Category Archives: Timur Tengah

Gudang Senjata Hamas Dikamp Pengungsian Sipil Palestina Meledak

Ledakan mengguncang depot penyimpanan di sebuah kamp pengungsi Palestina di Lebanon selatan. Sejumlah orang terluka dalam insiden itu. Seperti diberitakan kantor berita AFP, Sabtu (11/12/2021), sumber militer Lebanon mengatakan bahwa ledakan itu terjadi di dekat sebuah masjid di kamp Burj al-Shemali di luar Tyre, pada Jumat (10/12) waktu setempat. Dia menambahkan bahwa dia tidak memiliki angka pasti korban.

Sumber militer Lebanon tersebut itu mengatakan ledakan itu terjadi di tempat penyimpanan amunisi milik kelompok Hamas yang berada di samping toko makanan dan toko-toko lainnya.

Namun, seorang pejabat Palestina membantah adanya senjata atau amunisi di tempat tersebut, dengan mengatakan bahwa botol-botol oksigen telah meledak. Penduduk kamp pengungsi Palestina mengatakan petugas pemadam kebakaran masih berjuang untuk memadamkan kobaran api yang besar.

Seorang warga, yang hanya menyebut namanya sebagai Maha, mengatakan dia mendengar ledakan pertama diikuti oleh rentetan ledakan sekunder. Seorang fotografer AFP melaporkan beberapa ambulans memasuki kamp dan pasukan Lebanon dikerahkan di sekelilingnya.

Lebanon menampung puluhan ribu pengungsi Palestina, yang sebagian besar tinggal di 12 kamp di negara itu. Secara tidak resmi, para pengungsi Palestina itu disebut berjumlah setengah juta jiwa.

Berdasarkan kesepakatan sejak lama, tentara Lebanon tidak memasuki kamp-kamp pengungsi Palestina tersebut, menyerahkan soal keamanan di dalam kamp pada faksi-faksi Palestina.

Saksi Kunci Kasus Korupsi Tewas Kecelakaan Pesawat

Salah satu saksi dalam sidang korupsi mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dilaporkan tewas dalam kecelakaan pesawat di Yunani pada Selasa (14/9). Kementerian Luar Negeri Israel mengonfirmasi bahwa dua warga mereka tewas dalam kecelakaan pesawat tersebut. Mereka adalah Haim dan Esther Giron.

Badan Penerbangan Sipil Yunani melaporkan bahwa pesawat empat kursi itu lepas landas dari Haifa. Namun, pesawat itu menghilang dari pantauan radar tak lama sebelum jadwal mendarat di bandara Samos.

Kepala dewan penyelidikan kecelakaan udara Yunani,Konylis, mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan tim spesialis keSamos untuk meneliti puing pesawat.

“Seorang nelayan mengatakan, ada ledakan besar, diikuti ledakan yang lebih kecil. Besaran puing akan menunjukkan indikasi ledakan,” tutur Konydlis kepada AFP.Menurut Kondylis, puing pesawat itu ditemukan dua kilometer dari bandara. Ia berharap penyelidikan lebih lanjut akan memperjelas penyebab kecelakaan pesawat ini.

Sebagaimana dilansir AFP, Haim Giron merupakan mantan wakil direktur Kementerian Komunikasi Israel. Ia seharusnya bersaksi di sidang terkait kasus yang menyeret Netanyahu dalam waktu dekat. Dalam kasus itu, Netanyahu dituding memberikan kebijakan khusus bagi bos-bos media besar. Sebagai gantinya, media harus memberitakan hal baik terkait Netanyahu.

Giron seharusnya hadir dalam sidang selanjutnya untuk menjadi saksi terkait dugaan Netanyahu bernegosiasi dengan salah satu perusahaan dengan iming-iming keuntungan. Namun, perusahaan media itu harus memunculkan citra positif Netanyahu.

Kisah Wanita Berbakat Afganistan Yang Jadi Pengungsi Karena Menolak Jadi Budak Seks Taliban

Banyak warga Afghanistan yang berusaha melarikan diri setelah Taliban menguasai negara mereka. Di bawah kepemimpinan kelompok milisi tersebut, mereka memang tidak bisa mendapatkan kebebasan dan harus hidup dengan ketakutan. Apalagi bagi para wanita yang sering menjadi target dan korban. Karena itu, fotografer Roya Heydari memilih untuk segera pindah dari sana.

Roya Heydari adalah seorang fotografer dan pembuat film. Seperti kebanyakan orang Afghanistan, ia berniat untuk melarikan diri untuk melindungi nyawa mereka. Meski sudah berhasil keluar dari sana, wanita cantik itu dilakukan dengan berat hati.

“Aku meninggalkan seluruh kehidupanku, rumahku untuk bisa terus punya suara. Sekali lagi, aku melarikan diri dari tanah airku. Sekali lagi, aku memulai dari awal. Aku hanya mengambil kameraku dan jiwa mati untuk melintasi samudera. Dengan hati yang berat, selamat tinggal tanah airku. Sampai bertemu lagi,” tulisnya di Twiiter.

Curhatan kesedihannya itu pun jadi viral. Mewakili bagaimana perasaan banyak orang Afghanistan terpaksa meninggalkan negara mereka, postingan itu sudah disukai lebih 120 ribu kali dan mendapatkan seribuan komentar. Roya pun mendapat banyak dukungan dari netizen di seluruh dunia.

Dilansir Al Jazeera, Roya Heydari kini telah berhasil kabur dari ibu kota Kabul dan tiba di Perancis. Salah satu ketakutannya atas kembalinya Taliban berkuasa di Afghanistan adalah jika tidak diperbolehkan bekerja. “Kematian hanya datang sekali, aku tidak takut mereka membunuhku. Apa yang aku takutkan adalah dibelenggu, tidak bisa keluar dan meneruskan pekerjaanku,” ujarnya.

Roya Heydari sendiri lahir dalam pengasingan dan baru kembali ke Afghanistan di usia 10 tahun. Selama ini, ia mengalami sejumlah kesulitan dan diancam oleh sejumlah kelompok. Roya pernah berhadapan dengan berbagai serangan dan ledakan tapi menurutnya banyak pembelajaran yang membuatnya bersyukur masih hidup sampai sekarang.

