Monthly Archives: August 2021

Menjadi Wanita Adalah Kutukan Di Afganistan

Ketika pasukan AS dan NATO menarik diri dari Afghanistan, BBC berbicara dengan tiga perempuan dari tiga generasi tentang ketakutan mereka akan masa depan. Seorang guru berpengalaman, lulusan universitas, dan siswa sekolah, semuanya menggambarkan bagaimana selama pandemi mereka tidak hanya harus berjuang melawan kesenjangan digital, tetapi juga ketidaksetaraan gender, dan konflik. Ini bukan pertama kalinya Shahla Fareed mulai menyembunyikan buku. Ini juga bukan pertama kalinya dia mulai merencanakan sekolah rahasia. Bagi Shahla dan banyak perempuan lain di Afghanistan, pendidikan untuk putri mereka sekali lagi berada di bawah ancaman.

Sang guru
Shahla yang sebelumnya guru sekolah, sekarang mengajar di Universitas Kabul, di ibu kota negara itu. Selama lockdown, dia terus memberikan pelajaran virtual, tetapi mengatakan banyak muridnya berjuang untuk menempuh pendidikan secara daring. “Sebagian besar mahasiswi saya tidak memiliki smartphone, dan keluarga mereka juga tidak mengizinkan mereka menggunakan internet.

“Mereka yang menggunakan ponsel anggota keluarga laki-laki, sering diawasi selama kelas untuk dipantau dengan siapa mereka berbicara.” Konflik Afghanistan yang sedang berlangsung antara pemerintah dan pasukan Taliban, sekarang berada pada titik kritis. Saat penarikan pasukan AS berlanjut, banyak yang khawatir akan kebangkitan kelompok Islam garis keras. Taliban telah mengeklaim menguasai beberapa wilayah teritorial dalam beberapa bulan terakhir. Taliban memaksakan aturan patriarki yang ekstrem dan sebelumnya melarang semua pendidikan perempuan.

Mereka juga tidak mengizinkan perempuan untuk bekerja atau meninggalkan rumah mereka tanpa kerabat dekat laki-laki. Namun kelompok militan itu mengatakan mereka tidak lagi menentang pendidikan anak perempuan. Berbicara kepada BBC atas nama Taliban, juru bicara Zabihullah Mujahid mengatakan, “Baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki akses ke pendidikan dan itu sangat penting. Tapi lingkungan khusus dan aman harus disiapkan untuk perempuan dan guru perempuan akan ditugaskan.”

Namun, bagi banyak pendukung hak-hak perempuan termasuk Shahla, ada ketakutan besar, akses pendidikan perempuan akan ditutup lagi. Shahla, sekarang di usia 60-an, menjelaskan bagaimana dia membuka sekolah rahasianya sendiri untuk anak perempuan di tahun 1970-an, ketika Taliban telah menguasai seluruh negeri.

Murid-muridnya berusia antara sembilan dan 10 tahun, yang kebanyakan belajar dengan mengenakan burka biru tradisional. Dia selalu memberitahu mereka untuk menyembunyikan buku teks bahasa Inggris di dalam sampul buku-buku Islam lainnya. Shahla mengajari muridnya dengan papan tulis kecil di taman belakang, di bawah naungan pohon dan tenda kain kecil.

“Saya memulai sekolah dengan 20 anak perempuan tetapi selesai dengan hanya empat murid. Dua di antaranya adalah putri saya sendiri” kata Shahla, menggambarkan betapa sulitnya membuat murid-muridnya tetap belajar.

Dia mengatakan Taliban sering menggeledah rumah untuk mencari bukti sekolah, tetapi hanya sekali mereka berhasil menutupnya, “untuk sementara,” tambahnya. Sekarang, lima puluh tahun kemudian, Shahla berjaga-jaga untuk membuka sekolah rahasianya lagi. Ia mengatakan hatinya hancur karena dia harus mulai mengumpulkan buku-buku untuk sekolah rahasia itu.

Siswa sekolah
Wahida yang berusia 16 tahun tinggal di sebuah rumah yang letaknya tujuh jam berkendara dari rumah Shahla. Setiap hari, Wahida berjalan kaki ke sekolah bersama kakak laki-lakinya. Tapi keinginannya untuk pergi ke sekolah menghancurkan hubungan dia dengan keluarganya. Ayah dan kakeknya benar-benar berhenti berbicara dengannya. “Mereka mengatakan saya harus meninggalkan sekolah dan menikah,” katanya.

Wahida tinggal bersama keluarganya di Provinsi Kandahar, tempat kelahiran Taliban dan di mana sebagian besar distrik tetap berada di bawah kendali mereka. Dari 17 kabupaten di provinsi tersebut, hanya tiga yang memiliki sekolah untuk anak perempuan. Ditanya oleh BBC, mengapa begitu banyak distrik kekurangan pendidikan perempuan, atas nama Taliban, Zabihullah Mujahid berkata: “Di Kandahar dan Helmand karena perang yang begitu hebat, sekolah-sekolah ditutup. Bahkan sekolah laki-laki juga lebih sedikit.

“Itu juga karena pola pikir masyarakat. Norma-norma lokal dan budaya membuat lebih sedikit orang yang ingin menyekolahkan anak perempuannya. Perlu sedikit waktu, tetapi dari pihak kami tidak ada masalah.” Wahida mengatakan hanya berkat dukungan kakak dan ibunya, dia bisa melanjutkan sekolah. Ibunya, yang tidak pernah diizinkan pergi ke sekolah, mengatakan kepada putrinya bahwa dia harus terus memperjuangkan hak-hak perempuan meskipun konflik meningkat.

“Saya berharap saya bisa mewujudkan impian ibu saya. Tetapi dalam situasi saat ini, saya khawatir saya tidak akan menyelesaikan sekolah saya, apalagi kuliah dan menjadi pembela bagi orang lain.” Tapi Wahida punya harapan, karena cerita seperti Shamsia Alizada.

