Lee Kuan Yew merupakan Perdana Menteri Singapura pertama. Lee menjabat dari tahun 1959 hingga mengundurkan diri pada tahun 1990. Meskipun telah mengundurkan diri, Lee tetap menjadi tokoh politik yang berpengaruh di Singapura. Semasa pemerintahan mantan perdana menteri Goh Chok Tong, Lee menjabat sebagai Menteri Senior.
Saat ini jabatan dia ialah Menteri Penasihat, sebuah jabatan baru yang dibentuk di bawah kepemimpinan anaknya, Lee Hsien Loong, yang menjadi PM ketiga pada 12 Agustus 2004. Lahir pada 16 September 1923, Lee sempat menjadi penjual Stikfas, sejenis lem yang dibuat dari tapioka, di pasar gelap, karena kuliahnya tertunda akibat Perang Dunia II dan pendudukan Jepang di Singapura pada 1942–1945.
Lee, mengambil mata pelajaran bahasa Mandarin dan bahasa Jepang sejak 1942, bekerja sebagai penulis laporan kilat bagi Jepang serta menjadi editor bahasa Inggris untuk koran propaganda Jepang, Hobudu dari 1943 hingga 1944. Setelah perang berakhir, Lee mengambil jurusan hukum di Fitzwilliam College, Inggris. Ia kembali ke Singapura pada 1949 untuk bekerja sebagai pengacara di biro Laycock & Ong.
Bersama dengan rekan sekolahnya di Inggris, Lee membentuk Partai Aksi Rakyat (PAP) untuk mendorong berdirinya pemerintahan Singapura yang berdaulat sehingga kolonialisme Britania Raya dapat berakhir pada 1954. Lima tahun kemudian, Lee terpilih sebagai Perdana Menteri pertama Singapura, menggantikan mantan Kepala Menteri Singapura, David Saul Marshall.
Selama masa kepemimpinan Lee, Singapura berkembang dari negara golongan Dunia Ketiga menjadi salah satu negara maju di dunia, meskipun hanya mempunyai sedikit penduduk dan sumber daya alam. Dari berbagai pemberitaan, Lee kerap berkata bahwa satu-satunya sumber daya alam Singapura adalah rakyatnya dan ketekadan dalam bekerja.
Namun, pemerintahan Lee bukan tanpa kontroversi. Lee dianggap sebagai seorang otoriter yang condong kepada kaum elit. Lee melaksanakan beberapa peraturan keras guna menekan kaum oposisi dan kebebasan berpendapat, misalnya penuntutan perkara pemfitnahan hingga membangkrutkan musuh-musuh politiknya.
Lee juga pernah memenjarakan Chia Thye Poh, mantan anggota Parlemen partai oposisi Barisan Sosialis, selama 22 tahun, dengan berdasar pada UU Keamanan Dalam Negeri. Untuk memberikan wewenang penuh kepada para hakim dalam keputusan mereka, Lee menghapuskan sistem juri dalam pengadilan Singapura. Lee sendiri pernah dikutip mengatakan bahwa ia lebih suka ditakuti daripada disayangi rakyatnya.
Lee kemudian menjadi perdana menteri untuk tiga dasawarsa atau tujuh masa jabatan berturut-turut hingga tahun 1990, ketika akhirnya dia mengundurkan diri dan digantikan dengan Goh Chok Tong. Namun, Lee tetap menjabat dalam pemerintahan Singapura dengan menjadi menteri senior dalam kabinet yang dibentuk Goh. Ketika Goh mengundurkan diri pada Agustus 2004, anak Lee, Lee Hsien Loong menjabat sebagai Perdana Menteri Singapura hingga saat ini. Lee Kuan Yew menjabat posisi yang baru dibentuk, yakni Menteri Penasihat dalam pemerintahan Singapura.