“Aku tidak pernah takut mati atau ancaman dan aku tidak pernah ingin menyerah dan menyembunyikan suaraku. Pertahanan dan kekuatan adalah untuk tidak mati dalam perang ini tapi tetap hidup jadi kamu bisa menjadi suara yang lebih besar untuk generasi dan orang-orangmu,” ujarnya dilansir Rediff.

Banyak orang Afghanistan yang terpaksa keluar dari negaranya setelah Taliban berkuasa. Bukan hanya takut hidup dalam tekanan, beberapa dari mereka melarikan diri karena dikhawatirkan jadi target penculikan bahkan pembunuhan. Salah satu wanita yang berhasil kabur dari sana adalah pelatih sepak bola putri Wida Zemarai. Ia pun mengungkapkan ketakutannya akan nasib pemain lainnya.

Pelatih sepak bola putri Afghanistan Wida Zemarai berhasil melarikan diri dan baru-baru ini tiba di Swedia. Beruntung bisa keluar dari negara berkonflik tersebut, Wida tetap memikirkan nasib pemain lain yang dikatakan berisiko ditangkap dan dijadikan budak seks. “Sangat mengerikan memikirkannya. Taliban berkata yang mereka lakukan adalah jihad tapi mereka memilih gadis-gadis untuk dijadikan budak seks. Jika Taliban berhasil menangkap gadis-gadis itu, mereka tidak akan membiarkan begitu saja di rumah seperti boneka. Mereka ingin menggunakan mereka sebagai budak seks dan menyiksa mereka. Mungkin sampai mereka mati,” katanya kepada Expressen.

“Sebut saja Taliban mengetahui seorang pemain. Mereka akan membawanya, menyiksanya, dan mendapatkan informasi di mana sisa pemain lainnya,” tambah Wida. Wida pun menceritakan apa yang terjadi dengan pemain-pemain bola putri di Afghanistan. Ketika saling kontak, mereka berbisik seperti ada pasukan Taliban di sekitar. Mereka juga meminta pertolongan karena tidak ingin keluarga ikut menjadi korban.

Wanita itu sendiri memang punya dua kebangsaan yakni Afghanistan dan Swedia. Keluarganya pernah melarikan diri ketika rezim Taliban sebelumnya pada 1992. Mereka awalnya pergi ke Rusia dan Ukraina sebelum akhirnya datang ke Swedia. Sebelumnya ia adalah pemain timnas sejak 2014 sampai beberapa tahun lalu ditunjuk sebagai pelatih kiper. Karena itu dia bisa dengan lebih mudah melarikan diri.

“Sangat senang untuk bisa bebas. Aku hanya ingin kita mencoba memastikan gadis-gadis yang hanya menendang bola dan bermimpi jadi pemain bola ini mendapatkan bantuan dengan dievakuasi. Mimpi-mimpi mereka akan sinar karena pemerintah Afghanistan tidak melakukan tugas mereka dengan baik,” ujarnya. Menurutnya, tidak ada tempat untuk olahraga bagi wanita di bawah kekuasaan Taliban. Para pemain pun bisa menjadi sasaran karena mereka telah disiarkan dan diwawancarai. “Mereka sudah pernah menjadi target pelecehan seksual sebelumnya dan itu bisa dibilang mereka berisiko jadi target Taliban 10 kali lebih parah,” ujarnya.

Menjadi Wanita Adalah Kutukan Di Afganistan

Ketika pasukan AS dan NATO menarik diri dari Afghanistan, BBC berbicara dengan tiga perempuan dari tiga generasi tentang ketakutan mereka akan masa depan. Seorang guru berpengalaman, lulusan universitas, dan siswa sekolah, semuanya menggambarkan bagaimana selama pandemi mereka tidak hanya harus berjuang melawan kesenjangan digital, tetapi juga ketidaksetaraan gender, dan konflik. Ini bukan pertama kalinya Shahla Fareed mulai menyembunyikan buku. Ini juga bukan pertama kalinya dia mulai merencanakan sekolah rahasia. Bagi Shahla dan banyak perempuan lain di Afghanistan, pendidikan untuk putri mereka sekali lagi berada di bawah ancaman.

Sang guru
Shahla yang sebelumnya guru sekolah, sekarang mengajar di Universitas Kabul, di ibu kota negara itu. Selama lockdown, dia terus memberikan pelajaran virtual, tetapi mengatakan banyak muridnya berjuang untuk menempuh pendidikan secara daring. “Sebagian besar mahasiswi saya tidak memiliki smartphone, dan keluarga mereka juga tidak mengizinkan mereka menggunakan internet.

“Mereka yang menggunakan ponsel anggota keluarga laki-laki, sering diawasi selama kelas untuk dipantau dengan siapa mereka berbicara.” Konflik Afghanistan yang sedang berlangsung antara pemerintah dan pasukan Taliban, sekarang berada pada titik kritis. Saat penarikan pasukan AS berlanjut, banyak yang khawatir akan kebangkitan kelompok Islam garis keras. Taliban telah mengeklaim menguasai beberapa wilayah teritorial dalam beberapa bulan terakhir. Taliban memaksakan aturan patriarki yang ekstrem dan sebelumnya melarang semua pendidikan perempuan.

Mereka juga tidak mengizinkan perempuan untuk bekerja atau meninggalkan rumah mereka tanpa kerabat dekat laki-laki. Namun kelompok militan itu mengatakan mereka tidak lagi menentang pendidikan anak perempuan. Berbicara kepada BBC atas nama Taliban, juru bicara Zabihullah Mujahid mengatakan, “Baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki akses ke pendidikan dan itu sangat penting. Tapi lingkungan khusus dan aman harus disiapkan untuk perempuan dan guru perempuan akan ditugaskan.”

Namun, bagi banyak pendukung hak-hak perempuan termasuk Shahla, ada ketakutan besar, akses pendidikan perempuan akan ditutup lagi. Shahla, sekarang di usia 60-an, menjelaskan bagaimana dia membuka sekolah rahasianya sendiri untuk anak perempuan di tahun 1970-an, ketika Taliban telah menguasai seluruh negeri.

