya Quebracho melakukan pawai dan menuntut Pemerintah Argentina menghentikan hubungan perdagangan dengan Inggris. Pemimpin kelompok itu, Esteche Fernando, menuduh Inggris melakukan “imperialisme”. Dia menambahkan, “Pengungkitan kembali sengketa Falklands lebih untuk menyembunyikan krisis keuangan dan penderitaan ekonomi.”
Seorang juru bicara Departemen Pertahanan Inggris memastikan kedatangan William di kepulauan itu. Namun, ia mengatakan, kedatangannya ke sana merupakan bagian dari “penugasan operasional rutin”.
Para pejabat Argentina marah karena Pangeran William dikirim ke Falklands berdekatan dengan peringatan 30 tahun konflik terkait kepulauan itu yang pecah tahun 1982. Kementerian Luar Negeri Argentina mengatakan, “Bangsa ini menyayangkan fakta bahwa pewaris takhta kerajaan itu tiba di kepulauan itu dengan seragam para penakluk, dan bukan dengan kebijaksanaan seorang negarawan.”
Pihak Argentina mengatakan, mereka “menentang upaya Inggris untuk menjadikan konflik itu jadi konflik militer” dan menambahkan, “pemerintah harus menghindari godaan untuk jatuh ke dalam wacana … yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian publik dari pengetatan ikat pinggang kebijakan ekonomi.”
Tur Panggeran William itu menyusul berita bahwa Inggris sudah mengirimkan sebuah kapal perang baru, HMS Dauntless, ke wilayah tersebut. Angkatan Laut Kerajaan Inggris membantah dugaan bahwa keputusan untuk mengirim kapal tersebut guna menanggapi ketegangan terkait kedaulatan. Pengiriman kapal itu, katanya, telah direncanakan lama.
Namun, kehadiran William dicap sebagai “tindakan provokatif” oleh Argentina. David Cameron dan Presiden Argentina, Cristina Fernandez, sebelumnya saling tuding telah berperilaku model “kolonial”.
Pejabat Argentina, Sebastian Brugo Marco, telah memperingatkan bahwa negaranya tidak bisa mengabaikan implikasi “politik” dari penempatan Pangeran William itu. Namun, Kepala Staf Pertahanan Inggris, Jenderal Sir David Richards, menolak klaim itu. Ia mengatakan, “Saya bisa mengatakan, (penempatan) itu bukan dan tidak dirancang seperti itu.”
William mengikuti jejak saudaranya, Harry, yang dikirim ke Afganistan pada 2008.