Lee kemudian mengundurkan diri dari kehidupan publik pada 2011 setelah mundur dari jabatan kabinet, dan setelah Partai Aksi Rakyat yang berkuasa mencatat perolehan suara terburuk dalam pemilu sejak Singapura Merdeka. Selama menjabat, Lee menerima berbagai tanda penghargaan, termasuk “Order of the Companions of Honour” pada 1970, “Knight Grand Cross of the Order of St Michael and St George” pada 1972, “Freedom of the City” di London pada 1982, “Order of the Crown of Johore First Class” pada 1984 dan “Order of the Rising Sun” pada 1967.
Lee juga sempat menulis dua buku memoar. Buku Lee berjudul “The Singapore Story” berisikan pandangannya mengenai sejarah Singapura hingga negara itu keluar dari Federasi Malaysia pada 1965. Buku lainnya, “From Third World to First: The Singapore Story” Lee menuangkan pandangannya mengenai perubahan Singapura menjadi negara maju.
Awal Februari lalu, Lee dilaporkan menderita penyakit pneumonia parah dan dirawat di rumah sakit. Lee Kuan Yew menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Senin (23/4) dini hari. Untuk Singapura, dia meninggalkan warisan yang luar biasa. Lahir 91 tahun lalu, Lee adalah salah satu tokoh pemimpin di Asia dengan kepribadian yang luar biasa. Ketegasan dan ketajamannya dalam membuat kebijakan menjadikan Singapura salah satu negara dengan pendapatan per kapita terbesar di dunia.
Berkat Lee, warga Singapura bisa merasakan pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik berkualitas tinggi. Negara Singa ini juga menjadi magnet bagi para pekerja asing, yang menempati porsi seperlima dari 5 juta warga Singapura. Lee menjabat perdana menteri pertama Singapura usai kemerdekaan pasca Perang Dunia II tahun 1946 dan pada perpisahan dengan Malaysia 1965. Saat itu, siapa mengira salah satu negara terkecil dunia ini bisa bertahan dengan sumber daya alamnya yang minim.
Usai pisah dari Malaysia, Lee menghadapi berbagai masalah serius, seperti angka pengangguran yang tinggi, kurangnya permukiman warga dan korupsi yang meluas. Seluruh permasalahan ini rampung di tangan pemerintahan Lee. Pendapatan Nasional Per Kapita, GNP, Singapura meningkat 15 kali lipat dari US$443 tahun 1960 menjadi US$6.634 di pertengahan 1980-an. Bahkan kini, GNP Singapura telah mencapai lebih dari US$60 ribu.
Beberapa tahun Lee menjabat PM, pengangguran bukan lagi menjadi masalah dengan terciptanya banyak lapangan pekerjaan. Penempatan populasi di perumahan publik juga meningkat sembilan kali lipat dari 9 persen ke 81 persen. Sebagai catatan, Indonesia kini ada di posisi 107 di indeks korupsi dunia. Lee percaya pemerintahan yang bersih akan menciptakan kepercayaan dari dunia, sehingga menarik investasi asing ke Singapura. Menurut laporan Business Environment Risk Intelligence (BERI) tahun 2014, Singapura adalah negara nomor satu dengan potensi investasi terbaik dunia dan negara dengan kemudahan berbisnis terbaik dunia.
“Tidak ada sistem yang bersih, kami menjalankan sistem yang bersih. Kami menjadi bisa diandalkan dan kredibel bagi investor,” kata Lee dalam sebuah wawancara. Meningkatkan perekonomian, Lee fokus pada pembenahan sumber daya manusia. Menurut dia, kualitas sumber daya manusia adalah faktor paling penting dalam menentukan kompetisi nasional.
Karena itulah dia menggenjot kualitas pendidikan Singapura. Lee menjadikan pendidikan Singapora berorientasi inovasi dan mencetak para wirausahawan. Menurut dia, seorang terpelajar harus bisa menciptakan lapangan pekerjaan.”Mereka yang punya otak cerdas untuk menjadi terpelajar juga harus bisa menjadi investor, inovator, pemodal dan wirausahawan, mereka harus membawa produk baru dan layanan ke pasar untuk memperkaya kehidupan orang di manapun,” kata Lee.