Mereka yang lulus sekolah
Ada beberapa perempuan muda, yang meskipun ada kesenjangan digital, konflik yang berkelanjutan, ketidaksetaraan gender dan Covid-19, masih mampu menjadi inspirasi. Tahun lalu Shamsia mendapat nilai paling tinggi dari 170.000 pelamar dalam ujian masuk universitas Afghanistan. Sebagai putri seorang penambang batu bara, ia dibesarkan di salah satu daerah yang paling miskin dan rentan di Kabul.

Pada tahun 2018, sekolahnya diserang oleh kelompok yang menyebut diri sebagai Negara Islam, atau yang dikenal sebagai ISIS. Lebih dari 46 rekan mahasiswanya tewas. Kemudian pada tahun 2020, setelah pindah ke lingkungan baru, sekolah barunya juga diserang oleh ISIS.

“Belajar di Afghanistan sulit dan saya memiliki banyak ketakutan. Tetapi pusat pendidikan kami telah mengambil beberapa langkah keamanan yang membantu saya merasa lebih aman. “Dan ketika Anda begitu sibuk belajar, tidak ada banyak waktu untuk memikirkan keamanan,” kata Shamsia. Setelah mendapatkan beasiswa untuk belajar di Turki, Shamsia kini sedang menjalani pelatihan untuk menjadi seorang dokter.

ISIS, ancaman baru
November lalu, Shahla sedang mengajar di Universitas Kabul ketika beberapa pria bersenjata menyerbu kampus dan melepaskan tembakan di ruang kelas sebelah. “Saya sedang berada di sebuah pameran buku ketika tiba-tiba saya mendengar suara tembakan terus menerus. Para siswa dengan putus asa berlarian ke mana-mana, ada yang menangis, ada yang segera menelepon, dan ada yang berlari menuju gerbang utama,” kata Shahla.

Ketika pasukan keamanan pemerintah tiba, pertempuran pecah antara kedua belah pihak yang berlangsung berjam-jam. Sebanyak 22 orang kehilangan nyawa dan lebih dari 22 terluka. “Sebagian besar korban adalah perempuan,” kata Shahla. “Dan bahkan polisi tidak ingin membantu perempuan yang terluka dan melarikan diri dari tempat kejadian karena mereka percaya menyentuh perempuan adalah haram.”

“Tapi kemudian ketika pasukan khusus tiba, mereka membawa gadis-gadis itu.” ISIS kemudian mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, dan mengatakan mereka menargetkan “wisuda para hakim dan para penyelidik yang bekerja untuk pemerintah Afghanistan yang murtad.” ISIS-K, cabang dari kelompok pemberontak jihad, dibentuk di Afghanistan pada tahun 2014.

Sejak itu, mereka mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan paling mematikan di ibu kota termasuk pusat pendidikan dan sekolah. Perempuan dan anak-anak, termasuk bayi yang baru lahir, menjadi sasaran salah satu serangan paling keji yang diklaim oleh ISIS tahun lalu. Sebuah serangan di bangsal bersalin rumah sakit menyebabkan 16 orang tewas dan 16 lainnya luka-luka.

Bagi seorang pendidik berdedikasi, Shahla, eskalasi kekerasan oleh kelompok pemberontak seperti ISIS dan perluasan wilayah Taliban adalah alasan dia harus sekali lagi mulai mengumpulkan buku-buku. “Saya harus memastikan bahwa saya memiliki cukup uang untuk membeli tenda, buku-buku, dan pena karena saya tahu Taliban tidak akan mengizinkan anak perempuan untuk belajar di sekolah.

“Bahkan sekarang ketika mereka mengambil alih sebuah distrik, hal pertama yang mereka lakukan adalah menutup sekolah perempuan.”

Penjualan Burqa Meningkat Pesat Saat Taliban Berkuasa

Taliban menguasai Afghanistan menjadi momok mengerikan untuk para wanita di negara tersebut. Sebelumnya Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan Taliban telah menang karena berhasil menduduki Kantor Kepresidenan. Kenapa Taliban yang kembali berkuasa akan menjadi mimpi terburuk wanita di Afghanistan? Pada 1996 hingga 2001 saat Taliban berkuasa di Afghanistan, seperti dikutip dari Al Jazeera, wanita dilarang pergi bekerja, anak-anak perempuan tidak boleh bersekolah dan para wanita harus menutup wajahnya atau memakai burqa, serta wanita harus ditemani saudara pria jika ingin keluar rumah.

Pada saat itu wanita yang melanggar aturan Taliban akan mendapat hukuman. Selain dipermalukan, para wanita ini juga mendapat hukuman cambuk dari polisi syariah yang berpatroli. Ketakutan kembalinya peraturan itu saat Taliban menguasai Afghanistan sudah terlihat pada awal Juli 2021 kemarin. Seperti dikutip dari Reuters, tentara Taliban yang menguasai Afghanistan memaksa masuk ke dalam kantor Azizi Bank di Kandahar. Mereka kemudian memerintahkan enam pegawai wanita untuk pulang. Para wanita itu dilarang bekerja.

Pejuang Taliban bersenjata itu benar-benar mengawal para pegawai bank wanita itu hingga sampai ke rumah. Dan para pegawai wanita itu diperintahkan untuk tidak kembali bekerja. Menurut para tentara Taliban, saudara pria mereka bisa menggantikan posisi mereka di bank. “Sangat aneh aku tidak boleh pergi bekerja, tapi itulah yang sekarang terjadi,” ujar Noor Khatera, pegawai Azizi Bank dalam wawancara dengan Reuters.

“Aku sudah belajar bahasa Inggris dan bahkan belajar bagaimana mengoperasikan komputer, tapi sekarang aku harus mencari tempat di mana aku bisa bekerja yang lebih banyak wanitanya,” kata wanita 43 tahun itu lagi.

Dua hari setelah kejadian di Azizi Bank cabang Kandahar, peristiwa serupa dialami pegawai wanita di Bank Milli, di Herat, Afghanistan. Menurut kesaksian dua kasir bank, dua tentara Taliban yang membawa senjata masuk ke dalam kantor mereka, memerintahkan para wanita untuk pulang dan tidak menunjukkan wajah mereka di publik.

