Monthly Archives: June 2021

Akal Sehat Singapura Umumkan COVID-19 Mirip Dengan Flu Tetapi Peluang Sakit Rendah

Singapura membuka peluang untuk melonggarkan aturan ketat pandemi Covid-19. Singapura memilih untuk berdampingan dengan virus Corona, menganggap sebagai virus flu biasa. Singapura telah memvaksinasi sekitar setengah dari 5,7 juta penduduknya. Setidaknya, satu dosis vaksin yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna.

Kecepatan vaksinasi Singapura untuk warganya relatif tinggi, namun lambat dalam melanjutkan kegiatan sosial dan perjalanan jika dibandingkan negara lain dengan tingkat inokulasi serupa. Sampai saat ini, Singapura masih menerapkan aturan ketat yang mengatur pertemuan sosial, pemakaian masker, pelacakan kontak, dan perjalanan.

Singapura mematok target setidaknya dua pertiga dari populasi divaksinasi penuh dengan dua dosis di sekitar Hari Nasional Singapura pada 9 Agustus. Dalam sebuah kolom opini di The Strait Times, Satgas Covid-19 Singapura yang dikomandoi oleh tiga menteri, Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Gan Kim Yong, Menteri Keuangan Lawrence Wong, dan Menteri Kesehatan Ong Ye Kung, mengatakan bahwa prioritas dalam beberapa bulan ke depan adalah menyiapkan Singapura untuk hidup berdampingan bersama COVID-19. Mereka menganggap Covid-19 sebagai penyakit yang akan terjadi lagi dan dapat dikendalikan.”Sudah 18 bulan sejak pandemi dimulai warga kami sudah lelah berperang. Semua bertanya: Kapan dan bagaimana pandemi akan berakhir?” begitulah pernyataan ketiga menteri itu.

“Kabar buruknya adalah bahwa COVID-19 mungkin tidak akan pernah hilang. Kabar baiknya adalah bahwa hidup normal COVID-19 di tengah-tengah kita adalah mungkin,” dia melanjutkan. Dalam tulisan tersebut, mereka juga menyinggung kemiripan COVID-19 dengan influenza atau flu. Banyak yang terserang flu tiap tahun tetapi peluang jatuh sakit rendah dan bisa dicegah dengan beberapa langkah sederhana.

“Kita bisa mengupayakan hasil serupa untuk COVID-19. Kita tidak bisa memberantasnya, tetapi kita bisa mengubah pandemi jadi sesuatu yang lebih tidak mengancam, seperti influenza, ‘hand, foot, and mouth disease’ (dikenal juga sebagai flu Singapura), dan cacar air, dan hidup normal,” kata mereka.

Dokumen Rahasia Inggris Ketinggalan Di Halte Bus

Pemerintah Inggris tengah menyelidiki dokumen pertahanan rahasia yang ditemukan di halte bus di Kent. Dokumen ini terkait dengan insiden kapal perang Inggris HMS Defender yang disebut menjadi sasaran tembak militer Rusia di lepas Pantai Krimea. Wilayah itu diketahui menjadi sengketa antara Rusia dengan Ukraina.

Kementerian Pertahanan Inggris berujar kalau seorang pegawai menginformasikan telah kehilangan dokumen-dokumen yang bersifat rahasia pada pekan lalu. “Seharusnya itu tidak bisa terjadi,” ujar Menteri Irlandia Utara, Brandon Lewis, dikutip dari Sky News, Minggu (27/6). “Itu dilaporkan dengan benar pada saat itu … ada penyelidikan internal terhadap situasi itu,” sambungnya.

Dilaporkan BBC, Minggu (27/6), seorang warga yang enggan disebut namanya mengatakan telah menemukan 50 halaman informasi rahasia di belakang halte bus Kent. Dokumen itu ditemukan pada Selasa. Dokumen tersebut membahas kemungkinan reaksi Rusia terhadap kapal perang Inggris HMS Defender yang melakukan perjalanan melalui perairan Ukraina di lepas pantai Krimea pada Rabu (23/6).