Pendidikan yang menekankan kewirausahaan, inovasi, dan manajemen menjadikan sistem pendidikan di Singapura salah satu yang terbaik di dunia. Dua Anak Cukup Akhir tahun 1960an, Lee khawatir pertumbuhan populasi yang pesat akan membuat perekonomian Singapura terganggu. Oleh karena itu dia menerapkan kebijakan “dua anak cukup” dan menyerukan pasangan suami istri melakukan sterilisasi setelah anak kedua.
Kebijakan ini dihentikan di masa Perdana Menteri Goh Chok Tong karena dinilai “terlalu berhasil” dan membuat angka kelahiran menurun drastis. Demi meningkatkan sumber daya manusia, tahun 1983 Lee mengeluarkan kebijakan yang kontrovesial. Saat itu, dia menyerukan pria Singapura untuk menikahi wanita terpelajar. Menurut dia, para wanita lulusan universitas banyak yang urung menikah, sebuah pendapat yang banyak ditolak oleh kaum Hawa.
Pemerintah Lee akhirnya membentuk Unit Pengembangan Sosial, berupa lembaga mak comblang untuk menjodohkan sarjana pria dan wanita. Lee berhenti dari posisi perdana menteri pada tahun 1990 dan memberikan kesempatan pada kaum muda untuk memimpin Singapura. Saat ini, Singapura dipimpin oleh putra sulungnya, Lee Hsien Loong, sebagai perdana menteri ketiga negara itu.
Pada wawancara tahun 1996 pada Singapore Press Club dan Foreign Correspondents Association, Lee percaya bahwa dia telah meninggalkan negara itu pada orang-orang yang bisa diandalkan. “Singapura harus punya dua syarat untuk sukses: pemimpin yang tegar, berdedikasi, tegas, mampu dan jujur, dan orang-orang yang sadar soal kelemahan dasar negara, yang siap untuk turun dan bekerja sama menghadapi tantangan,” ujar Lee. Perdana Menteri pertama Singapura Lee Kuan Yew telah lama dikabarkan sakit dan dirawat karena penyakit pneumonia. Namun warga seperti belum menerima bahwa pendiri dan pembangun Singapura itu suatu saat akan tiada.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, anak sulung Lee Kuan Yew pada awal Maret lalu menyatakan ayahnya gering dan harus menggunakan seperangkat alat pendukung kehidupan. Sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan oleh Lee Kuan Yew.Dalam buku terakhirnya, One Man’s View of the World, Lee Kuan Yew menegaskan bahwa dirinya menginginkan kematian yang cepat. “Ada akhir bagi segalanya, dan saya ingin bagian saya secepat mungkin, dan tanpa rasa sakit. Bukan lumpuh, separuh koma di tempat tidur, dengan selang di hidung hingga perut saya,” tulis pria yang memimpin Singapura selama 31 tahun.
Lee Kuan Yew lahir dari orang tua keturunan Cina tajir yang telah menetap di Singapura sejak abad ke-19. Mantan politikus kelahiran Singapura, kelahiran 16 September 1923, itu sempat tertunda kuliahnya akibat Perang Dunia II dan penjajahan Jepang di Singapura pada 1942-1945. Pada masa sulit itu, Lee Kuan Yew sempat menjual stikfas, sejenis lem dari tapioka di pasar gelap. Ia yang mempelajari bahasa Mandarin dan Jepang, juga bekerja sebagai penulis laporan sekutu bagi Jepang dan editor bahasa Inggris media propaganda Jepang Hobudu sejak 1943-1944. Setelah perang, dia belajar ke Inggris dan pulang membawa gelar ahli hukum dari Universitas Cambridge.
