Monthly Archives: May 2022

Peta Senjata Nuklir Rusia dan Amerika Yang Siap Untuk Perang Nuklir

Beberapa kali pejabat Rusia termasuk Presiden Vladimir Putin memperingatkan bahwa mereka bisa saja menembakkan senjata nuklir jika eksistensinya terancam. Namun negara-negara NATO pun punya arsenal nuklir yang tak sedikit. Dari 9 negara yang disebut punya kekuatan nuklir, Rusia memang punya amunisi terbesar, jumlahnya 6.225, menurut Stockholm International Peace Research Institute. Amerika Serikat posisi kedua dengan 5.550 hulu ledak nuklir.

Akan tetapi, AS unggul dalam hal senjata nuklir yang siap dioperasikan di mana ada 1.800 sudah diposisikan di rudal. Sedangkan Rusia punya 1.625 yang siap dioperasikan. Siap dioperasikan artinya sewaktu-waktu dapat ditembakkan ke sasaran begitu ada perintah.

Seperti dikutip dari Express, senjata nuklir Rusia ditempatkan di beberapa wilayah negara itu dan juga di kuar negeri. Salah satunya dilaporkan berada di Kazakhstan. Akan tetapi, kekuatan NATO tak bisa dipandang remeh. Selain Amerika Serikat, negara NATO lain yang bersenjata nuklir adalah Perancis dengan sekitar 290 hulu ledak dan Inggris di kisaran 225 hulu ledak nuklir.

Senjata nuklir AS sendiri kabarnya ada yang ditempatkan di Eropa. “Sekitar separuh dari 200 senjata nuklir jarak pendek Amerika diyakini berada di 5 negara NATO di seluurh Eropa,” kata A Pomper dan Vasilli Tuganov, pengamat dari James Martin Center for Nonproliferation Studies.

AS tidak membantah ataupun membenarkan laporan itu. Diyakini bahwa pesawat pengebom nuklir B61-3 dan -4 ditemoatkan di Volkel Airbase di belanda, Kleine Brogel Air Base di Belgia, Buchel Airbase di Jerman serta di Italia dan Turki.

Kapabilitas hulu ledak nukir bervariasi, bergantung pada konstruksi dan desainnya. Tapi untuk standar sekarang, bom atom yang dulu dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki tidak ada apa-apanya.

Bom nuklir modern jauh lebih kuat. Bom atom Hiroshima dan Nagasaki kira-kira setara dengan 15 kiloton TNT dan 20 kiloton TNT. Bom nuklir modern, 5 kali lebih kuat. “Banyak dari senjata nuklir modern di Rusia dan Amerika Serikat adalah termonuklir dengan daya ledak setara dengan 100 kiloton TNT,” kata International Campaign to Abolish Nuclear Weapon. Artinya, perang nuklir akan sama-sama menghancurkan sehingga diprediksi baik Rusia maupun NATO akan menahan diri untuk tidak memanfaatkannya.

Pejabat Rusia mulai kerap menyinggung penggunaan senjata nuklir, termasuk ancaman ditembakkan ke Inggris yang getol mendukung Ukraina. Mengenai hal ini, seorang pakar di negara kerajaan itu memberi peringatan pada Rusia. Seperti diberitakan, Rusia mengancam mengerahkan drone nuklir Poseidon yang diklaim akan membuat Inggris tenggelam di lautan radioaktif. Terbaru, Aleksey Zhuravlyov dari komite pertahanan Rusia menyebut pihaknya bisa saja melancarkan rudal hipersonik Sarmat ke Amerika Serikat ataupun Inggris. “Kami bisa menembak dengan Sarmat dari Siberia dan bahkan bisa menjangkau Inggris. Jika kami meluncurkannya dari Kaliningrad, kecepatan hipersoniknya adalah 200 detik (sampai ke Inggris),” ancamnya.

Nile Gardiner, mantan ajudan PM Margaret Thatcher, menyatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin sebenarnya tahu penggunaan senjata nuklir akan menjadi bencana besar. “Kenyataannya adalah penggunaan senjata nuklir oleh Rusia adalah tamatnya Rusia sendiri dan mereka tahu itu,” kata dia seperti dikutip dari Express, Rabu (18/5/2022). “Hal ini sudah diketahui sejak Perang Dunia II dan setiap pemimpin Rusia sejak saat itu memahami bahwa jika Rusia membuat langkah pertama dengan tembakan nuklir, maka berakhirlah Rusia,” cetusnya.