Maryam Durani, jurnalis dan aktivis hak asasi manusia di Kandahar, Afghanistan mengungkapkan kekhawatiran yang sama seperti para pegawai bank yang disuruh pulang dan dilarang bekerja tentara Taliban. Seperti dikutip dari Financial Times, Maryam mengaku sudah mendapatkan ancaman jika dia meneruskan aktivitasnya sekarang ini.

“Aku belajar selama 25 tahun hanya untuk diperintah oleh orang-orang yang sama sekali tidak berpendidikan. Jika aku diizinkan pergi bekerja, aku yakin aku harus memakai burqa, yang sebenernya aku sudah tidak bisa toleransi,” ujar Maryam yang kini sudah meninggalkan Kabul demi keselamatannya dan keluarganya. “Tidak ada jaminan keamanan untuk kami,” tambahnya. Miriam, seorang wanita Afghanistan yang ditemui kontributor The Guardian saat berbelanja burqa, menyampaikan kekhawatiran yang sama. Dia pergi membeli burqa setelah suaminya memaksanya untuk melakukan itu.

“Suamiku memintaku mengubah gaya busana yang aku pakai dan mulai memakai burqa. Sehingga aku menjadi tidak terlalu menarik perhatian Taliban jika berada di luar rumah,” katanya. Para wanita dan warga Afghanistan pun berharap dunia bisa membantu mereka lepas dari Taliban. Karena jika Taliban berkuasa, semua hak asasi yang didapatkan para wanita dan anak-anak sebelumnya akan dicabut dalam berbagai aspek kehidupan.”Wanita dan anak-anak adalah yang paling menderita di sini. Dunia harus memahami dan menolong kami,” ucap juru bicara pemerintah Afghanistan kepada Reuters.

Ribuan Warga Afganistan Melarikan Diri Dari Taliban

“Utamanya dipastikan bahwa para penumpang ini dengan aman dibawa keluar dari negara tersebut,” imbuhnya.
Menurut situs pelacakan penerbangan FlightAware, penerbangan itu mendarat di Qatar pada Senin (16/8) dini hari waktu setempat. Militer AS tidak menyebut lebih lanjut tujuan penerbangan itu.

Pesawat transpor C-17 itu bukan satu-satunya pesawat militer yang membawa begitu banyak warga Afghanistan meninggalkan negaranya. Defense One yang mengutip seorang pejabat AS melaporkan sejumlah penerbangan lainnya dari Kabul juga membawa penumpang dengan jumlah yang tak jauh berbeda. Ini bukan momen pertama bagi pesawat Boeing C-17 yang dimiliki Angkatan Udara AS digunakan untuk evakuasi besar-besaran. Tahun 2013 lalu, sebuah pesawat C-17 milik AS terbang dengan membawa lebih dari 670 orang dari wilayah Filipina bagian timur usai topan Haiyan melanda.

Saat beroperasi normal. pesawat transpor C-17 diketahui biasa membawa 100 tentara dengan perlengkapan mereka. “Utamanya dipastikan bahwa para penumpang ini dengan aman dibawa keluar dari negara tersebut,” imbuhnya. Menurut situs pelacakan penerbangan FlightAware, penerbangan itu mendarat di Qatar pada Senin (16/8) dini hari waktu setempat. Militer AS tidak menyebut lebih lanjut tujuan penerbangan itu.

Pesawat transpor C-17 itu bukan satu-satunya pesawat militer yang membawa begitu banyak warga Afghanistan meninggalkan negaranya. Defense One yang mengutip seorang pejabat AS melaporkan sejumlah penerbangan lainnya dari Kabul juga membawa penumpang dengan jumlah yang tak jauh berbeda.

Ini bukan momen pertama bagi pesawat Boeing C-17 yang dimiliki Angkatan Udara AS digunakan untuk evakuasi besar-besaran. Tahun 2013 lalu, sebuah pesawat C-17 milik AS terbang dengan membawa lebih dari 670 orang dari wilayah Filipina bagian timur usai topan Haiyan melanda. Saat beroperasi normal. pesawat transpor C-17 diketahui biasa membawa 100 tentara dengan perlengkapan mereka.

Sejumlah warga Afghanistan yang putus asa dilaporkan nekat berpegangan pada sebuah pesawat militer Amerika Serikat (AS) yang terbang meninggalkan Kabul. Beberapa dari mereka bahkan dilaporkan terjatuh dari udara dan meninggal dunia. Seperti dilansir Newsweek dan CNN, Senin (16/8/2021), insiden tragis yang terjadi di bandara Kabul ini terekam kamera amatir yang menyebar luas di media sosial.

Video-video yang beredar menunjukkan beberapa pria muda nekat berpegangan pada badan pesawat militer C-17 milik AS yang tengah diparkir di area Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, pada Senin (16/8) waktu setempat.

Kekacauan menyelimuti bandara Kabul pada awal pekan ini setelah kelompok Taliban berhasil merebut kekuasaan dari pemerintahan Afghanistan yang kolaps. Situasi ini mendorong ribuan warga Afghanistan untuk membanjiri bandara, bahkan hingga ke landasan, demi bisa meninggalkan negara tersebut.

Ribuan tentara AS yang dikerahkan ke bandara Kabul untuk mengamankan evakuasi personel diplomatik dan warga, kini juga menjaga keamanan di area bandara. Semua penerbangan komersial dari Kabul juga diketahui telah dibatalkan pada Senin (16/8) ini setelah terjadi kekacauan tersebut.

Salah satu video yang diunggah kantor berita Afghan Asvaka News menunjukkan dua objek tak teridentifikasi terjatuh dari badan pesawat yang baru saja lepas landas dari bandara Kabul. “Video itu menunjukkan sebuah penerbangan dari bandara Kabul di mana dua orang terlempar dari sebuah pesawat ke rumah-rumah penduduk,” demikian bunyi laporan Afghan Asvaka News sembari menyertakan potongan video berdurasi 11 detik yang ditonton lebih dari 1 juta kali.