Saat itu, Singapura adalah koloni Inggris dan memiliki pangkalan angkatan laut utama Inggris di Timur Jauh. Negeri itu dipimpin seorang gubernur dan dewan legislatif, sebagian besar terdiri atas pengusaha Cina kaya yang ditunjuk dan bukan dipilih. Pada awal 1950-an, wacana reformasi dan kemerdekaan sudah mulai muncul. Lee Kuan Yew lalu membentuk partai dan menjadi Sekjen Partai Aksi Rakyat (PAP) yang dibentuknya pada 1954. artai Kuan Yew memenangi pemilihan pada Juni 1959 dengan kampanye antikolonialisme, antikomunisme, dan menjanjikan reformasi sosial.
Lee Kuan Yew disumpah menjadi Perdana Menteri Singapura pada 5 Juni 1959, perdana menteri pertama yang terpilih secara independen. Kala itu, usianya masih 36 tahun. Singapura kemudian bergabung dengan Federasi Malaysia pada 1963. Namun, dia akhirnya berjuang agar Singapura memisahkan diri lantaran khawatir akan paska huru-hara etnis di Malaysia. Saat berusia 42 tahun, Lee Kuan Yew berhasil membawa Singapura kepada kemerdekaannya, pada 9 Agustus 1965. Setelah itu, ia membuat kebijakan utama untuk membangun ekonomi Singapura hanya bermodalkan kepercayaan rakyat.
Negeri tanpa sumber daya alam dan sering kekurangan air sempat membuat Lee Kuan Yew pusing kepala dan sulit tidur. Dia meminta nasihat Dr Albert Winsemius, ekonom Belanda yang pernah memimpin tim United Nations Development Programme (UNDP) mengenai industrialisasi Singapura pada 1960. Saran Winsemius adalah membuat kesepakatan pasar dengan Malaysia, sekaligus menawarkan kerja sama perdagangan dengan Indonesia. Dia juga diminta membuka peluang pasar di Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Semua saran itu ua turuti.
Di tengah pencarian jenis industri, Lee Kuan Yew membentuk Singapore Tourist Promotion Board. Saat industri mulai bergerak, ia memberi insentif bagi pengusaha lokal di berbagai usaha, seperti kosmetik, minyak goreng, krim rambut, bahkan kapur barus. Lee Kuan Yew juga sukses membujuk produsen Hong Kong dan Taiwan memindahkan industri mainan, tekstil, dan garmennya ke Singapura.
Lee Kuan Yew memanfaatkan properti yang ditinggalkan Inggris, seperti dok perkapalan di Sembawang, yang kemudian disewakan ke Amerika Serikat. Bandara Internasional Changi juga dibuat dari bekas pangkalan udara Inggris. Tangsi militer Inggris di Pasir Panjang pun disulap menjadi Universitas Nasional Singapura.
Nukilan perjuangannya itu dituangkan dalam dua bukunya, The Singapore Story yang diterbitkan pada 1998 dan dilanjutkan dengan From Third World to First, The Singapore Story: 1965-2000. Dua-duanya menjadi buku terlaris di seluruh dunia. Ketika lengser pada 28 November 1990, Lee Kuan Yew telah mewariskan kemakmuran bagi Singapura. Penggantinya, Goh Chok Tong, memperkuat pertumbuhan ekonomi yang lalu diteruskan oleh putra sulung Lee Kuan Yew, Lee Hsien Loong. Dalam buku terakhir, dia mengaku puas telah membuat Singapura menjadi negeri meritokrasi, bebas korupsi, dan setara bagi semua ras.
“Singapura adalah satu-satunya zona bebas korupsi di kawasan di mana korupsi menjadi endemis,” tutur Lee Kuan Yew. Dia tidak mengkhawatirkan Singapura di tangan putranya yang dikenal sebagai BG Lee, meski sempat diprotes ketika mengangkatnya menjadi Menteri Industri pada 1985.Kematian Lee Kuan Yew, 91 tahun, meninggalkan duka tak hanya bagi sanak keluarga, tapi bagi seluruh rakyat Singapura. Musababnya sosok Lee, adalah tokoh yang berperan besar terhadap kemajuan Singapura hingga kini.