Murid-muridnya berusia antara sembilan dan 10 tahun, yang kebanyakan belajar dengan mengenakan burka biru tradisional. Dia selalu memberitahu mereka untuk menyembunyikan buku teks bahasa Inggris di dalam sampul buku-buku Islam lainnya. Shahla mengajari muridnya dengan papan tulis kecil di taman belakang, di bawah naungan pohon dan tenda kain kecil.

“Saya memulai sekolah dengan 20 anak perempuan tetapi selesai dengan hanya empat murid. Dua di antaranya adalah putri saya sendiri” kata Shahla, menggambarkan betapa sulitnya membuat murid-muridnya tetap belajar.

Dia mengatakan Taliban sering menggeledah rumah untuk mencari bukti sekolah, tetapi hanya sekali mereka berhasil menutupnya, “untuk sementara,” tambahnya. Sekarang, lima puluh tahun kemudian, Shahla berjaga-jaga untuk membuka sekolah rahasianya lagi. Ia mengatakan hatinya hancur karena dia harus mulai mengumpulkan buku-buku untuk sekolah rahasia itu.

Siswa sekolah
Wahida yang berusia 16 tahun tinggal di sebuah rumah yang letaknya tujuh jam berkendara dari rumah Shahla. Setiap hari, Wahida berjalan kaki ke sekolah bersama kakak laki-lakinya. Tapi keinginannya untuk pergi ke sekolah menghancurkan hubungan dia dengan keluarganya. Ayah dan kakeknya benar-benar berhenti berbicara dengannya. “Mereka mengatakan saya harus meninggalkan sekolah dan menikah,” katanya.

Wahida tinggal bersama keluarganya di Provinsi Kandahar, tempat kelahiran Taliban dan di mana sebagian besar distrik tetap berada di bawah kendali mereka. Dari 17 kabupaten di provinsi tersebut, hanya tiga yang memiliki sekolah untuk anak perempuan. Ditanya oleh BBC, mengapa begitu banyak distrik kekurangan pendidikan perempuan, atas nama Taliban, Zabihullah Mujahid berkata: “Di Kandahar dan Helmand karena perang yang begitu hebat, sekolah-sekolah ditutup. Bahkan sekolah laki-laki juga lebih sedikit.

“Itu juga karena pola pikir masyarakat. Norma-norma lokal dan budaya membuat lebih sedikit orang yang ingin menyekolahkan anak perempuannya. Perlu sedikit waktu, tetapi dari pihak kami tidak ada masalah.” Wahida mengatakan hanya berkat dukungan kakak dan ibunya, dia bisa melanjutkan sekolah. Ibunya, yang tidak pernah diizinkan pergi ke sekolah, mengatakan kepada putrinya bahwa dia harus terus memperjuangkan hak-hak perempuan meskipun konflik meningkat.

“Saya berharap saya bisa mewujudkan impian ibu saya. Tetapi dalam situasi saat ini, saya khawatir saya tidak akan menyelesaikan sekolah saya, apalagi kuliah dan menjadi pembela bagi orang lain.” Tapi Wahida punya harapan, karena cerita seperti Shamsia Alizada.

Mereka yang lulus sekolah
Ada beberapa perempuan muda, yang meskipun ada kesenjangan digital, konflik yang berkelanjutan, ketidaksetaraan gender dan Covid-19, masih mampu menjadi inspirasi. Tahun lalu Shamsia mendapat nilai paling tinggi dari 170.000 pelamar dalam ujian masuk universitas Afghanistan. Sebagai putri seorang penambang batu bara, ia dibesarkan di salah satu daerah yang paling miskin dan rentan di Kabul.

Pada tahun 2018, sekolahnya diserang oleh kelompok yang menyebut diri sebagai Negara Islam, atau yang dikenal sebagai ISIS. Lebih dari 46 rekan mahasiswanya tewas. Kemudian pada tahun 2020, setelah pindah ke lingkungan baru, sekolah barunya juga diserang oleh ISIS.

“Belajar di Afghanistan sulit dan saya memiliki banyak ketakutan. Tetapi pusat pendidikan kami telah mengambil beberapa langkah keamanan yang membantu saya merasa lebih aman. “Dan ketika Anda begitu sibuk belajar, tidak ada banyak waktu untuk memikirkan keamanan,” kata Shamsia. Setelah mendapatkan beasiswa untuk belajar di Turki, Shamsia kini sedang menjalani pelatihan untuk menjadi seorang dokter.

ISIS, ancaman baru
November lalu, Shahla sedang mengajar di Universitas Kabul ketika beberapa pria bersenjata menyerbu kampus dan melepaskan tembakan di ruang kelas sebelah. “Saya sedang berada di sebuah pameran buku ketika tiba-tiba saya mendengar suara tembakan terus menerus. Para siswa dengan putus asa berlarian ke mana-mana, ada yang menangis, ada yang segera menelepon, dan ada yang berlari menuju gerbang utama,” kata Shahla.

Ketika pasukan keamanan pemerintah tiba, pertempuran pecah antara kedua belah pihak yang berlangsung berjam-jam. Sebanyak 22 orang kehilangan nyawa dan lebih dari 22 terluka. “Sebagian besar korban adalah perempuan,” kata Shahla. “Dan bahkan polisi tidak ingin membantu perempuan yang terluka dan melarikan diri dari tempat kejadian karena mereka percaya menyentuh perempuan adalah haram.”

“Tapi kemudian ketika pasukan khusus tiba, mereka membawa gadis-gadis itu.” ISIS kemudian mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, dan mengatakan mereka menargetkan “wisuda para hakim dan para penyelidik yang bekerja untuk pemerintah Afghanistan yang murtad.” ISIS-K, cabang dari kelompok pemberontak jihad, dibentuk di Afghanistan pada tahun 2014.

Sejak itu, mereka mengaku bertanggung jawab atas beberapa serangan paling mematikan di ibu kota termasuk pusat pendidikan dan sekolah. Perempuan dan anak-anak, termasuk bayi yang baru lahir, menjadi sasaran salah satu serangan paling keji yang diklaim oleh ISIS tahun lalu. Sebuah serangan di bangsal bersalin rumah sakit menyebabkan 16 orang tewas dan 16 lainnya luka-luka.