Inggris sendiri memang adalah salah satu negara dengan kekuatan nuklir, walau tidak sebanyak Rusia. Neil mengklaim Inggris bisa sendirian menghadapi Rusia tanpa perlu bantuan negara lain seperti Amerika Serikat. “Faktanya, hanya dengan pertahanan Inggris sendirian, jika Rusia menembak Inggris (dengan senjata nuklir), maka artinya adalah akhir dari Rusia,” tambah dia.

Dari sisi kuantitas, Rusia punya hulu ledak nuklir terbanyak, jumlahnya 6.225, menurut Stockholm International Peace Research Institute. Amerika Serikat selanjutnya dengan 5.550 hulu ledak nuklir. Adapun Inggris sekitar 225 hulu ledak nuklir. Salah satu andalan Inggris adalah kapal selam tempurnya yang membawa hulu ledak nuklir, seperti HMS Vanguard. Kapal selam ini membawa misil Trident yang berkemampuan nuklir. Kapal selam semacam itu kabarnya sukar terdeteksi lokasinya sehingga misalnya Rusia menyerang, bisa jadi Inggris membalas dengan menembakkan rudal dari kapal selam tersebut.

Sejak tahun 1969, militer Inggris punya kebijakan untuk sedikitnya ada satu kapal selam dengan rudal balistik yang berpatroli sepanjang waktu. Hal itu dilakukan untuk jaga-jaga jika terjadi konflik yang melibatkan nuklir.

Tentu dengan nuklir lebih banyak, Rusia akan menimbulkan kerusakan hebat di Inggris jika terjadi perang nuklir. Akan tetapi balasan Inggris juga tetap akan menghancurkan. Dengan demikian, negara-negara nuklir diprediksi akan tetap menahan diri agar jangan sampai senjata itu dikerahkan.

Kepala badan antariksa Rusia Roscosmos Dmitry Rogozin, kembali membuat pernyataan kontroversial. Dia menyebut negara-negara yang bergabung dalam NATO dapat dihancurkan oleh Rusia dalam waktu 30 menit saja jika terjadi perang nuklir. “Dalam perang nuklir, negara-negara NATO akan dihancurkan oleh kami dalam waktu setengah jam,” tulis Rogozin dalam postingan Telegram.

“Tapi kita tidak boleh membiarkannya, karena konsekuensi dari pertukaran serangan nuklir akan mempengaruhi keadaan Bumi kita,” ujarnya. Seperti dikutip dari IFL Science, Rogozin menyebutkan bahwa Rusia harus mengalahkan musuh yang lebih kuat secara ekonomi dan militer ini dengan cara militer konvensional.

“Kemenangan seperti itu dimungkinkan dengan solidaritas penuh seluruh negara dengan tentara, dengan mobilisasi ekonomi negara, dengan pemindahan kompleks industri militer dan sektor industri terkait Rusia ke pijakan militer. Dan ini harus dilakukan dengan segera dan cepat,” ujarnya.

Rogozin memang benar dengan klaimnya bahwa efek perang nuklir akan menghancurkan Bumi. Sebuah studi yang diterbitkan di Environment Magazine pada tahun 2017 menemukan bahwa bahkan perang nuklir skala “kecil” dapat memicu “musim gugur nuklir”.

Para peneliti mencatat bahwa penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa satu ledakan nuklir cukup untuk menghancurkan sebuah daerah dengan mengirimkan 5,5 juta ton abu dan jelaga ke stratosfer, menghalangi sinar Matahari, menurunkan suhu dan curah hujan (hingga 80%) di beberapa wilayah di dunia), dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi tanaman selama bertahun-tahun.

Rogozin memang terkenal dengan pernyataannya yang menghasut dan provokatif, terutama sejak invasi Ukraina oleh pasukan Rusia. Selama akhir pekan kemarin misalnya, dia mengancam Elon Musk. “Dari kesaksian komandan Brigade Marinir ke-36 Angkatan Bersenjata Ukraina yang ditangkap, Kolonel Dmitry Kormyankov, ternyata terminal internet perusahaan satelit Starlink milik Elon Musk dikirim ke militan Batalyon Azov Nazi dan Ukraina. Marinir ke Mariupol dengan helikopter militer,” tulis Rogozin di akun Telegramnya.