Untuk menghormati kepergian Lee Kuan Yew, Pemerintah Singapura resmi mengumumkan Singapura berduka selama tujuh hari hingga 29 Maret 2015. Gedung-gedung pemerintahan akan mengibarkan bendera setengah tiang sebagai simbol penghormatan terhadap Bapak Singapura itu. Pemerintah Singapura memberikan waktu lima hari bagi warga yang ingin memberikan penghormatan terakhir untuk Lee. Jenazah Lee akan diletakkan di Gedung Parlemen Singapura dari hari Rabu hingga Sabtu mendatang. Jam besuk diberlakukan dari pukul 10.00-20.00 waktu setempat.
Pemerintah Singapura juga memberikan kesempatan bagi warganya untuk menyampaikan dukanya melalui kartu ucapan selamat tinggal yang digelar di gerbang istana presiden. Selain itu, ucapan duka juga bisa diutarakan melalui situs http://www.rememberingleekwanyew.sg. Jenazah Lee Kwan Yew akan dimakamkan secara resmi pada Minggu, 29 Maret mendatang di University Cultural Center. Pemakaman akan mengundang tak hanya kerabat, pejabat negara, dan undangan tapi terbuka bagi siapa saja yang ingin menghadiri. Mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengaku pernah terkejut oleh ucapan menteri mentor sekaligus mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew.
Di awal masa jabatan pertamanya sebagai Presiden , SBY diberitahu Lee Kuan Yew bahwa masalah Indonesia begitu kompleks sehingga SBY dia perkirakan hanya akan mampu menyelesaikan sepertiga dari target yang ditetapkannya selama lima tahun masa pemerintahan. “Saat saya mendengar hal ini, saya terkejut. Sejenak saya berpikir, mengapa teman Indonesia ini cenderung memandang rendah kemampuan saya dan pemerintahan yang saya pimpin,” tulis SBY dalam bukunya, “Selalu Ada Pilihan”, yang diluncurkan awal 2014 lalu, seperti dilansir The Strait Times, edisi 19 Januari 2014.
Teman yang dia maksud adalah mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, yang dia temui dalam lawatan ke negeri pulau itu awal tahun 2005. SBY sendiri menggambarkan Lee Kuan Yew sebagai orang yang sangat dihormati dan perdana menteri yang sukses. SBY menulis bahwa Lee mengatakan padanya demikian, “Saya yakin Anda dapat memimpin Indonesia. Anda memahami masalah-masalah yang harus diatasi dan pada saat yang sama, memahami langkah apa yang perlu diambil Indonesia ke depannya.”
“Tapi ingat, masalah-masalah yang perlu diatasi sangat kompleks. Bahkan jika Anda berusaha sebaik mungkin, dalam lima tahun ini, Anda mungkin hanya akan dapat menyelesaikan sekitar 30 hingga 40 persen saja.” SBY juga menulis dalam bukunya setebal 824 halaman tersebut, bahwa sisa pertemuannya dengan Lee Kuan Yew sangat menggembirakan. Lee Kuan Yew meyakinkan dan memotivasi SBY untuk teguh dan tekun bertahan dalam tugasnya sebagai pemimpin Indonesia.
Lebih lanjut, SBY mengenang ucapan Lee Kuan Yew yang menyatakan. “Tapi, jika Presiden saat ini bukan Anda, mungkin pencapaian dia lebih rendah. Di masa jabatan kedua, atau lima tahun berikutnya, Anda bisa meningkatkan pencapaian. Menurut saya, Anda bisa menyelesaikan 70 persen dari sasaran yang akan Anda capai.”