Bagi seorang pendidik berdedikasi, Shahla, eskalasi kekerasan oleh kelompok pemberontak seperti ISIS dan perluasan wilayah Taliban adalah alasan dia harus sekali lagi mulai mengumpulkan buku-buku. “Saya harus memastikan bahwa saya memiliki cukup uang untuk membeli tenda, buku-buku, dan pena karena saya tahu Taliban tidak akan mengizinkan anak perempuan untuk belajar di sekolah.

“Bahkan sekarang ketika mereka mengambil alih sebuah distrik, hal pertama yang mereka lakukan adalah menutup sekolah perempuan.”

Penjualan Burqa Meningkat Pesat Saat Taliban Berkuasa

Taliban menguasai Afghanistan menjadi momok mengerikan untuk para wanita di negara tersebut. Sebelumnya Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan Taliban telah menang karena berhasil menduduki Kantor Kepresidenan. Kenapa Taliban yang kembali berkuasa akan menjadi mimpi terburuk wanita di Afghanistan? Pada 1996 hingga 2001 saat Taliban berkuasa di Afghanistan, seperti dikutip dari Al Jazeera, wanita dilarang pergi bekerja, anak-anak perempuan tidak boleh bersekolah dan para wanita harus menutup wajahnya atau memakai burqa, serta wanita harus ditemani saudara pria jika ingin keluar rumah.

Pada saat itu wanita yang melanggar aturan Taliban akan mendapat hukuman. Selain dipermalukan, para wanita ini juga mendapat hukuman cambuk dari polisi syariah yang berpatroli. Ketakutan kembalinya peraturan itu saat Taliban menguasai Afghanistan sudah terlihat pada awal Juli 2021 kemarin. Seperti dikutip dari Reuters, tentara Taliban yang menguasai Afghanistan memaksa masuk ke dalam kantor Azizi Bank di Kandahar. Mereka kemudian memerintahkan enam pegawai wanita untuk pulang. Para wanita itu dilarang bekerja.

Pejuang Taliban bersenjata itu benar-benar mengawal para pegawai bank wanita itu hingga sampai ke rumah. Dan para pegawai wanita itu diperintahkan untuk tidak kembali bekerja. Menurut para tentara Taliban, saudara pria mereka bisa menggantikan posisi mereka di bank. “Sangat aneh aku tidak boleh pergi bekerja, tapi itulah yang sekarang terjadi,” ujar Noor Khatera, pegawai Azizi Bank dalam wawancara dengan Reuters.

“Aku sudah belajar bahasa Inggris dan bahkan belajar bagaimana mengoperasikan komputer, tapi sekarang aku harus mencari tempat di mana aku bisa bekerja yang lebih banyak wanitanya,” kata wanita 43 tahun itu lagi.

Dua hari setelah kejadian di Azizi Bank cabang Kandahar, peristiwa serupa dialami pegawai wanita di Bank Milli, di Herat, Afghanistan. Menurut kesaksian dua kasir bank, dua tentara Taliban yang membawa senjata masuk ke dalam kantor mereka, memerintahkan para wanita untuk pulang dan tidak menunjukkan wajah mereka di publik.

Maryam Durani, jurnalis dan aktivis hak asasi manusia di Kandahar, Afghanistan mengungkapkan kekhawatiran yang sama seperti para pegawai bank yang disuruh pulang dan dilarang bekerja tentara Taliban. Seperti dikutip dari Financial Times, Maryam mengaku sudah mendapatkan ancaman jika dia meneruskan aktivitasnya sekarang ini.

“Aku belajar selama 25 tahun hanya untuk diperintah oleh orang-orang yang sama sekali tidak berpendidikan. Jika aku diizinkan pergi bekerja, aku yakin aku harus memakai burqa, yang sebenernya aku sudah tidak bisa toleransi,” ujar Maryam yang kini sudah meninggalkan Kabul demi keselamatannya dan keluarganya. “Tidak ada jaminan keamanan untuk kami,” tambahnya. Miriam, seorang wanita Afghanistan yang ditemui kontributor The Guardian saat berbelanja burqa, menyampaikan kekhawatiran yang sama. Dia pergi membeli burqa setelah suaminya memaksanya untuk melakukan itu.

“Suamiku memintaku mengubah gaya busana yang aku pakai dan mulai memakai burqa. Sehingga aku menjadi tidak terlalu menarik perhatian Taliban jika berada di luar rumah,” katanya. Para wanita dan warga Afghanistan pun berharap dunia bisa membantu mereka lepas dari Taliban. Karena jika Taliban berkuasa, semua hak asasi yang didapatkan para wanita dan anak-anak sebelumnya akan dicabut dalam berbagai aspek kehidupan.”Wanita dan anak-anak adalah yang paling menderita di sini. Dunia harus memahami dan menolong kami,” ucap juru bicara pemerintah Afghanistan kepada Reuters.

Ribuan Warga Afganistan Melarikan Diri Dari Taliban

“Utamanya dipastikan bahwa para penumpang ini dengan aman dibawa keluar dari negara tersebut,” imbuhnya.
Menurut situs pelacakan penerbangan FlightAware, penerbangan itu mendarat di Qatar pada Senin (16/8) dini hari waktu setempat. Militer AS tidak menyebut lebih lanjut tujuan penerbangan itu.

Pesawat transpor C-17 itu bukan satu-satunya pesawat militer yang membawa begitu banyak warga Afghanistan meninggalkan negaranya. Defense One yang mengutip seorang pejabat AS melaporkan sejumlah penerbangan lainnya dari Kabul juga membawa penumpang dengan jumlah yang tak jauh berbeda. Ini bukan momen pertama bagi pesawat Boeing C-17 yang dimiliki Angkatan Udara AS digunakan untuk evakuasi besar-besaran. Tahun 2013 lalu, sebuah pesawat C-17 milik AS terbang dengan membawa lebih dari 670 orang dari wilayah Filipina bagian timur usai topan Haiyan melanda.

Saat beroperasi normal. pesawat transpor C-17 diketahui biasa membawa 100 tentara dengan perlengkapan mereka. “Utamanya dipastikan bahwa para penumpang ini dengan aman dibawa keluar dari negara tersebut,” imbuhnya. Menurut situs pelacakan penerbangan FlightAware, penerbangan itu mendarat di Qatar pada Senin (16/8) dini hari waktu setempat. Militer AS tidak menyebut lebih lanjut tujuan penerbangan itu.