“Elon Musk, dengan demikian, terlibat dalam memasok pasukan fasis di Ukraina dengan komunikasi militer. Dan untuk ini, Elon, Anda akan dimintai pertanggungjawaban, tidak peduli meskipun Anda berpura-pura bodoh,” ujarnya. Elon Musk lantas menanggapi ancaman itu, bercanda dengan menulis tweet, “jika saya mati dalam keadaan misterius, senang bisa mengenal kalian semua”. Tweet ini sampai membuatnya diomeli oleh ibunya, Maye Musk, yang menganggap candaan itu sama sekali tidak lucu.

Iran Tangkap Dua Mata Mata Eropa Yang Ingin Ciptakan Revolusi

Kementerian Intelijen Iran mengumumkan penangkapan dua warga Eropa di wilayahnya. Kedua warga Eropa itu dituduh berupaya melakukan ‘destabilisasi negara’ di wilayah Iran. Seperti dilansir AFP, Rabu (11/5/2022), asal kewarganegaraan dua warga Eropa itu tidak disebutkan lebih lanjut oleh Kementerian Intelijen Iran. “Dua warga Eropa, yang memasuki negara ini dengan tujuan memicu kekacauan dan mendestabilisasi masyarakat, telah diidentifikasi dan ditangkap,” demikian pernyataan Kementerian Intelijen Iran.

Hanya disebutkan bahwa dua warga Eropa yang ditangkap itu berupaya mendekati serikat guru di Iran. Selama berbulan-bulan, para guru di Iran menggelar unjuk rasa untuk menuntut otoritas setempat mempercepat penerapan reformasi di mana gaji mereka akan lebih mencerminkan pengalaman dan kinerja mereka.

Kementerian Intelijen Iran menggambarkan dua orang yang ditangkap itu sebagai ‘dua agen berpengalaman’, dan menyebut keduanya sebagai warga sebuah negara Eropa, tanpa menyebut lebih lanjut negara yang dimaksud juga waktu pasti penangkapan mereka. Awal bulan ini, Human Rights Watch (HRW) menyerukan pembebasan nyaris 40 guru yang ditangkap dalam peristiwa-peristiwa terkait unjuk rasa di berbagai wilayah Iran pada 1 Mei. Pada April lalu, salah satu anggota serikat guru setempat yang bernama Rasoul Bodaghi divonis lima tahun penjara atas partisipasinya dalam unjuk rasa setempat.

Perekonomian Iran terguncang akibat sanksi-sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) sejak tahun 2018, dengan para pegawai negeri menjadi salah satu yang paling terdampak.

Uni Eropa Marah Rusia Gunakan Pasokan Gas Alam Sebagai Senjata Perang

Pemimpin Polandia dan Bulgaria menuduh Rusia menggunakan gas alam sebagai senjata perang untuk melakukan pemerasan terhadap negara mereka setelah Uni Eropa gunakan ekonomi sebagai senjata perang melawan Rusia. Tuduhan itu disampaikan setelah perusahaan energi yang dikuasai pemerintah Rusia menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria pada Rabu (27/4) waktu setempat.
Pemimpin Uni Eropa juga menggemakan tuduhan senada dan menggelar rapat darurat membahas langkah Rusia tersebut. Demikian seperti dilansir Associated Press, Kamis (28/4/2022).

Penghentian pasokan gas untuk dua negara anggota Uni Eropa itu dilakukan setelah Presiden Vladimir Putin mengatakan bahwa negara-negara ‘tak bersahabat’ perlu mulai membayar gas dengan Rubel, mata uang Rusia. Polandia dan Bulgaria menolak seruan itu. Raksasa energi Rusia, Gazprom, dalam pernyataannya menyebut pihaknya belum menerima pembayaran apapun dari Polandia dan Bulgaria sejak 1 April dan menangguhkan pasokan gas mulai Rabu (27/4) waktu setempat.

Disebutkan juga oleh Gazprom bahwa jika kedua negara itu menyedot pasokan gas Rusia yang ditujukan untuk pelanggan Eropa lainnya, maka pengiriman gas untuk Eropa akan dikurangi jumlah yang sama.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengkritik pengumuman Gazprom itu. “Merupakan upaya lain oleh Rusia untuk menggunakan gas sebagai alat pemerasan,” sebut Von der Leyen dalam komentarnya. Eropa diketahui membayar US$ 400 juta setiap hari untuk pasokan gas Rusia. Uang sebesar itu tentu akan hilang jika Rusia menghentikan pasokan gas sepenuhnya.

Dalam tanggapannya, Rusia menolak tuduhan pemerasan tersebut. Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa tuntutan Rusia agar pembayaran gas menggunakan Rubel itu dipicu oleh tindakan Barat yang menjadikan ekonomi sebagai senjata perang dengan melakukan pemerasan melalui membekukan aset mata uang Rusia.

