Krisis keuangan negara dan penduduk yang menua membuat sejumlah negara anggota Uni Eropa semakin merana. Pengetatan pengeluaran demi penurunan utang sudah terasa di mana-mana. Krisis keuangan juga membuat lembaga pemerintah menurunkan peringkat utang.
Lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor’s (S&P), Selasa (29/3), menurunkan peringkat utang Yunani menjadi BB-, artinya utang negara Yunani relatif tak terjamin pembayarannya.
”Kami tak sependapat dan kami memiliki penilaian tersendiri,” kata Amadeu Altafaj Tardio, juru bicara untuk Ketua Komisi Ekonomi UE Olli Rehn.
Prahara keuangan tidak saja melanda Yunani, tetapi juga Inggris. Turunnya penerimaan dari pajak, turunnya produktivitas, dan ketatnya persaingan di pasar dunia juga membuat Inggris kehilangan pendapatan negara.
Oleh karena itu, Inggris juga melakukan pengetatan pengeluaran negara. Ratusan organisasi seni di Inggris kehilangan donasi akibat pengurangan pengeluaran negara.
Dari Athena, Yunani, Rabu, diberitakan, para guru dan dokter turun ke jalan. Mereka berdemonstrasi karena rencana pengurangan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
Yunani terpaksa diselamatkan dari kebangkrutan keuangan negara tahun lalu dengan bantuan darurat sebesar 155 miliar dollar AS dari negara-negara kaya di UE dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Beban bunga naik
Hal serupa dialami Portugal. Suku bunga obligasi terbitan Pemerintah Portugal naik lagi sebesar 0,03 persen menjadi 8,02 persen. Ini adalah suku bunga tertinggi obligasi Portugal sejak negara ini bergabung dengan zona euro—julukan bagi 17 negara pengguna mata uang tunggal euro—pada 1999.
S&P juga telah menurunkan peringkat utang obligasi Portugal menjadi BBB- atau hanya berada satu tingkat di atas ”junk status” atau utang yang tidak terjamin lagi.
Para analis memperkirakan Portugal membutuhkan 113 miliar dollar AS utang baru untuk menggerakkan perekonomian dan pertumbuhan ekonomi Portugal.
Selama ini sejumlah negara di UE menjalankan perekonomian negara dengan mengandalkan utang dari pasar. Subsidi kepada rakyatnya serta keengganan melakukan restrukturisasi dan reformasi perekonomian membuat sejumlah pemerintah di UE hanya bisa mengandalkan utang untuk menggerakkan perekonomian.
Kini sumber pembiayaan ekonomi dari pasar utang semakin kering.
Keadaan ini juga dialami Spanyol, salah satu anggota UE. Negara para matador ini kini dipaksa mengurangi pengeluaran negara untuk menekan besaran utang. Hal itu diperlukan untuk meredam kekhawatiran pasar soal kemampuan Spanyol membayari utang-utangnya kelak.
Akan tetapi, Spanyol pun dalam posisi bahaya. Bank Sentral Spanyol menyatakan, target penurunan pengeluaran negara tidak tercapai.