Pesawat transpor C-17 itu bukan satu-satunya pesawat militer yang membawa begitu banyak warga Afghanistan meninggalkan negaranya. Defense One yang mengutip seorang pejabat AS melaporkan sejumlah penerbangan lainnya dari Kabul juga membawa penumpang dengan jumlah yang tak jauh berbeda.

Ini bukan momen pertama bagi pesawat Boeing C-17 yang dimiliki Angkatan Udara AS digunakan untuk evakuasi besar-besaran. Tahun 2013 lalu, sebuah pesawat C-17 milik AS terbang dengan membawa lebih dari 670 orang dari wilayah Filipina bagian timur usai topan Haiyan melanda. Saat beroperasi normal. pesawat transpor C-17 diketahui biasa membawa 100 tentara dengan perlengkapan mereka.

Sejumlah warga Afghanistan yang putus asa dilaporkan nekat berpegangan pada sebuah pesawat militer Amerika Serikat (AS) yang terbang meninggalkan Kabul. Beberapa dari mereka bahkan dilaporkan terjatuh dari udara dan meninggal dunia. Seperti dilansir Newsweek dan CNN, Senin (16/8/2021), insiden tragis yang terjadi di bandara Kabul ini terekam kamera amatir yang menyebar luas di media sosial.

Video-video yang beredar menunjukkan beberapa pria muda nekat berpegangan pada badan pesawat militer C-17 milik AS yang tengah diparkir di area Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, pada Senin (16/8) waktu setempat.

Kekacauan menyelimuti bandara Kabul pada awal pekan ini setelah kelompok Taliban berhasil merebut kekuasaan dari pemerintahan Afghanistan yang kolaps. Situasi ini mendorong ribuan warga Afghanistan untuk membanjiri bandara, bahkan hingga ke landasan, demi bisa meninggalkan negara tersebut.

Ribuan tentara AS yang dikerahkan ke bandara Kabul untuk mengamankan evakuasi personel diplomatik dan warga, kini juga menjaga keamanan di area bandara. Semua penerbangan komersial dari Kabul juga diketahui telah dibatalkan pada Senin (16/8) ini setelah terjadi kekacauan tersebut.

Salah satu video yang diunggah kantor berita Afghan Asvaka News menunjukkan dua objek tak teridentifikasi terjatuh dari badan pesawat yang baru saja lepas landas dari bandara Kabul. “Video itu menunjukkan sebuah penerbangan dari bandara Kabul di mana dua orang terlempar dari sebuah pesawat ke rumah-rumah penduduk,” demikian bunyi laporan Afghan Asvaka News sembari menyertakan potongan video berdurasi 11 detik yang ditonton lebih dari 1 juta kali.

Tidak Punya Roadmap Penanganan COVID … Lebanon Bagai Neraka

Lebanon makin merana akibat kelangkaan bahan bakar minyak (BBM). Kondisi ini semakin parah karena sejak 2019 negara itu telah mengalami krisis keuangan yang menyebabkan banyak orang jatuh ke lubang kemiskinan.
Langkanya BBM, menyebabkan aktivitas dari fasilitas umum terhenti. Termasuk toko roti, toko roti, bisnis, dan rumah sakit mengurangi operasi atau memutuskan untuk menutup operasinya.

Dikutip dari Reuters, Sabtu (14/8/2021) BBM yang selama ini menjadi penggerak aktivitas di Lebanon telah lenyap. Warga Lebanon terpaksa kepanasan di rumah saat musim panas, hidup tanpa AC hingga gelap tanpa lampu. Mereka juga membuang isi kulkas mobil yang dimiliki kini tanpa bensin.

Kondisi itupun dianggap sebagai kondisi yang lebih buruk dari perang saudara 30 tahun lalu tepatnya pada 1975-1990. “Selama perang saudara, bahkan dengan betapa mengerikannya itu, tidak ada pemadaman listrik,” kata salah satu warga Hassan Khalife.

Kementerian Kelistrikan Lebanon mengatakan negaranya membutuhkan daya 3.000 megawatt untuk kebutuhan listrik secara penuh. Tetapi hanya memiliki sedikit bahan bakar dan hanya menghasilkan 750 megawatt listrik. Akibatnya dalam sehari masyarakat Lebanon hanya merasakan listrik satu hingga dua jam saja.

Krisis BBM ini menjadi lanjutan dari krisis keuangan di Lebanon yang telah terjadi sejak 2019. Krisis keuangan terjadi akibat korupsi dan salah urus selama beberapa dekade oleh elit penguasa yang gagal menemukan solusi saat dominasi masyakrakat Lebanon telah tenggelam dalam kemiskinan.

Daftar Kota Afganistan Yang Direbut Kembali Taliban

Taliban merebut sejumlah kota besar di Afghanistan dalam upaya memegang kendali penuh atas negara tersebut. Berikut daftar kota Afghanistan yang direbut Taliban. Kota-kota itu adalah Kandahar, Herat, Lashkar Gah, dan Qala-e-Naw. Saat ini, Taliban juga semakin dekat ke Kabul, Ibu Kota Afghanistan.

Kandahar adalah kota terbesar kedua di Afghanistan. Sejumlah pihak khawatir kejatuhan Kandahar ke tangan Taliban membuat kelompok tersebut semakin dekat untuk merebut Ibu Kota Kabul. Sedangkan Herat adalah kota terbesar di barat Afghanistan. Sementara, Lashkar Gah di selatan dan Qala-e-Naw di barat laut negara tersebut.

Seperti dikutip CNN pada Jumat (13/8), total, Taliban berhasil menduduki 12 ibu kota provinsi dan dua kota lainnya di Afghanistan. Juru bicara Taliban menuturkan bahwa kejatuhan kota-kota besar itu adalah tanda bahwa Afghanistan menyambut kelompoknya.