Gempa 7.2 Ritcher Hantam Haiti

Jumlah korban meninggal akibat gempa dengan Magnitudo 7.2 di Haiti melonjak hingga 227 orang.
Seperti dilansir Reuters, Minggu (15/8), ratusan orang luka-luka dan hilang dalam bencana alam itu.
Dari rekaman video amatir dan foto yang beredar di dunia maya, banyak bangunan yang berada di kota Petit Trou de Nippes, sekitar 150 kilometer dari Ibu Kota Port-au-Prince, ambruk akibat guncangan gempa. Sejumlah gereja, hotel hingga rumah rusak berat hingga ambruk akibat guncangan gempa. Sebagian besar korban meninggal tertimpa reruntuhan bangunan.

Sejumlah bangunan di Kota Les Cayes yang tidak jauh dari Petit Trou de Nippes juga rusak berat atau bahkan roboh akibat guncangan gempa. “Saya lihat ada orang ditarik dari bawah reruntuhan bangunan, kemungkinan ada yang masih hidup dan meninggal,” kata seorang penduduk Les Cayes, Jean Marie Simon (38).Saat gempa terjadi Simon tengah berbelanja di pasar. Dia lantas panik dan langsung bergegas pulang mencari keluarganya.

“Sepanjang jalan saya mendengar suara tangisan orang-orang,” kata Simon. Simon mengatakan ketika gempa terjadi sang istri dan anaknya yang berusia dua tahun tengah mandi. Istrinya lantas lari dari kamar mandi ke jalan tanpa busana karena panik, dan tepat sebelum bagian depan rumah mereka roboh. Simon kemudian memberikan bajunya untuk dipakai sang istri dan mereka kini mengungsi di halaman gereja setempat.

“Gempa susulan masih terasa dan setiap ada guncangan, orang lari dan berteriak. Kaki saya saja masih gemetar,” kata Simon. Penduduk Les Cayes yang berada di pesisir sempat panik dan naik ke pegunungan karena khawatir akan terjadi tsunami. Namun, hal itu tidak terjadi.

Haiti pernah diguncang gempa dengan Magnitudo 7 pada 12 Januari 2010 silam, yang menelan korban jiwa hingga 300 ribu orang. Gempa besar yang mengguncang Haiti kali ini terjadi setelah lebih dari satu bulan peristiwa pembunuhan terhadap Presiden Jovenel Moise. Selain itu penduduk Haiti juga diperingatkan akan ancaman Badai Tropis Grace, yang kemungkinan menghantam negara itu pada Senin malam atau Selasa pagi pekan depan.

Dua hal itu membuat penderitaan masyarakat Haiti semakin bertambah, yakni akibat kekacauan politik, tingginya tingkat kejahatan, Covid-19 dan ancaman badai.

Perdana Menteri Haiti, Ariel Henry, menetapkan Haiti dalam status darurat bencana selama satu bulan. Dalam jumpa pers dia menyatakan saat ini belum meminta bantuan dari negara lain sampai tingkat kerusakan bisa ditaksir.

Korban meninggal akibat gempa berkekuatan 7,2 magnitudo di Haiti mencapai 304 jiwa. Hingga kini, petugas setempat masih melakukan pencarian korban selamat.
Badan Perlindungan Sipil Haiti mengungkapkan beberapa jam usai gempa, jumlah korban tewas melonjak menjadi 304 orang. Dari jumlah itu, 160 orang di antaranya berasal dari daerah pusat gempa.

“Respons awal, baik oleh penyelamat profesional dan anggota masyarakat telah membuat banyak orang diselamatkan dari reruntuhan. Rumah sakit terus menerima korban luka-luka,” terang Badan Perlindungan sipil Haiti Jerry Chandler kepada AFP, Minggu (15/8) Otoritas itu mengatakan ratusan orang terluka dan masih hilang. Banyaknya korban luka membuat rumah sakit Kota Pastel, Corailles dan Roseaux benar-benar penuh.

Gempa di Haiti terjadi pada Sabtu (14/8). Pusat Gempa berada sekitar 160 kilometer dari ibu kota Port-au-Prince yang merupakan wilayah padat penduduk. Guncangan itu mulanya terasa di sebagian besar wilayah Karibia. Menurut foto-foto yang diunggah saksi mata, gempa itu meluluhlantakkan sekolah dan rumah-rumah di semenanjung barat daya negara itu.

“Banyak rumah hancur, orang meninggal dan beberapa berada di rumah sakit,” ujar salah stau korban gempa, Christella Saint Hilaire. “Saya berada di rumah ketika mulai ada getaran, saya berada di dekat jendela dan saya melihat semuanya jatuh,” lanjutnya. Hilaire mengaku tertimpa reruntuhan dinding, tetapi ia merasa lukanya tak terlalu parah.

Warga yang lain, berbagi foto di media sosial mengenai upaya mereka menarik korban dari reruntuhan bangunan, sedangkan orang-orang berteriak mencari pertolongan di luar rumah. “Rumah-rumah dan tembok-tembok di sekitarnya telah runtuh. Atap katedral juga runtuh,” kata penduduk Job Joseph dari kota Jeremie di ujung barat Haiti.

Kerusakan parah dilaporkan terjadi di pusat kota, yang sebagian besar terdiri dari tempat tinggal dan bangunan satu lantai.

Kerusakan di kota Les Cayes juga tampak signifikan, termasuk runtuhnya sebuah hotel bertingkat. Sebagai tanggapan atas bencana itu, Perdana Menteri Haiti Ariel Henry mengumumkan keadaan darurat selama satu bulan. Di luar itu, Presiden AS Joe Biden menyampaikan belasungkawanya. Ia merasa sedih dengan bencana yang menimpa Haiti.

“Dalam masa yang sudah menantang bagi rakyat Haiti, saya sedih dengan gempa bumi yang menghancurkan,” kata Biden. Haiti sedang menghadapi masa sulit usai Presiden Jovenel Moise dibunuh di rumahnya oleh kelompok bersenjata. Gempa ini semakin memperkeruh situasi negara yang sudah berjuang melawan kemiskinan, kekerasan yang meningkat, dan pandemi covid-19.