Lee Kuan Yew, pendiri sekaligus mantan perdana menteri dan ayah PM Singapura saat ini Lee Hsien Loong, wafat dalam usia 91 tahun, setelah dirawat selama 47 hari di Rumah Sakit Umum Singapura akibat penyakit pneumonia, Senin, 23 Maret 2015.Presiden Amerika Serikat Barack Obama turut berduka atas kematian mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pada usia 91 tahun. Menurut dia, Lee adalah “raksasa” yang sebenarnya bagi sejarah yang akan diingat selama beberapa generasi mendatang.
“Mewakili rakyat Amerika Serikat, saya bersama Michelle (istrinya) menyatakan duka sedalam-dalamnya untuk keluarga Lee dan rakyat Singapura,” ujar Obama dalam pernyataan resminya, Senin, 23 Maret 2015. Pernyataan resmi dari Gedung Putih tersebut dilayangkan hanya beberapa jam setelah berita kematian Lee menyeruak dinihari tadi. Secara pribadi, Obama menyatakan kekagumannya pada sosok Lee. Kekaguman Obama terhadap kebijaksanaan Lee bermula pada diskusi keduanya di Singapura pada 2009. Obama mengaku mendapat nasihat dan solusi dari Lee dalam memformulasikan kebijakan Amerika Serikat terhadap Asia-Pasifik.
Obama juga menjuluki Lee Kuan Yew sebagai Pemantik Keajaiban Ekonomi Asia. Lee, ujar Obama, dengan ajaibnya berhasil membuat Singapura menjadi salah satu negeri dengan perekonomian yang paling maju di dunia. Bapak bangsa Singapura itu meninggal dinihari tadi. Lee meninggal di Singapore General Hospital pada Senin dinihari, 23 Maret 2015, pukul 03.18 waktu setempat. Lee meninggal setelah dirawat sejak 5 Februari lalu karena menderita pneumonia. Dalam pernyataan tertulisnya, Perdana Menteri Lee Hsien Loong, putra Lee, menuturkan Singapura mengumumkan tujuh hari berduka atas kepergian Lee.
Lee Kuan Yew, pendiri Singapura modern, yang memimpin bangsa itu menjadi negara yang stabil dan modern serta salah satu terkaya di dunia, meninggal.Lee, 91 tahun, dirawat di rumah sakit karena pneumonia sejak 5 Februari dan masih bertahan hidup dengan alat bantu. Ia “meninggal dengan tenang” kata pernyataan dari kantor Perdana Menteri Singapura, Senin pagi 23 Maret 2015.
Lee memimpin Singapore tahun 1959-1990 dan tetap menjadi anggota parlemen setelah meninggalkan kantor perdana menteri. Putra Lee, Lee Hsien Loong, adalah perdana menteri Singapura saat ini. Di bawah Lee, bekas koloni Inggris itu menjadi pemain utama dalam sektor pengiriman global dengan lokasi yang trategis di Selat Singapura dan Pelabuhan Singapura. Di bawah Lee, Singapura dikenal sebagai pemerintahan otorite, keras dalam penegakan hukum dan melakukan pembatasan ketat pada protes publik. Pemerintah membenarkan taktik itu dan menyebutnya diperlukan untuk menjaga stabilitas mengingat lokasinya yang dikelilingi oleh negara-negara Islam besar, yaitu Malaysia dan Indonesia.
Aturan yang ketat tercermin dalam kotanya yang bersih, modern, dan makmur seperti saat ini. Dengan pajak rendah, sekolah yang baik, kejahatan yang rendah dan undang-undang yang ramah investasi, Singapura menjadi tempat yang populer bagi perusahaan Barat. Pemerintahan yang otoriter, yang juga mengundang kecaman dan kritik, bagaimanapun memungkinkan Lee untuk mengerahkan pemantauan yang kuat di seluruh negeri. Beberapa saingan politiknya dipenjara, dan Singapura juga agresif menggunakan pengadilan untuk membungkam wartawan dan pemimpin oposisi.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon menyampaikan belasungkawa yang disampaikan dalam sebuah pernyataan oleh juru bicaranya. Ban menyebut Lee “sebagai salah satu pemimpin Asia paling inspiratif. ”