Sementara itu, pemerintah Afghanistan masih mengendalikan kota-kota utama seperti Ibu Kota Kabul, Mazar-i-Sharif, dan Jalalabad dekat perbatasan Pakistan. Serangan Taliban dimulai sejak Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menarik pasukan dari Afghanistan per Mei lalu. Sejak saat itu, Taliban menggempur pasukan pemerintah Afghanistan untuk kembali berkuasa. AS kini juga tengah bersiap untuk menarik 30 ribu pegawai kedutaan dan warga Afghanistan. Seperti dilansir AFP pada Jumat (13/8), Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan, 3.000 tentara AS akan ditempatkan di sana pada Minggu (15/8).

“Sehingga bisa mengevakuasi ribuan orang per hari dari Afghanistan,” ucap John Kirby.

Langkah serupa juga dilakukan beberapa negara. Denmark dan Norwegia akan menutup sementara kantor kedutaan mereka di Kabul. Kemudian, Finlandia akan mengevakuasi hingga 130 pekerja lokal Afghanistan. Jerman juga akan mengurangi staf diplomatiknya di Kabul.

Hampir dua dekade lamanya militer Amerika Serikat bercokol di Afghanistan. Ribuan tentara AS dikerahkan membantu dan melatih pasukan bersenjata Afghanistan melawan gempuran pemberontak, terutama Taliban. Selama hampir dua dekade pula AS meyakinkan publik bahwa kehadirannya di Afganistan berhasil mengasah kemampuan bertarung dan strategi angkatan bersenjata negara itu menjadi lebih baik.

Tak tanggung, AS dibantu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menghabiskan miliaran dolar demi melatih dan memasok senjata untuk militer dan kepolisian Afghanistan. Menurut data Kementerian Luar Negeri AS yang dikutip Eurasia Review, militer AS setidaknya menghabiskan US$778 miliar selama menginvasi Afghanistan sejak Oktober 2001-September 2019.

Namun, hasil tampaknya tak sejalan dengan biaya dan sumber daya yang dikeluarkan AS dan negara sekutu untuk Afghanistan selama ini.Sejak AS dan NATO resmi menarik pasukannya di Afghanistan pada Mei lalu, tentara pemerintahan Presiden Ashraf Ghani mulai kelimpungan menghadapi Taliban yang berupaya berkuasa lagi.

Taliban justru mulai kembali menunjukkan taringnya dengan menggempur pasukan pemerintah Afghanistan sejak pasukan AS dan NATO bertahap keluar dari negara itu. Tentara Afghanistan di sejumlah titik bahkan kabur tanpa perlawanan ketika Taliban menyerang.

Pada akhir Juli lalu, Taliban mengklaim telah menguasai 90 persen perbatasan negara tersebut. Dalam sepekan terakhir, kelompok itu membuat pasukan Afghanistan keok dengan berhasil menduduki 10 ibu kota provinsi di negara itu. Kemenangan Taliban pun membuat pemerintah Afghanistan kian tersudut. The New York Times melaporkan, ratusan tentara menyerah, sejumlah besar senjata dan peralatan militer pun melayang.

Sejumlah analis menganggap ketidaksiapan tentara Afghanistan ini merupakan bukti bahwa AS gagal melatih pasukan negara tersebut. Afghanistan sampai-sampai harus merekrut milisi-milisi bersenjata rakyat untuk membantu. “Pasukan Afghanistan masa kini terbiasa bertempur bersama pasukan Amerika dan NATO yang lebih kuat, yang sudah membantu mereka secara aktif sejak 2001,” tulis analis dari Observer Research Foundation, Saaransh Mishra, dalam tulisannya di Eurasia Review.

Di sisi lain, militer AS terlihat tak lagi agresif membantu pasukan Afghanistan sejak pasukannya meninggalkan negara itu. Sejauh ini, pasukan AS yang tersisa di Afghanistan hanya melakukan beberapa kali serangan terhadap Taliban melalui serangan udara. Upaya AS itu pun dirasa tak cukup membantu memukul mundur Taliban. Berbicara di Gedung Putih pada Selasa (10/8), Presiden AS Joe Biden mengaku tak menyesal dengan keputusannya menarik pasukan AS keluar dari Afghanistan.

Selama ini, pejabat AS terus meyakinkan publik bahwa kehadirannya di Afghanistan berbuah manis. Di awal invasi berlangsung, AS di depan publik bahkan berbual dengan memuji-muji pasukan Afghanistan yang baru mereka latih sebagai “kekuatan multi-etnis yang sangat profesional, yang dengan cepat menjadi pilar keamanan negara.”
Pada 2014, jenderal Angkatan Laut AS saat itu, John Allen, menganggap pasukan Afghanistan lebih baik dari yang ia kira selama ini.

Namun, kenyataan di lapangan disebut jauh berbeda. Dalam memo internal pemerintahan AS, para pejabat dan militer mengaku khawatir lantaran menemukan bahwa banyak dari pasukan Afghanistan yang masih buta huruf dan tidak terlatih. Beberapa pihak pun menilai AS selama ini hanya membuang waktu dan uang di Afghanistan. Pasalnya, pasukan Afghanistan merupakan salah satu angkatan bersenjata yang sangat tidak kompeten, dan korup. Banyak pula di antara mereka yang berkhianat.

Kabul Diprediksi Jatuh ke Tangan Taliban dalam 90 Hari. Dalam laporan The Washington Post berjudul Unguarded Nation pada 2019 lalu, beberapa pejabat AS, NATO, hingga Afghanistan sendiri menggambarkan upaya mereka memperkuat pasukan negara Asia Selatan tersebut selama ini hanya sebagai malapetaka berkepanjangan.

Mereka menggambarkan pasukan keamanan Afghanistan itu tidak kompeten, tidak termotivasi, kurang terlatih, korup, dan penuh dengan pembelot hingga penyusup. Dalam satu wawancara, seorang pejabat Angkatan Laut AS, Thomas Johnson, mengatakan bahwa warga Afghanistan memandang kepolisian sebagai bandit pemangsa dan “lembaga paling dibenci” di negara tersebut.

Mantan Duta Besar AS di Kabul, Ryan Crocker, mengatakan kepolisian Afghanistan bukan lah kekurangan senjata atau pasukan, tapi mereka tidak berguna dan korup sampai ke tingkat petugas biasa. Selain itu, korupsi juga mengakar dalam pasukan keamanan Afghanistan. Di atas kertas, Afghanistan mendata bahwa mereka memiliki sedikitnya 352 ribu pasukan bersenjata, terdiri dari militer dan polisi yang siap tempur.

