Banyak warga Afghanistan yang berusaha melarikan diri setelah Taliban menguasai negara mereka. Di bawah kepemimpinan kelompok milisi tersebut, mereka memang tidak bisa mendapatkan kebebasan dan harus hidup dengan ketakutan. Apalagi bagi para wanita yang sering menjadi target dan korban. Karena itu, fotografer Roya Heydari memilih untuk segera pindah dari sana.
Roya Heydari adalah seorang fotografer dan pembuat film. Seperti kebanyakan orang Afghanistan, ia berniat untuk melarikan diri untuk melindungi nyawa mereka. Meski sudah berhasil keluar dari sana, wanita cantik itu dilakukan dengan berat hati.
“Aku meninggalkan seluruh kehidupanku, rumahku untuk bisa terus punya suara. Sekali lagi, aku melarikan diri dari tanah airku. Sekali lagi, aku memulai dari awal. Aku hanya mengambil kameraku dan jiwa mati untuk melintasi samudera. Dengan hati yang berat, selamat tinggal tanah airku. Sampai bertemu lagi,” tulisnya di Twiiter.
Curhatan kesedihannya itu pun jadi viral. Mewakili bagaimana perasaan banyak orang Afghanistan terpaksa meninggalkan negara mereka, postingan itu sudah disukai lebih 120 ribu kali dan mendapatkan seribuan komentar. Roya pun mendapat banyak dukungan dari netizen di seluruh dunia.
Dilansir Al Jazeera, Roya Heydari kini telah berhasil kabur dari ibu kota Kabul dan tiba di Perancis. Salah satu ketakutannya atas kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan adalah jika tidak diperbolehkan bekerja. “Kematian hanya datang sekali, aku tidak takut mereka membunuhku. Apa yang aku takutkan adalah dibelenggu, tidak bisa keluar dan meneruskan pekerjaanku,” ujarnya.
Roya Heydari sendiri lahir dalam pengasingan dan baru kembali ke Afghanistan di usia 10 tahun. Selama ini, ia mengalami sejumlah kesulitan dan diancam oleh sejumlah kelompok. Roya pernah berhadapan dengan berbagai serangan dan ledakan tapi menurutnya banyak pembelajaran yang membuatnya bersyukur masih hidup sampai sekarang.
“Aku tidak pernah takut mati atau ancaman dan aku tidak pernah ingin menyerah dan menyembunyikan suaraku. Pertahanan dan kekuatan adalah untuk tidak mati dalam perang ini tapi tetap hidup jadi kamu bisa menjadi suara yang lebih besar untuk generasi dan orang-orangmu,” ujarnya dilansir Rediff.
Banyak orang Afghanistan yang terpaksa keluar dari negaranya setelah Taliban berkuasa. Bukan hanya takut hidup dalam tekanan, beberapa dari mereka melarikan diri karena dikhawatirkan jadi target penculikan bahkan pembunuhan. Salah satu wanita yang berhasil kabur dari sana adalah pelatih sepak bola putri Wida Zemarai. Ia pun mengungkapkan ketakutannya akan nasib pemain lainnya.
Pelatih sepak bola putri Afghanistan Wida Zemarai berhasil melarikan diri dan baru-baru ini tiba di Swedia. Beruntung bisa keluar dari negara berkonflik tersebut, Wida tetap memikirkan nasib pemain lain yang dikatakan berisiko ditangkap dan dijadikan budak seks. “Sangat mengerikan memikirkannya. Taliban berkata yang mereka lakukan adalah jihad tapi mereka memilih gadis-gadis untuk dijadikan budak seks. Jika Taliban berhasil menangkap gadis-gadis itu, mereka tidak akan membiarkan begitu saja di rumah seperti boneka. Mereka ingin menggunakan mereka sebagai budak seks dan menyiksa mereka. Mungkin sampai mereka mati,” katanya kepada Expressen.
“Sebut saja Taliban mengetahui seorang pemain. Mereka akan membawanya, menyiksanya, dan mendapatkan informasi di mana sisa pemain lainnya,” tambah Wida. Wida pun menceritakan apa yang terjadi dengan pemain-pemain bola putri di Afghanistan. Ketika saling kontak, mereka berbisik seperti ada pasukan Taliban di sekitar. Mereka juga meminta pertolongan karena tidak ingin keluarga ikut menjadi korban.
Wanita itu sendiri memang punya dua kebangsaan yakni Afghanistan dan Swedia. Keluarganya pernah melarikan diri ketika rezim Taliban sebelumnya pada 1992. Mereka awalnya pergi ke Rusia dan Ukraina sebelum akhirnya datang ke Swedia. Sebelumnya ia adalah pemain timnas sejak 2014 sampai beberapa tahun lalu ditunjuk sebagai pelatih kiper. Karena itu dia bisa dengan lebih mudah melarikan diri.
“Sangat senang untuk bisa bebas. Aku hanya ingin kita mencoba memastikan gadis-gadis yang hanya menendang bola dan bermimpi jadi pemain bola ini mendapatkan bantuan dengan dievakuasi. Mimpi-mimpi mereka akan sinar karena pemerintah Afghanistan tidak melakukan tugas mereka dengan baik,” ujarnya. Menurutnya, tidak ada tempat untuk olahraga bagi wanita di bawah kekuasaan Taliban. Para pemain pun bisa menjadi sasaran karena mereka telah disiarkan dan diwawancarai. “Mereka sudah pernah menjadi target pelecehan seksual sebelumnya dan itu bisa dibilang mereka berisiko jadi target Taliban 10 kali lebih parah,” ujarnya.