Ekstremis Al-Shabab Sayap Al Qaeda Berada Dibalik Para Bajak Laut Somalia


Sejak pecah perang saudara pada tahun 1991, Somalia tercabik dalam beberapa bagian yang masing-masing dikuasai kelompok perlawanan tertentu. Belakangan, negara ini dikategorikan sebagai salah satu negara gagal. Bahkan, tiga tahun ini Somalia menempati urutan pertama peringkat negara gagal dan negara paling berbahaya di dunia.

Peringkat itu dibuat berdasarkan survei oleh The Fund for Peace, lembaga penelitian nirlaba berbasis di Washington, AS. Lembaga itu ketika menerbitkan Indeks Negara Gagal 2010 pada akhir Juni lalu menempatkan Somalia di urutan pertama negara gagal dari 177 negara di dunia.

Survei itu sendiri berpijak pada tiga indikator penting, yakni indikator sosial, ekonomi, dan politik—termasuk masalah keamanan. Sejak daftar negara gagal dibuat pertama kali pada tahun 2005 pun Somalia sudah masuk dalam 5 atau 10 besar.

Indikator sosial yang dipakai antara lain ledakan penduduk, gelombang pengungsian lokal dan lintas negara secara masif, yang menguatkan adanya krisis kemanusiaan serius dan cenderung kronis. Indikator ekonomi antara lain pembangunan ekonomi tidak merata dan hancurnya sistem perekonomian.

Di bidang politik juga terjadi kriminalisasi dan/atau delegitimasi negara oleh kelompok perlawanan dan perpecahan yang tajam di tingkat elite politik. Juga terjadi kehancuran pelayanan publik secara progresif, aparatur keamanan negara beroperasi seperti ”negara di dalam negara”, dan adanya intervensi asing, termasuk di bidang keamanan.

Somalia terperosok dalam kekerasan senjata, perang saudara, sejak tahun 1991 atau 20 tahun silam. Saat itu terjadi kudeta menggulingkan diktator Mohamed Siad Barre dan sejak itu pula antarsuku saling menyalahkan. Somalia tidak memiliki pemerintah nasional yang efektif, negara yang tanpa hukum.

Tidak ada lagi pemerintah pusat. Walaupun beberapa usaha membentuk pemerintah pusat bersatu pernah dilakukan, selalu gagal. Penduduk Somalia utara sejak tahun 2001 membentuk pemerintahan sendiri yang disebut Republik Somaliland. Dunia internasional tidak pernah mengakui Somaliland sebagai negara otonom.

Pada tahun 1998, penduduk wilayah timur laut pun membentuk wilayah semi-otonomi Puntland. Dalam beberapa tahun terakhir ini, ekstremis Al-Shabab, salah satu sayap Al Qaeda di Tanduk Afrika, menguasai Somalia selatan.

Kelompok ekstremis itu, antara lain, telah mengendalikan wilayah pantai di sepanjang Somalia, pantai terpanjang dikuasai sebuah negara di Afrika. Ekstremis ini juga menguasai kelompok perompak paling berbahaya di dunia saat ini. Mereka menyandera kapal-kapal asing dan meminta tebusan besar demi kelangsungan operasional jaringan.

Pemerintahan yang diakui dunia internasional adalah Pemerintahan Transisi Nasional (TFG). TFG kehilangan kontrol atau kendali atas banyak wilayah atau hanya mengendalikan sebagian kecil wilayah, termasuk Mogadishu, ibu kota negara, dan satu-dua wilayah di pedalaman.

Kekerasan senjata masih terjadi setiap hari hingga kini. Beberapa kelompok perlawanan berusaha keras mengepung dan merebut istana presiden di Mogadishu yang dilindungi pasukan perdamaian Uni Afrika (UA) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kelompok perlawanan yang satu berusaha mendahului kelompok yang lain menuju ke istana presiden di Mogadishu.

Begitulah, antara lain, yang terjadi dalam tujuh pekan terakhir sejak 23 Februari. Pasukan UA terlibat baku tembak dengan kelompok ekstremis dan militan yang berusaha menduduki istana presiden. Tentara UA terus melakukan serangan bertahan melindungi istana. Sekitar 50 tentara UA tewas dan puluhan anggota kelompok perlawanan juga tewas dalam kekerasan senjata yang terjadi tujuh pekan itu.

Agustinus Mahiga, Perwakilan Khusus Sekjen PBB, meminta TFG menggelar pemilu tahun ini. Setidaknya pemilu digelar bersamaan dengan berakhirnya masa TFG pada Agustus 2011. Namun, TFG justru menginginkan perpanjangan masa tugas hingga Agustus 2012. Sebuah persoalan baru bagi Somalia. Pada tahun ini pun Somalia diperkirakan masih berada di urutan pertama negara gagal.

Leave a comment