AS juga disebut akan segera mengirim bantuan ke negara tersebut. “(Kami siap) menilai kerusakan dan membantu upaya untuk memulihkan mereka yang terluka dan yang harus sekarang dibangun kembali,” terang Biden. Sebelumnya, gempa berkekuatan 7,0 M juga pernah mengguncang Haiti pada Januari 2010 lalu. Imbas bencana itu lebih dari 200 ribu orang tewas dan 300 ribu lainnya mengalami luka-luka.

Pusat kota Port-au-Prince dan kota-kota terdekat hanya menyisakan reruntuhan berdebu. Gempa itu menghancurkan ratusan ribu rumah, yang membuat setengah juta warga Haiti menjadi tuna wisma. Selain itu, gedung administrasi dan sekolah, belum lagi 60 persen sistem perawatan kesehatan di Haiti juga turut hancur.

Pembangunan kembali rumah sakit utama negara itu masih belum selesai, dan organisasi non-pemerintah telah berjuang untuk menutupi banyak kekurangan di negara bagian itu.

Tidak Punya Roadmap Penanganan COVID … Lebanon Bagai Neraka

Lebanon makin merana akibat kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Kondisi ini semakin parah karena sejak 2019 negara itu telah mengalami krisis keuangan yang menyebabkan banyak orang jatuh ke lubang kemiskinan.
Langkanya BBM, menyebabkan aktivitas dari fasilitas umum terhenti. Termasuk toko roti, toko roti, bisnis, dan rumah sakit mengurangi operasi atau memutuskan untuk menutup operasinya.

Dikutip dari Reuters, Sabtu (14/8/2021) BBM yang selama ini menjadi penggerak aktivitas di Lebanon telah lenyap. Warga Lebanon terpaksa kepanasan di rumah saat musim panas, hidup tanpa AC hingga gelap tanpa lampu. Mereka juga membuang isi kulkas mobil yang dimiliki kini tanpa bensin.

Kondisi itupun dianggap sebagai kondisi yang lebih buruk dari perang saudara 30 tahun lalu tepatnya pada 1975-1990. “Selama perang saudara, bahkan dengan betapa mengerikannya itu, tidak ada pemadaman listrik,” kata salah satu warga Hassan Khalife.

Kementerian Kelistrikan Lebanon mengatakan negaranya membutuhkan daya 3.000 megawatt untuk kebutuhan listrik secara penuh. Tetapi hanya memiliki sedikit bahan bakar dan hanya menghasilkan 750 megawatt listrik. Akibatnya dalam sehari masyarakat Lebanon hanya merasakan listrik satu hingga dua jam saja.

Krisis BBM ini menjadi lanjutan dari krisis keuangan di Lebanon yang telah terjadi sejak 2019. Krisis keuangan terjadi akibat korupsi dan salah urus selama beberapa dekade oleh elit penguasa yang gagal menemukan solusi saat dominasi masyakrakat Lebanon telah tenggelam dalam kemiskinan.

China Laporkan Kasus Infeksi Antraks

China melaporkan kasus infeksi pneumonia antraks yang dialami seorang penduduk di Chengde, Provinsi Hebei.
Pasien itu disebut memiliki riwayat kontak dengan sapi dan domba serta produk yang berasal dari kedua hewan tersebut. Global Times melaporkan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China menyatakan pasien itu dibawa menggunakan ambulans empat hari usai menunjukkan gejala infeksi antraks. Pasien itu kemudian dikarantina dan dirawat.

Penyakit Antraks disebut sangat mematikan jika tidak ditangani dengan benar. Bacillus anthracis, patogen penyebab antraks, dikembangkan menjadi senjata biokimia dan digunakan pada abad ke-20. Menurut sebuah artikel yang diterbitkan di Science Focus merujuk pada jurnal dari Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, Jepang menggunakan antraks sebagai senjata biokimia dalam Perang Dunia II.

Antraks lazim ditemukan di antara sapi dan domba. Infeksi itu menular ke tubuh manusia setelah bersentuhan dengan hewan yang sakit atau produk yang terkontaminasi. CDC Beijing menyatakan sebanyak 95 persen dari kasus yang dilaporkan, adalah kontak kulit, yang dapat menyebabkan lecet dan nekrosis kulit.

Infeksi paling berbahaya adalah pneumonia antraks, yakni ketika seorang pasien menghirup debu yang mengandung Bacillus anthracis dan terpapar olehnya. Orang yang terinfeksi bisa mengalami antraks usus setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, biasanya daging, dan akan mengalami gejala seperti mual, muntah dan diare.

Antraks dapat ditularkan langsung antarmanusia tetapi tidak menular seperti flu atau Covid-19. Bacillus anthracis adalah bakteri dan obat yang mujarab buat melawan virus itu adalah antibiotik.

Penembakan Massal Terjadi Lagi Di Inggris

Setidaknya enam orang tewas setelah seorang pria melepaskan sejumlah tembakan di Kota Plymouth, Inggris, pada Kamis (12/8). Kepolisian daerah Devon dan Cornwall menyatakan bahwa empat orang dinyatakan tewas di lokasi tak lama setelah insiden terjadi.

“Dua perempuan dan dua laki-laki meninggal di tempat,” demikian pernyataan kepolisian yang dikutip AFP, Jumat (13/8). Mereka kemudian menjelaskan bahwa satu korban lagi sempat dilarikan ke rumah sakit. Namun, ia meninggal tak lama setelah tiba di rumah sakit.

Kepolisian juga mengevakuasi satu jasad pria yang diyakini sebagai pelaku penembakan.”Semuanya diyakini tewas akibat luka tembakan,” demikian pernyataan kepolsian. Seorang pejabat daerah, Luke Pollard, kemudian melaporkan bahwa salah satu korban tewas “merupakan anak berusia di bawah 10 tahun.”

Hingga kini, kepolisian masih menelusuri motif pelaku dan keterkaitan pria tersebut dengan para korban. Mereka masih kesulitan mendapatkan saksi mata karena insiden terjadi tengah malam.

