China mengancam Amerika Serikat karena membantu Taiwan dengan menyetujui penjualan sistem pertahanan untuk menyokong anti-rudal patriot senilai US$95 juta atau Rp1,3 triliun. “[Penjualan senjata AS ke Taiwan] sangat melanggar prinsip satu China dan pernyataan bersama AS-China,” kata Juru Bicara Kementerian dalam Negeri China, Tan Kafei, pada Kamis (7/4) seperti dikutip Sputnik News.
“China akan memastikan dan mengambil sikap tegas demi keamanan dan kedaulatan wilayah,” ia melanjutkan. Kafei juga menegaskan tindakan Washington merupakan intervensi yang menonjol di wilayah yang dianggap menjadi bagian China. Ia menggarisbawahi bahwa Beijing telah membuat pernyataan yang keras terhadap Amerika Serikat.
Tindakan AS tak hanya menampar hubungan Washington dan Beijing, tapi juga merusak perdamaian di Taiwan, demikian pernyataan Menlu China, Zhao Lijian. Sikap AS diduga semakin memperkeruh suasana karena Juru Bicara Gedung Putih, Nancy Pelosi, disebut berencana mengunjungi Taiwan. Zhao menyatakan, Beijing dengan tegas menentang segala bentuk interaksi resmi antara AS dan Taiwan. Namun sejauh ini belum ada konfirmasi terkait kunjungan itu baik dari Pelosi maupun pemerintah Taiwan.
Awal pekan ini, Washington menyetujui penjualan sistem pertahanan untuk mendukung rudal patriot senilai US$95 juta atau Rp1,3 triliun ke Taipei. “Kantor Perwakilan Ekonomi dan Budaya Taiwan di Amerika Serikat (TECRO) telah meminta untuk membeli Bantuan Teknis Kontraktor yang terdiri dari pelatihan, perencanaan, penempatan, penyebaran, pengoperasian, pemeliharaan, dan pemeliharaan Sistem Pertahanan Udara Patriot,peralatan terkait, dan elemen pendukung logistik,” demikian menurut Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan AS (DSCA)
Selain itu, persenjataan lain seperti peralatan pendukung rudal patriot, suku cadang, dan bahan habis pakai yang diperlukan untuk mendukung kegiatan Bantuan Teknis. Usulan penjualan itu akan membantu mempertahankan rudal dan kepastian operasi udara Taiwan. Kementerian Luar Negeri Taiwan menyambut kesepakatan penjualan senjata itu. Mereka menilai, peralatan tersebut akan membantu negara ini melindungi diri dari serangan China yang terus memprovokasi.
Selama ini, China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Mereka bersikeras akan merebut pulau ini suatu hari nanti, bahkan jika perlu dengan paksa. Namun Taiwan beruang kali menyatakan diri sebagai negara merdeka.
China menuduh Amerika Serikat, Inggris, dan Australia berencana membentuk aliansi pertahanan di kawasan Asia-Pasifik seperti NATO di Eropa. Pernyataan itu diutarakan Beijing merespons rencana ketiga negara itu untuk membuat rudal hipersonik dan persenjataan lain sebagai bagian dari kerja sama kesepakatan pertahanan AUKUS. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan kerja sama seperti itu “dapat merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik”.
“AS, Inggris, dan Australia akan bekerja sama mengembangkan senjata hipersonik dan berbagai teknologi militer modern lainnya,” papar Zhao pada Rabu (6/4). “Tujuan utama mereka adalah untuk membentuk NATO versi Asia-Pasifik dan melayani hegemoni AS secara jelas. Negara-negara Asia Pasifik tentu saja menentang keras hal ini,” paparnya menambahkan.
September lalu, Australia sepakat akan membuat kapal selam bertenaga nuklir berdasarkan kesepakatan AUKUS. Sejumlah pihak menilai, langkah itu disebut untuk mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik.
Sejak itu, ketiga negara tersebut mulai meningkatkan kerja sama dan kolaborasi di berbagai pengembangan teknologi militer canggih termasuk siber, kecerdasan buatan (AI), teknologi kuantum, dan robotika bawah laut. AS, Inggris, Australia, juga akan mengembangkan rudal hipersonik dan kontra-hipersonik, serta kemampuan peperangan elektronik hingga berbagi informasi.
Pengembangan senjata hipersonik ini berlangsung ketika China dan juga Rusia, dua pesaing AS, terus membuat kemajuan besar dalam mengembangkan senjata serupa dan telah mencapai target yang lebih jauh dengan kecepatan tinggi. Sebagian besar analis mengatakan Amerika Serikat saat ini tertinggal di belakang Beijing dan Moskow dalam hal teknologi, meskipun Pentagon dilaporkan melakukan tes sendiri yang sukses bulan lalu.
Zhao mengkritik kemitraan AUKUS sebagai “sebuah kelompok Anglo-Saxon” yang mengikuti “mentalitas Perang Dingin dan politik blok”.Australia juga mencoba mengembangkan rudal canggihnya sendiri, termasuk hipersonik. “Kami mendesak AS, Inggris, dan Australia untuk menghadapi aspirasi negara-negara Asia-Pasifik untuk mencari perdamaian dan pembangunan, mempromosikan kerja sama, dan mencapai hasil yang saling menguntungkan,” kata Zhao seperti dikutip ABC News.
“Kami mendesak mereka untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan permainan zero-sum, dengan setia memenuhi kewajiban internasional mereka, dan melakukan lebih banyak hal yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional,” paparnya menambahkan.