Rusia ketika itu mengatakan alasan memberi tembakan peringatan karena menganggap Inggris melanggar batas wilayah setelah memasuki kawasan Laut Hitam dekat Krimea. Namun, Inggris mengatakan membuat lintasan damai melalui perairan teritorial Ukraina sesuai dengan hukum laut internasional.

Menurut Moskow, insiden itu terjadi di pesisir Cape Fiolent di Krimea, yang dianeksasi Rusia dari Ukraina pada 2014 dalam sebuah langkah yang sebagian besar masyarakat internasional belum mengakuinya. Dalam dokumen disebut Inggris sudah mengetahui jalur kapal HMS Defender akan mendapat reaksi keras dari Rusia. Akan tetapi, mengambil jalur alternatif bisa dianggap Moskow bahwa Inggris ‘ketakutan/kabur’.

Kementerian Luar Negeri Rusia pada Kamis memanggil duta besar Inggris di Moskow Deborah Bronnert untuk memprotes keras insiden tersebut. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menggambarkannya sebagai ‘provokasi yang disengaja dan disiapkan’. Adapun di antara dokumen lain yang ditemukan di halte bus adalah mengenai rencana kemungkinan kehadiran militer Inggris di Afghanistan setelah berakhirnya operasi NATO di sana.

Amerika Serang Milisi Pro Iran di Perbatasan Suriah

Amerika Serikat melancarkan serangan udara untuk menggempur milisi yang didukung Iran di kawasan perbatasan Irak dan Suriah pada Minggu (27/6) atas perintah langsung dari Presiden Joe Biden. “Atas perintah Presiden Biden, militer AS melancarkan serangan udara ke fasilitas yang digunakan kelompok milisi yang didukung Iran di perbatasan Irak-Suriah,” ujar Sekretaris Pers Kementerian Pertahanan AS, John Kirby, seperti dikutip AFP.

Militer AS menyatakan bahwa mereka menggencarkan gempuran dari udara ini untuk membalas serangan drone milisi ke personel mereka di Irak.
Melalui sebuah pernyataan, militer AS mengklaim bahwa mereka menargetkan fasilitas penyimpanan senjata dan operasional di dua lokasi di Suriah dan satu titik di Irak.Menurut militer AS, fasilitas-fasilitas yang menjadi target serangan merupakan milik sejumlah milisi pro-Iran, termasuk Kataib Hizbullah dan Kataib Sayyid al-Shuhada.

“Seperti yang terlihat dari serangan malam ini, Presiden Biden menegaskan bahwa ia akan bertindak untuk melindungi personel AS,” demikian pernyataan militer AS yang dikutip Reuters. Ini merupakan serangan kedua AS ke kawasan Timur Tengah di bawah perintah sang presiden. Biden pertama kali memerintahkan serangan udara ke milisi yang didukung Iran di Suriah pada Februari lalu, sekitar sebulan setelah ia dilantik menjadi presiden.

Saat itu, militer juga menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan respons atas serangan roket yang menghantam pangkalan militer AS di Irak beberapa pekan sebelumnya. Ini merupakan serangan kedua AS ke kawasan Timur Tengah di bawah perintah sang presiden. Biden pertama kali memerintahkan serangan udara ke milisi yang didukung Iran di Suriah pada Februari lalu, sekitar sebulan setelah ia dilantik menjadi presiden.

Saat itu, militer juga menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan respons atas serangan roket yang menghantam pangkalan militer AS di Irak beberapa pekan sebelumnya.

Iran Siap Produksi Drone Tempur Dengan Daya Jelajah 7.000 Km

Iran mengaku memiliki pesawat tak berawak (drone) yang mampu terbang 7.000 kilometer. Hal ini diungkap Komandan pasukan Garda Revolusi Jenderal Hossein Salami, Minggu (27/6). “Kami memiliki pesawat tak berawak yang dapat terbang 7.000 kilometer, tanpa pilot, dan mendarat kembali di tempat yang sama atau di tempat lain,” kata Salami dalam pidato yang disiarkan oleh televisi pemerintah seperti dikutip AFP.