“Penyelidikan masih berlanjut. Polisi menekankan insiden ini tak terkait dengan terorisme,” tulis kepolisian dalam keterangannya. Menteri Dalam Negeri Inggris, Priti Patel, mengucapkan belasungkawa atas kematian para korban. Namun, ia meminta warga tetap tenang karena pihak berwenang sudah mengendalikan situasi.

“Saya mohon semuanya tetap tenang, mengikuti arahan kepolisian, dan membiarkan petugas darurat kami bekerja,” ucap Patel.

Daftar Kota Afganistan Yang Direbut Kembali Taliban

Taliban merebut sejumlah kota besar di Afghanistan dalam upaya memegang kendali penuh atas negara tersebut. Berikut daftar kota Afghanistan yang direbut Taliban. Kota-kota itu adalah Kandahar, Herat, Lashkar Gah, dan Qala-e-Naw. Saat ini, Taliban juga semakin dekat ke Kabul, Ibu Kota Afghanistan.

Kandahar adalah kota terbesar kedua di Afghanistan. Sejumlah pihak khawatir kejatuhan Kandahar ke tangan Taliban membuat kelompok tersebut semakin dekat untuk merebut Ibu Kota Kabul. Sedangkan Herat adalah kota terbesar di barat Afghanistan. Sementara, Lashkar Gah di selatan dan Qala-e-Naw di barat laut negara tersebut.

Seperti dikutip CNN pada Jumat (13/8), total, Taliban berhasil menduduki 12 ibu kota provinsi dan dua kota lainnya di Afghanistan. Juru bicara Taliban menuturkan bahwa kejatuhan kota-kota besar itu adalah tanda bahwa Afghanistan menyambut kelompoknya.

Sementara itu, pemerintah Afghanistan masih mengendalikan kota-kota utama seperti Ibu Kota Kabul, Mazar-i-Sharif, dan Jalalabad dekat perbatasan Pakistan. Serangan Taliban dimulai sejak Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menarik pasukan dari Afghanistan per Mei lalu. Sejak saat itu, Taliban menggempur pasukan pemerintah Afghanistan untuk kembali berkuasa. AS kini juga tengah bersiap untuk menarik 30 ribu pegawai kedutaan dan warga Afghanistan. Seperti dilansir AFP pada Jumat (13/8), Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan, 3.000 tentara AS akan ditempatkan di sana pada Minggu (15/8).

“Sehingga bisa mengevakuasi ribuan orang per hari dari Afghanistan,” ucap John Kirby.

Langkah serupa juga dilakukan beberapa negara. Denmark dan Norwegia akan menutup sementara kantor kedutaan mereka di Kabul. Kemudian, Finlandia akan mengevakuasi hingga 130 pekerja lokal Afghanistan. Jerman juga akan mengurangi staf diplomatiknya di Kabul.

Hampir dua dekade lamanya militer Amerika Serikat bercokol di Afghanistan. Ribuan tentara AS dikerahkan membantu dan melatih pasukan bersenjata Afghanistan melawan gempuran pemberontak, terutama Taliban. Selama hampir dua dekade pula AS meyakinkan publik bahwa kehadirannya di Afganistan berhasil mengasah kemampuan bertarung dan strategi angkatan bersenjata negara itu menjadi lebih baik.

Tak tanggung, AS dibantu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menghabiskan miliaran dolar demi melatih dan memasok senjata untuk militer dan kepolisian Afghanistan. Menurut data Kementerian Luar Negeri AS yang dikutip Eurasia Review, militer AS setidaknya menghabiskan US$778 miliar selama menginvasi Afghanistan sejak Oktober 2001-September 2019.

Namun, hasil tampaknya tak sejalan dengan biaya dan sumber daya yang dikeluarkan AS dan negara sekutu untuk Afghanistan selama ini.Sejak AS dan NATO resmi menarik pasukannya di Afghanistan pada Mei lalu, tentara pemerintahan Presiden Ashraf Ghani mulai kelimpungan menghadapi Taliban yang berupaya berkuasa lagi.

Taliban justru mulai kembali menunjukkan taringnya dengan menggempur pasukan pemerintah Afghanistan sejak pasukan AS dan NATO bertahap keluar dari negara itu. Tentara Afghanistan di sejumlah titik bahkan kabur tanpa perlawanan ketika Taliban menyerang.

Pada akhir Juli lalu, Taliban mengklaim telah menguasai 90 persen perbatasan negara tersebut. Dalam sepekan terakhir, kelompok itu membuat pasukan Afghanistan keok dengan berhasil menduduki 10 ibu kota provinsi di negara itu. Kemenangan Taliban pun membuat pemerintah Afghanistan kian tersudut. The New York Times melaporkan, ratusan tentara menyerah, sejumlah besar senjata dan peralatan militer pun melayang.

Sejumlah analis menganggap ketidaksiapan tentara Afghanistan ini merupakan bukti bahwa AS gagal melatih pasukan negara tersebut. Afghanistan sampai-sampai harus merekrut milisi-milisi bersenjata rakyat untuk membantu. “Pasukan Afghanistan masa kini terbiasa bertempur bersama pasukan Amerika dan NATO yang lebih kuat, yang sudah membantu mereka secara aktif sejak 2001,” tulis analis dari Observer Research Foundation, Saaransh Mishra, dalam tulisannya di Eurasia Review.

Di sisi lain, militer AS terlihat tak lagi agresif membantu pasukan Afghanistan sejak pasukannya meninggalkan negara itu. Sejauh ini, pasukan AS yang tersisa di Afghanistan hanya melakukan beberapa kali serangan terhadap Taliban melalui serangan udara. Upaya AS itu pun dirasa tak cukup membantu memukul mundur Taliban. Berbicara di Gedung Putih pada Selasa (10/8), Presiden AS Joe Biden mengaku tak menyesal dengan keputusannya menarik pasukan AS keluar dari Afghanistan.