Namun, pemerintah Afghanistan hanya dapat membuktikan bahwa ada 254 ribu pasukan yang aktif saat ini. Selama bertahun-tahun, para komandan militer Afghanistan disebut menggelembungkan jumlah pasukan demi mendapat uang lebih dari AS yang selama ini membayar gaji para personel.Akibatnya, saat ini AS meminta Afghanistan menggunakan data biometrik dengan sidik jari dan pemindaian wajah untuk mencairkan gaji para pasukannya.

Arab Saudi Gelar Ibadah Haji 2021 Mulai Minggu Depan

Pemerintah Arab Saudi bakal memulai pelaksanaan ibadah haji pada 2021 atau 1442 Hijriyah pada pekan depan. Dilansir dari kantor berita Saudi, SPA, mereka sudah menyaring dan memilih 60 ribu orang dari 558 ribu calon jemaah haji yang mendaftar. Para calon haji itu berasal dari 120 negara. Proses pendaftaran jemaah haji dibuka sejak 13 Juni lalu.

Mereka yang terpilih berusia antara 18 sampai 65 dan memenuhi persyaratan sudah disuntik dua dosis vaksin Covid-19 dan tidak mempunyai penyakit berat. Para calon haji akan tiba di Mekah pada 17 sampai 18 Juli dari empat lokasi miqat untuk berniat dan mengenakan ihram. Kemudian mereka akan melakukan Tawaf Qudum (selamat datang) mengelilingi Ka’bah, lalu kemudian menuju Padang Arafah untuk menjalani wukuf pada 19 Juli.

Menurut Wakil Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi, Dr. Abdelfattah Bin Suleiman Mashat, mereka sudah menyiapkan 3.000 bus untuk mengangkut jemaah haji. Namun, setiap bus hanya dibolehkan mengangkut maksimal 20 calon haji sebagai bagian dari protokol pencegahan Covid-19. “Kondisi lingkungan tahun ini akan berbeda dari pelaksanaan haji tahun lalu.

Kali ini lingkungan lebih sehat dan memastikan jemaah haji tetap menjaga jarak di antara mereka hingga akhir pelaksanaan ibadah. Hal itu didukung dengan tenda yang lebih besar sehingga sirkulasi udara tetap terjaga dan menekan risiko,” kata Mashat. Pemerintah Arab Saudi sejak tahun lalu menggelar ibadah haji secara terbatas akibat pandemi Covid-19.

Hal lain yang akan dilakukan tahun ini adalah pemerintah Saudi menyiapkan tenaga medis yang mendampingi setiap regu jemaah haji yang berisi 20 orang. “Setiap 20 jemaah haji akan dikawal oleh tenaga medis yang mengawasi dan memastikan protokol kesehatan tetap dijalankan oleh calon haji,” kata Juru Bicara Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, Hesham Saeed. Baca juga: Saudi Sterilisasi Masjidil Haram 10 Kali Sehari selama Haji Selain itu, pemerintah menyiagakan 40 orang penerjemah bagi jemaah calon haji.

Arab Saudi mengumumkan serangkaian kebijakan untuk mencegah penularan Covid-19 selama ibadah haji 2021, salah satunya dengan melakukan sterilisasi Masjidil Haram hingga sepuluh kali sehari. Badan Kepresidenan Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci Saudi menyatakan bahwa mereka merekrut 5.000 orang yang bakal bertugas melakukan sterilisasi Masjidil Haram beserta lingkungan di sekitarnya. Sebagaimana dilansir Arab News, pemerintah Saudi sudah menyiapkan lebih dari 60 ribu liter cairan desinfektan per hari dan teknologi pembersih lainnya untuk memenuhi kebutuhan sterilisasi Masjidil Haram tersebut.

Mereka juga menyediakan paket gratis bagi para jemaah yang berisi berbagai keperluan, seperti payung dan desinfektan. Selain itu, pemerintah Saudi juga akan menyebar robot-robot yang membawa botol air zamzam steril agar jemaah tak berdesakan ketika ingin minum. Lebih jauh, badan kepresidenan itu juga bakal menyediakan sekitar 800 kendaraan manual dan elektrik agar jemaah lansia lebih mudah bergerak di Masjidil Haram. “Pemerintah mengerahkan semua sektor negara untuk memfasilitasi layanan haji, juga menjamin keselamatan, keamanan, dan kesehatan agar jemaah dapat menunaikan ibadah haji dengan tenang,” ujar Menteri Media Saudi, Majid Al-Qasabi.

Al-Qasabi kemudian mengulas kembali berbagai langkah pemerintah Saudi untuk menjamin kelancaran ibadah haji 2021 di tengah pandemi Covid-19, di antaranya membatasi jemaah. Saudi memutuskan untuk hanya menerima 60 ribu jemaah haji lokal dan ekspatriat yang sudah berada di dalam negeri. Mereka tak menerima haji internasional. Menurut Al-Qasabi, keputusan itu sangat penting demi menjamin kesehatan para jemaah haji, terutama di tengah ancaman varian baru virus corona.

Cara Warga Lebanon Bertahan Ditengah Krisis Ekonomi Karena Pandemi

Lebanon tengah berjuang untuk tetap ‘hidup’ di tengah kondisi krisis ekonomi negaranya. Saking parahnya, situasi krisis ekonomi di Lebanon disebut bagai ‘neraka’ oleh warganya sendiri. Berbagai macam cara pun diupayakan agar seluruh warga negara dapat bertahan di tengah keterpurukan itu. Berikut beberapa cara yang dilakukan Lebanon agar bertahan dari keterpurukan:

  1. Tentara Sewakan Helikopter
  2. Menghemat Air
    Para warga negara Lebanon mulai menghemat penggunaan air. Terlebih setelah perusahaan air setempat meminta masyarakat mengurangi konsumsi mereka seminimal mungkin setelah terpaksa menutup pompa air dan stasiun distribusi karena kekurangan listrik. Perusahaan Air Lebanon Utara mengumumkan ini sebagai keadaan darurat tingkat tinggi.
  3. Wanita di Lebanon Pakai Pembalut dari Popok Hingga Kain
    Wanita di Lebanon juga saat ini kesulitan membeli pembalut sebagai kebutuhannya setiap bulan. Krisis ekonomi di sana membuat barang semakin langka dan harga melonjak drastis.