Dalam pernyataan itu Salami tidak memberikan detil tambahan terkait drone tersebut. Namun, menurutnya drone baru ini bisa terbang 3.500 kilometer lebih jauh dari drone sebelumnya. Pada awal tahun ini, Iran mengumumkan drone tempur “Gaza” yang mampu terbang hingga 2.000 kilometer. Sebelumnya, drone “Gaza” ini dilaporkan sebagai drone Iran dengan jangkauan terjauh.

Angkatan udara Iran sebagian besar terdiri dari pesawat tempur AS yang sudah tua yang dibeli di bawah kekuasaan Shah yang digulingkan pada 1979. Namun, Iran terkendala soal perawatan pesawat akibat sanksi Amerika. Mereka lalu mengandalkan pengembangan drone, yang menurut Pengawal Revolusi digunakan dalam serangan Juli 2019 terhadap pemberontak Kurdi Iran di seberang perbatasan di Irak.

Militer Israel (IDF) kini memiliki jet tempur pengintai baru tercanggih yang disebut Oron. IDF mengatakan Oron memiliki kemampuan lebih baik lagi untuk mengumpulkan informasi intelijen dan mengidentifikasi target serangan di Iran, Irak, Yaman, dan wilayah lainnya di Timur Tengah. “IDF dan angkatan udara sudah memiliki berbagai kemampuan pengumpulan intelijen, tetapi ‘Oron’ memperkuat keunggulan dan kemampuan kami untuk beroperasi di tingkat kedua dan ketiga dan untuk bergerak di antara garis depan dengan cepat dan dalam jangka waktu yang lama,” kata Kepala Angkatan Udara Israel, Amikam Norkin, pada Senin (5/4).

IDF mengatakan tingkat pertahanan kedua mengacu pada negara-negara yang tidak berbatasan dengan Israel, tetapi merupakan ancaman langsung bagi Israel seperti Irak dan Yaman-di mana Iran mempertahankan proksi dengan kemampuan rudal dan drone yang dapat digunakan untuk melawan Israel. Sementara itu, tingkat pertahanan ketiga mengacu pada negara-negara musuh yang letaknya lebih jauh dari tingkat kedua, salah satu di antaranya adalah Iran.

Oron merupakan pesawat jenis Gulfstream G550 Aerospace yang disebut telah dilengkapi dengan berbagai sensor dan peralatan intelijen yang memungkinkan menemukan target dengan cepat pada semua kondisi dan cuaca. IDF mengatakan Oron merupakan proyek bersama dengan Kementerian Pertahanan dan juga kontraktor senjata yang telah dikembangkan selama sembilan tahun terakhir.

Meski begitu, dikutip Times of Israel, hingga kini IDF belum mengungkap berapa jumlah pesawat Oron yang telah dimiliki dan siap dioperasikan. “Pembelian pesawat ‘Oron’ adalah ekspresi lain dari peningkatan efektivitas angkatan udara. Kemampuan pesawat ini menambah tingkat kemampuan operasional dan strategis yang ada di angkatan udara, yang akan memastikan berlanjutnya jaminan superioritasnya di Timur Tengah dan pertahanan langit Negara Israel dan keselamatannya, “kata Norkin.

Sementara itu, dikutip Sputnik, Kepala Tim Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Israel, Brigadir Jenderal Yaniv Rotem, juga mengklaim Oron memiliki kemampuan tak tertandingi yang memungkinkan militer mengidentifikasi target serangan dengan lebih mudah. “Pesawat ini memberikan IDF fitur intelijen modern dan belum pernah dimiliki sebelumnya yang menggunakan sistem sensorik terobosan, berbagai sensor dan radar yang dipasang di pesawat. Semua ini akan mengalirkan data berkualitas tinggi ke dalam jajaran intelijen IDF, “kata Rotem.

Rotem mengatakan data-data yang terkumpul akan diproses secara otomatis oleh sistem yang didukung dengan teknologi artificial inteligence yang dimiliki militer. “Kami telah membuat mesin yang tahu cara mengekspos target di segala cuaca, dalam waktu yang sangat singkat-hanya beberapa detik-di atas tanah ribuan kilometer dan pada jarak yang diperlukan untuk serangan,” ujar Rotem.