Selama ini, pejabat AS terus meyakinkan publik bahwa kehadirannya di Afghanistan berbuah manis. Di awal invasi berlangsung, AS di depan publik bahkan berbual dengan memuji-muji pasukan Afghanistan yang baru mereka latih sebagai “kekuatan multi-etnis yang sangat profesional, yang dengan cepat menjadi pilar keamanan negara.”
Pada 2014, jenderal Angkatan Laut AS saat itu, John Allen, menganggap pasukan Afghanistan lebih baik dari yang ia kira selama ini.

Namun, kenyataan di lapangan disebut jauh berbeda. Dalam memo internal pemerintahan AS, para pejabat dan militer mengaku khawatir lantaran menemukan bahwa banyak dari pasukan Afghanistan yang masih buta huruf dan tidak terlatih. Beberapa pihak pun menilai AS selama ini hanya membuang waktu dan uang di Afghanistan. Pasalnya, pasukan Afghanistan merupakan salah satu angkatan bersenjata yang sangat tidak kompeten, dan korup. Banyak pula di antara mereka yang berkhianat.

Kabul Diprediksi Jatuh ke Tangan Taliban dalam 90 Hari. Dalam laporan The Washington Post berjudul Unguarded Nation pada 2019 lalu, beberapa pejabat AS, NATO, hingga Afghanistan sendiri menggambarkan upaya mereka memperkuat pasukan negara Asia Selatan tersebut selama ini hanya sebagai malapetaka berkepanjangan.

Mereka menggambarkan pasukan keamanan Afghanistan itu tidak kompeten, tidak termotivasi, kurang terlatih, korup, dan penuh dengan pembelot hingga penyusup. Dalam satu wawancara, seorang pejabat Angkatan Laut AS, Thomas Johnson, mengatakan bahwa warga Afghanistan memandang kepolisian sebagai bandit pemangsa dan “lembaga paling dibenci” di negara tersebut.

Mantan Duta Besar AS di Kabul, Ryan Crocker, mengatakan kepolisian Afghanistan bukan lah kekurangan senjata atau pasukan, tapi mereka tidak berguna dan korup sampai ke tingkat petugas biasa. Selain itu, korupsi juga mengakar dalam pasukan keamanan Afghanistan. Di atas kertas, Afghanistan mendata bahwa mereka memiliki sedikitnya 352 ribu pasukan bersenjata, terdiri dari militer dan polisi yang siap tempur.

Namun, pemerintah Afghanistan hanya dapat membuktikan bahwa ada 254 ribu pasukan yang aktif saat ini. Selama bertahun-tahun, para komandan militer Afghanistan disebut menggelembungkan jumlah pasukan demi mendapat uang lebih dari AS yang selama ini membayar gaji para personel.Akibatnya, saat ini AS meminta Afghanistan menggunakan data biometrik dengan sidik jari dan pemindaian wajah untuk mencairkan gaji para pasukannya.

Jepang Peringati 76 Tahun Dibom Atom Oleh Amerika Serikat

Kota Nagasaki di Jepang pada hari Senin (9/8) ini memperingati 76 tahun tragedi bom atom Amerika Serikat yang pernah menghancurkan kota tersebut. Wali Kota Nagasaki menyerukan komunitas global untuk membentuk perjanjian larangan nuklir baru. Nagasaki pernah diratakan dalam neraka nuklir yang menewaskan 74.000 orang, tiga hari setelah bom nuklir yang menghantam Hiroshima.

Serangan nuklir kembar itu menjadikan Jepang sebagai satu-satunya negara yang pernah terkena bom atom.

Seperti diberitakan kantor berita AFP, Senin (9/8/2021), para penyintas dan beberapa pejabat asing berdoa dalam hati pada pukul 11:02 waktu setempat, waktu ketika senjata nuklir kedua – dan terakhir – yang digunakan pada masa perang, dijatuhkan ke kota Nagasaki.

Dalam peringatan tahun ini, jumlah orang yang hadir jauh lebih sedikit karena pembatasan virus Corona. Seremoni ini adalah yang pertama sejak perjanjian internasional yang melarang senjata nuklir mulai berlaku tahun lalu. “Para pemimpin dunia harus berkomitmen pada pengurangan senjata nuklir dan membangun kepercayaan melalui dialog, dan masyarakat sipil harus mendorong mereka ke arah ini,” kata Wali Kota Nagasaki Tomihisa Taue.

Perjanjian internasional itu belum ditandatangani oleh negara-negara yang memiliki persenjataan nuklir. Namun, para aktivis percaya itu akan memiliki efek jera secara bertahap. Jepang juga belum menandatanganinya, dengan mengatakan perjanjian itu tidak punya arti tanpa persetujuan dari negara-negara bersenjata nuklir.

“Sebagai satu-satunya negara yang menderita bom atom selama perang, adalah misi kami yang tidak berubah untuk terus memajukan upaya masyarakat internasional, selangkah demi selangkah, menuju perwujudan dunia yang bebas dari senjata nuklir,” kata Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dalam seremoni tersebut.

Sebelumnya pada hari Jumat (6/8) waktu setempat di Hiroshima, Jepang memperingati 76 tahun sejak AS menjatuhkan bom atom pertama di dunia, yang menewaskan sekitar 140.000 orang. Barack Obama menjadi presiden AS pertama yang mengunjungi Hiroshima pada 2016, tetapi Washington tidak pernah menyetujui tuntutan permintaan maaf atas pemboman tersebut.

Peristiwa bom Hiroshima diperingati pada 6 Agustus di setiap tahunnya. Pada tanggal tersebut di tahun 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima menjelang akhir Perang Dunia II.
Dilansir dari buku ‘Sejarah SMA/MA Kelas XII IPS’ oleh Ignas Kingkin Teja, dampak bom atom hiroshima, nagasaki terjadi berkepanjangan dan turun menurun, Bahkan, radiasi uranium bom Hiroshima menyebabkan penduduk Jepang mengalami kanker tenggorokan, cacat mental, dan penyakit lain.