Pada 2019, satu paket pembalut dibanderol 3.000-4.000 pound Lebanon atau sekitar Rp 28.860 hingga Rp 38.480 (kurs Rp 9,62). Kini, harga pembalut yang sama sudah mencapai 13.000 pound atau sekitar Rp 125.000, bahkan dilaporkan ada yang dibanderol 32.000 pound (Rp 307.000).

Dengan melonjaknya harga pembalut di Lebanon, perempuan bernama Sherine tidak mampu lagi membeli pembalut. Jadi setiap bulan dia terpaksa membuatnya sendiri dari popok bayi atau kain lap. “Dengan semua kenaikan harga dan rasa frustrasi karena tidak bisa mengatur, saya lebih baik berhenti menstruasi sama sekali,” kata wanita berusia 28 tahun itu sambil air mata mengalir di pipinya.

Sebagai informasi, Lebanon saat ini mengalami salah satu depresi terdalam dalam sejarah modern. Mata uang Lebanon telah kehilangan lebih dari 90% nilainya dalam waktu kurang dari dua tahun dan lebih dari setengah populasi telah tenggelam dalam kemiskinan.

Komandan Angkatan Darat Jenderal Joseph Aoun memperingatkan bulan lalu bahwa krisis ini disebabkan oleh korupsi puluhan tahun dan pemborosan dalam pemerintahan. Selain itu, situasi politik dan perang sipil serta penumpukan utang pun disebut jadi salah satu faktor krisis ekonomi di Lebanon.

Lebanon tengah berjuang untuk tetap ‘hidup’ di tengah kondisi krisis ekonomi negaranya. Saking parahnya, situasi krisis ekonomi di Lebanon disebut bagai ‘neraka’ oleh warganya sendiri. Faktor utama krisis ekonomi yang terjadi di Lebanon disebabkan karena situasi politik dan perang sipil serta penumpukan utang. Lalu, apakah Indonesia perlu mewaspadai akan mengalami kejadian serupa?

Menanggapi hal tersebut, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kondisi antara Indonesia dengan Lebanon sangat jauh berbeda. Menurutnya, kondisi fiskal saat ini masih tergolong aman.

“Terlalu jauh untuk kita mengkhawatirkan krisis seperti di Lebanon, kondisi kita sangat jauh berbeda. Kita memang ada masalah dengan korupsi tapi tidak seburuk itu. Kondisi fiskal kita masih sangat aman,” kata Piter. Perihal utang, Piter setuju bahwa Indonesia mengalami lonjakan utang di tengah pandemi. Namun, menurutnya masih di batas aman sehingga RI tidak perlu khawatir akan bernasib sama dengan Lebanon.

“Kita tidak usah khawatir. Krisis seperti di Lebanon tidak akan terjadi di Indonesia. Utang kita itu masih dalam batas aman, masih di bawah 60% PDB,” jelasnya. Saat dikaitkan dengan kekhawatiran BPK akan utang RI yang sangat tinggi, Piter menjelaskan, selama pemerintah mendapat kepercayaan dari luar negeri, dan aliran modal tetap masuk maka ke depan tidak akan mengalami kendala dalam membayar utang negara.

“Tetapi tidak perlu jadi kekhawatiran kalau kita akan krisis, persoalan utang tidak bisa diselesaikan dalam jangka pendek. Perlu perencanaan fiskal yang kuat didukung dengan kebijakan moneter,” jelasnya. Selain itu, diperlukan strategi pembangunan industri berkesinambungan agar persoalan utang luar negeri bisa diselesaikan dalam jangka panjang. “Saran Saya ke pemerintah, fokus saja ke masalah pandemi, tidak perlu disibukkan dengan krisis Lebanon,” tandasnya.

Sementara itu, Director Political Economy & Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengatakan, utang luar negeri mempunyai risiko gagal bayar. Menurutnya, pemerintah harus mempunyai cukup devisa (dolar) untuk bayar bunga dan utang luar negeri. “Artinya neraca transaksi berjalan harus surplus. Kalau defisit, maka utang luar negeri harus bertambah besar karena defisit tersebut harus dibiayai lagi dari utang. Jadi, bayar utang tergantung apakah investor asing mau memberi utang. Kalau terhenti, maka akan memicu krisis valuta dan krisis ekonomi,” jelas Anthony saat dihubungi secara terpisah.

Lebih lanjut, dia mengatakan neraca transaksi Indonesia masih berjalan defisit sejak 2012. “Jadi ada ketergantungan dari investor asing, dan ada potensi gagal bayar kalau asing stop membeli surat utang negara,” pungkasnya.

Sebagai informasi, sebelum pandemi virus Corona (COVID-19) pada awal tahun 2020, Lebanon sudah menunjuk tanda-tanda menuju kehancuran. Pada awal Oktober 2019, negara tersebut kekurangan mata uang asing sehingga membuat nilai mata uang pound Lebanon melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Elit penguasa pun menjadi sasaran kemarahan publik karena telah mendominasi politik selama bertahun-tahun, dan mengumpulkan kekayaan mereka sendiri sementara gagal melakukan reformasi besar-besaran yang diperlukan untuk memecahkan masalah negara.

Akhir tahun 2019 juga terungkap bahwa negara tersebut melakukan praktik yang disebut para analis skema piramida atau skema Ponzi, di mana bank sentral berutang kepada bank-bank komersial dengan tingkat bunga di atas rata-rata pasar. Utang tersebut untuk membayar utang lainnya dan mempertahankan Lebanon.

Bank sentral Lebanon telah mensubsidi bahan bakar, obat-obatan, dan bahan makanan melalui nilai tukar preferensial, tetapi dengan cepat kehabisan dana karena tidak adanya pemerintahan yang menstabilkan ekonomi. Hasilnya adalah kelangkaan parah tidak hanya bahan bakar untuk listrik tetapi juga obat-obatan yang banyak digunakan mulai dari antibiotik hingga perawatan jantung dan kanker, serta bensin.