Wakil Presiden Israel Aerospace Industries, Yoav Turgeman, mengatakan semua peralatan canggih yang terpasang pada Oron merupakan buatan dalam negeri. “Teknologi khusus ini, yang merupakan ciptaan ‘biru dan putih’ (warna bendera Israel), akan meningkatkan kemampuan IDF di sejumlah medan pertempuran, terutama dalam kemampuan angkatan udara untuk melakukan serangan,” kata Turgeman.

Menolak Vaksin Akan Dipenjara

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengancam akan memenjarakan warganya yang menolak untuk disuntik vaksin virus Corona (COVID-19). Ancaman ini disampaikan saat jumlah peminat vaksin Corona cenderung rendah di Filipina.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (22/6/2021), Filipina sejauh ini mencatat lebih dari 1,3 juta kasus Corona, dengan lebih dari 23.000 kematian, di wilayahnya.

“Anda pilih, vaksin atau saya akan memenjarakan Anda,” cetus Duterte dalam pidato yang disiarkan televisi setempat pada Senin (21/6) waktu setempat, setelah sejumlah laporan menyebut rendahnya minat warga di beberapa tempat vaksinasi umum di ibu kota Manila.

Pernyataan Duterte itu bertentangan dengan pernyataan para pejabat kesehatan Filipina yang menyebut bahwa meskipun orang-orang didesak untuk menerima vaksin Corona, itu bersifat sukarela. “Jangan salah paham, sedang ada krisis di negara ini. Saya hanya jengkel dengan warga Filipina yang tidak mematuhi pemerintah,” ujar Duterte.

Tercatat hingga 20 Juni bahwa otoritas Filipina telah memvaksinasi sepenuhnya sekitar 2,1 juta orang di wilayahnya. Laju vaksinasi Corona di negara ini tergolong lambat menuju target pemerintah untuk memvaksinasi 70 juta orang — dari total 110 juta jiwa populasinya — sepanjang tahun ini.

Dalam pernyataannya, Duterte yang dikritik atas pendekatan kerasnya dalam mengatasi Corona ini juga menegaskan keputusannya untuk belum mengizinkan sekolah-sekolah buka kembali selama pandemi merajalela.

Italia Sudah Bebas Masker 28 Juni 2021

Mulai 28 Juni mendatang, penggunaan masker tak akan lagi wajib di luar ruangan di Italia, salah satu negara Eropa yang paling parah dihantam pandemi virus Corona. Seperti diberitakan kantor berita AFP, Selasa (22/6/2021), Menteri Kesehatan Roberto Speranza dalam postingan di Facebook menulis, bahwa pencabutan persyaratan masker akan mulai berlaku di wilayah berlabel “putih” di bawah sistem klasifikasi Italia untuk seberapa cepat virus itu menyebar.

Ini mencakup semua wilayah Italia, kecuali wilayah kecil Aosta Valley di ujung barat laut.

Pengumuman Speranza ini disampaikan atas saran dari panel penasihat ilmiah Comitato Tecnico Scientifico (CTS) Italia, yang mengatakan orang-orang masih harus mengenakan masker untuk acara-acara dengan risiko penyebaran virus yang lebih tinggi, seperti pertemuan besar.

Pada 28 Juni mendatang, para ahli memperkirakan seluruh wilayah Italia akan diklasifikasikan sebagai zona “putih”, dengan hanya 21 kematian dan 495 kasus baru infeksi Corona yang tercatat secara nasional pada Senin (21/6) waktu setempat.

Negara Eropa ini telah mencatat 127.291 kematian akibat COVID-19 sejak dimulainya pandemi pada awal 2020, dengan total 4,25 juta kasus infeksi. Sejauh ini 30 persen orang berusia di atas 12 tahun telah divaksinasi, atau sekitar 16 juta dari populasi 60 juta jiwa.
Tercatat bahwa lebih dari 46 juta dosis vaksin Corona telah diberikan di Italia sejauh ini.