Berapa jumlah korban bom Hiroshima?
Jumlah korban bom Hiroshima diperkirakan sebanyak 140.000 dari 350.000 penduduk. Saat itu ditaksir 28.000 orang meninggal secara langsung. Sementara, 10.000 orang terdampak radiasi atom. Berdasarkan buku ‘IPS Terpadu SMP dan Mts Jilid 2B’ karya Sri Pujiastuti dkk., bom Hiroshima menghancurkan kira-kira 68% bangunan dan merusak 24% bangunan yang ada di kota tersebut. Dan pada 15 Agustus 1945 atau 14 Agustus 1945 waktu New York, Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu.

Kendati demikian, para kritikus menyebutkan bahwa Jepang memang sebenarnya sudah hampir menyerah.

Bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki mempunyai dua nama berbeda. Dikutip dari buku Wahana IPS: Ilmu Pengetahuan Sosial, bom yang dijatuhkan di Hiroshima dinamakan Little Boy. Sementara yang ada di Nagasaki dinamakan Fatman. Penduduk yang selamat dari bom Hiroshima dikenal sebagai hibakusha.

Bagaimana Jepang akhirnya bangkit pasca bom Hiroshima luluh lantak?
Seperti yang pernah diberitakan oleh detikcom, salah satu saksi hidup bom Hiroshima, Teruko Ueno mengatakan bahwa ketika pengeboman tersebut dirinya duduk di tahun kedua sekolah keperawatan di Rumah Sakit Palang Merah Hiroshima.

Berdasarkan kesaksian bom hiroshima dari Teruko, seminggu usai bom terjadi, ia bekerja siang malam untuk merawat korban dengan luka yang mengerikan. Padahal, ia dan yang lain pun tak memiliki makanan dan air juga langka. Mengutip dari BBC Indonesia, Dr. Harold Jacobsen, ilmuwan Proyek Manhattan, mengatakan bahwa banyak orang yang percaya bahwa di Hiroshima tidak akan ada yang tumbuh maupun hidup dalam 70 tahun.

Tetapi, pada musim gugur 1945, gulma mulai tumbuh. Pada musim panas setelahnya, bunga oleanders mekar. Cabang-cabang baru pohon kapur barus juga mulai tumbuh. Oleander dan kapur barus kemudian dinyatakan sebagai bunga dan pohon resmi Hiroshima, sebagai simbol kota yang disayangi.

Kemudian bala bantuan dari seluruh Jepang dan luar negeri berdatangan. Mulai dari mobil-mobil kota dan pepohonan. Pada 6 agustus 1949, diberlakukan UU Konstruksi Peringatan Perdamaian Hiroshima. Undang-undang ini adalah usaha dari warga setempat dan walikota Hiroshima saat itu, Shinzo Hamai. UU Konstruksi 1949 tak hanya membangun kota Hiroshima kembali, namun juga upaya pengabdian mempromosikan perdamaian.

Itu dia beberapa fakta sejarah bom Hiroshima serta kisah bagaimana Jepang, terutama kota hiroshima kembali bangkit.

Warga Jerman Yang Divaksin Berhasil Selamatkan Ribuan Jiwa

Studi terbaru yang dirilis oleh badan pengendalian pandemi Jerman, Robert Koch Institute (RKI), menunjukkan bahwa vaksinasi massal virus corona di negara itu telah mencegah ribuan kematian. Laporan yang diterbitkan pada Jumat (06/08), menemukan bahwa vaksinasi telah mencegah 38.000 kematian selama terjadinya “gelombang ketiga” virus corona di Jerman. Lebih dari 706.000 kasus infeksi baru berhasil dicegah karena masyarakat telah disuntik vaksin.

Model perhitungan di atas dihitung berdasarkan data dari 6,5 bulan terakhir kampanye vaksinasi massal Jerman tahun ini. Vaksinasi disebut mencegah lebih dari 76.000 orang dirawat inap, dan membuat hampir 20.000 orang tidak dirawat di unit perawatan intensif. RKI menemukan bahwa vaksinasi memiliki tingkat efektivitas yang tinggi terhadap virus. Laporan juga menunjukkan bahwa vaksinasi akan “membantu kita keluar dari pandemi.”

45 juta orang di Jerman divaksinasi penuh
Otoritas Jerman saat ini sedang mencari cara terbaik untuk meningkatkan vaksinasi di negara itu, di tengah munculnya varian delta yang lebih menular. Menteri Kesehatan Jens Spahn mengatakan pada Sabtu (07/08) bahwa lebih dari 45 juta orang di Jerman telah divaksinasi penuh, atau 54,5% dari populasi. Sementara itu, sebanyak 51,8 juta orang di Jerman, atau 62,3%, telah menerima setidaknya satu dosis vaksin virus corona.

Spahn baru-baru ini merekomendasikan vaksinasi untuk anak berusia 12 hingga 17 tahun, tetapi gagasan tersebut belum didukung oleh regulator vaksin nasional STIKO. “Mendapatkan vaksin adalah keputusan pribadi, tetapi juga keputusan yang mempengaruhi kita semua sebagai sebuah komunitas. Setiap individu akan menentukan seberapa baik kita semua akan melewati musim gugur dan musim dingin,” kata Spahn lewat Twitter-nya.

Kontroversi kebijakan vaksinasi
Negara-negara Eropa lainnya antara lain Prancis dan Italia, telah menerapkan kebijakan yang mewajibkan warganya untuk membuktikan bahwa mereka telah divaksinasi atau pulih dari COVID-19 untuk memasuki ruang publik, seperti restoran. Warga pun memprotes keras keputusan tersebut. Warga percaya bahwa kebijakan tersebut melanggar kebebasan mereka.

Di Jerman, pengikut gerakan Querdenker (pemikir lateral) turun ke jalan menentang aturan pembatasan dan vaksin virus corona. Beberapa politisi Jerman juga telah menentang bahwa vaksinasi virus corona adalah kewajiban.

Andrew Ullman, anggota Partai Demokrat Bebas (FDP) yang pro pasar bebas di parlemen Jerman (Bundestag), mengatakan kepada outlet Deutschlandfunk pada Sabtu (07/08) bahwa meskipun dia mendukung vaksinasi, tetapi dia yakin bahwa wajib vaksin bukanlah kebijakan yang efektif.