Dia bahkan menyebut aset itu ‘dicuri’ oleh Barat dalam ‘tindakan tak bersahabat yang belum pernah terjadi sebelumnya’. “Ini bukan pemerasan,” tegas Peskov dalam pernyataan kepada wartawan seperti dilansir CNN.

“Persyaratan yang diperlukan tercatat dalam dekrit Presiden (Putin), maksudnya metode pembayaran baru, yang dipicu langkah-langkah tidak bersahabat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sektor ekonomi dan finansial yang dilakukan terhadap kami oleh negara-negara tak bersahabat,” imbuhnya.

Ditambahkan Peskov bahwa semua persyaratan baru telah ‘diberitahukan kepada pembeli terlebih dulu’.

Rakyat Sipil Ukraina Hancurkan 2 Tank Rusia

Sebuah serangan drone Ukraina terekam kamera diklaim berhasil menghancurkan dua sasaran tank Rusia. Hal ini disebut kembali membuktikan efektivitas drone dalam membantu Ukraina melawan invasi Rusia.
Seperti dikutip dari Daily Mail, drone Ukraina itu kabarnya dioperasikan oleh tim 503rd Naval Infantry Battallion Ukraina. Dalam video yang kemungkinan berasal dari kamera di drone tersebut, terlihat dua tank Rusia dimata-matai. Diyakini bahwa sasaran itu jenisnya adalah Kurganets-25, salah satu generasi baru kendaraan tempur infantri Rusia.

Beberapa saat kemudian, bom pun dijatuhkan dari ketinggian. Tak lama kemudian, terlihat tank tersebut hancur diterpa bom dan kobaran api pun muncul. Kejadian yang sama terulang saat tank kedua menjadi sasaran drone Ukraina. Belum jelas di mana serangan drone ini terjadi, tapi diduga di sekitar area Donbask, di mana peperangan antara tentara Rusia dan Ukraina berlangsung dahsyat.

Mengenai drone yang digunakan juga belum ada informasi, kemungkinan Bayraktar TB-2. Amerika Serikat memang telah memberi bantuan drone seperti Switchblade, tapi drone itu mengancurkan sasaran dengan menabrakkan diri, bukan menjatuhkan bom. Serangan drone Ukraina yang kurang diantisipasi pihak Rusia dikabarkan membuat banyak kerugian terjadi. Bahkan diklaim, sudah ada sekitar seribu unit tank Rusia yang jadi korban dalam peperangan di Ukraina, salah satunya karena diincar dengan drone.

Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace, mengklaim bahwa sekitar 15 ribu tentara Rusia terbunuh. Kemudian menurutnya, lebih dari 2.000 kendaraan tempur Rusia dihancurkan atau direbut oleh militer Ukraina. “Termasuk setidaknya 530 tank, 530 kendaraan tempur untuk personel dan 560 kendaraan tempur infantri. Rusia juga kehilangan lebih dari 60 helikopter dan jet tempur,” kata dia.

Di sisi lain, setidaknya ada dua kemungkinan kenapa Rusia terkesan tidak bisa menangkal serangan drone Ukraina dan drone buatan mereka juga bisa dibilang tidak banyak dikerahkan. Menurut periset milter Roger McDermott, Rusia sudah cukup lama terkena embargo teknologi termasuk dalam drone. Walaupun punya kemampuan tinggi, Rusia dipandang tetap butuh teknologi dari negara lain, termasuk di bidang militer.

Alasan kedua mungkin ada miskalkulasi atau kesalahan strategi dari jenderal Rusia sehingga mereka lebih mengutamakan serangan dari darat. Rusia tidak memanfaatkan teknologi tinggi seperti drone mereka saat awal-awal menyerang Ukraina. “Tampaknya rencana operasi Rusia tidak berpusat pada kapabilitas militer teknologi tinggi dan penggunaan drone hanya sporadis dan terbatas,” papar dia.

Rusia sebenarnya punya teknologi penangkal drone, misalnya electronic warfare systems (EWS) untuk memancarkan energi frekuensi radio yang bisa membingungkan pergerakan drone. Kemudian menyebar sinyal GPS palsu untuk membuat pilot drone disorientasi. Namun demikian dilaporkan bahwa teknologi penangkal drone Rusia kurang efektif kala dijajal di Suriah dan Armenia, khususnya dalam menghadapi Bayraktar TB2.