Pengatur Kecepatan di Arena Balap


Bukan karena MotoGP merupakan olahraga yang berbahaya dan memiliki risiko kematian bagi pebalapnya yang membuat perusahaan asuransi asal Italia, Generali, tertarik menjadi salah satu sponsor salah satu tim.

Risiko bahaya di ajang MotoGP bukan hanya sekadar peringatan belaka. Tahun ini saja pebalap asal Jepang yang turun di kelas Moto2 atau satu level di bawah MotoGP, Shoya Tomizawa, tewas karena kecelakaan di Sirkuit Monza, Italia.

Sebelum Shoya, Jepang juga pernah kehilangan pebalapnya di arena balapan, Doijiro Kato. Malangnya, mantan juara dunia tahun 2002 di ajang GP 250 cc (sekarang kelasnya berganti menjadi Moto2) itu harus meninggal di depan publiknya sendiri, Sirkuit Suzuka, Jepang, tahun 2003.

Assistant Manager Corporate Communications Generali Asia Sabrina Di Giorgio sembari tersenyum mengatakan, meski perusahaannya banyak bergerak di bidang asuransi jiwa, bukan karena risiko yang sangat berbahaya dari arena balapan yang membuat Generali memutuskan untuk mensponsori tim Ducati di ajang MotoGP. Bahkan, menurut Sabrina, tak satu pun pebalap Ducati dan anggota kru mereka di paddock yang secara resmi terlindungi program asuransi Generali karena urusan kerja sama sponsorship ini.

Kerja sama

Kerja sama antara Generali dan Ducati, kata Sabrina, lebih karena kedua perusahaan ini memiliki perjalanan panjang sebagai salah satu brand Italia yang terkenal di seluruh dunia. Generali berdiri pertama kali sebagai perusahaan asuransi di Trieste, timur laut Italia tahun 1831, sementara Ducati didirikan oleh tiga bersaudara Ducati, Bruno, Adriano, dan Marcello, di Bologna tahun 1926.

”Pilihan mensponsori Ducati di ajang MotoGP ini lebih karena baik Generali maupun Ducati merupakan brand Italia yang terkenal di seluruh dunia. Kami juga memiliki sejarah yang panjang. Bahkan, Generali sudah didirikan sebelum Italia resmi berdiri sebagai negara republik tahun 1861,” kata Sabrina saat menemani jurnalis dari Indonesia menonton balapan MotoGP di Sirkuit Sepang, Malaysia, Minggu (10/10).

Generali memang belum lama menjadi sponsor Ducati di ajang MotoGP. Secara resmi Generali menjadi sponsor bagi tim Ducati sejak tahun 2009, atau setahun sejak Ducati mematahkan dominasi pabrikan Jepang, Yamaha dan Suzuki, di ajang MotoGP. Tahun 2008 pebalap Australia, Casey Stoner, menjadi juara dunia MotoGP dengan mengendarai Ducati.

”Sejarah panjang, tradisi besar brand Italia di dunia membuat kami memilih mensponsori tim Ducati di MotoGP. Selain tentu saja Generali dan Ducati juga perusahaan yang penuh inovasi,” kata Sabrina sembari menuturkan, sejak tahun 1831, Generali beroperasi di 68 negara, dengan 70 juta klien dan total premi mencapai 70,5 miliar euro.

Chief Executive Officer Generali Giovanni Perissinotto mengakui, kerja sama dengan Ducati di ajang MotoGP bagi perusahaannya merupakan langkah yang tepat mengembangkan pangsa pasar internasional lebih luas lagi. ”Kerja sama ini membawa kami bersama-sama sebagai dua perusahaan utama Italia, yang selama bertahun-tahun telah menunjukkan kapasitas dalam berinovasi dan sukses sebagai pemain internasional,” kata Giovanni.

Tak kalah bersemangatnya Chief Executive Officer Ducati Gabriele Del Torchio yang menilai kerja sama sponsorship di antara dua perusahaan global ini, sebagai perjanjian yang membawa nilai-nilai besar dari dua merek Italia, yang sekaligus bisa mempromosikan ”made in Italia” ke seluruh dunia.

Langkah sebuah perusahaan Eropa, apa pun jenisnya, untuk mensponsori sebuah tim balapan MotoGP, kata Sabrina, merupakan hal yang tepat. Ini disebabkan citra MotoGP sebagai olahraga yang penuh risiko dan digemari banyak orang di Eropa. ”Selain sepak bola dan Formula 1, MotoGP adalah olahraga yang sangat terkenal bagi orang Eropa,” ujarnya. ”Lebih-lebih karena siaran televisi di ajang balapan MotoGP menjangkau pemirsa seluruh dunia”.

Sebagai pemain yang lama berkecimpung di Eropa, perusahaan asuransi seperti Generali, diakui Sabrina, memang belum banyak dikenal di Asia. Meski menjadi salah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar di Eropa, di Asia, Generali baru beroperasi di delapan negara, China, India, Thailand, Filipina, Jepang, Uni Emirat Arab, Hongkong, dan Indonesia. Generali masuk ke Asia tahun 2002 sebagai penyedia asuransi jiwa bagi perusahaan minyak nasional China.

Masuk Indonesia

Di Indonesia, Generali resmi masuk pada Agustus 2009. Menurut Chief Executive Officer PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia Edy Tuhirman, meski baru sebagai pemain asuransi di Indonesia, Generali cukup percaya diri mengingat rekam jejak mereka di Eropa. ”Banyak perusahaan global yang beroperasi di Indonesia menjadi klien kami. Saat ini ada sekitar 150 perusahaan yang menjadi klien kami,” ujar Edy.

Edy mengakui, sebagai perusahaan yang cukup mengakar lama di Eropa, Generali cukup konservatif. Untuk itu, dia tak terlalu khawatir dengan langkah progresif perusahaan asuransi di Indonesia dalam mencari klien. Edy mencontohkan, saat tren bankasurrance dalam bentuk asuransi unit link atau produk asuransi jiwa yang sekaligus menawarkan investasi kepada pemegang polis ditawarkan di banyak bank nasional, Generali malah memilih bank asing, seperti Bank Development Bank of Singapore (DBS).

”Kami memang sengaja menyasar klien menengah ke atas. Investor Indonesia itu selalu melihat perilaku investor yang ada di atas mereka. Jadi, kalau kalangan menengah pasti melihat apa yang dilakukan investor kalangan atas. Dengan sengaja menyasar yang ada di atas, kami berharap perilaku investor kalangan atas ini bakal ditiru oleh mereka yang ada di segmen menengah ke bawah,” katanya.

Seperti dalam balapan, untuk menjaga risiko, produk unit link Generali juga mengambil pilihan konservatif yang membatasi nafsu kliennya mendapatkan untung sebesar mungkin. Edy mengungkapkan, sifat serakah investor bisa berakibat fatal.

Untuk itu, produk link Generali, kata dia, membatasi keuntungan dan kerugian pada persentase tertentu. Ini yang disebut Edy sebagai instrumen cruise control atau pengatur kecepatan. Seperti dalam balapan, cruise control memudahkan pebalap, kapan saatnya harus menginjak gas dan kapan saatnya mengerem.

Edy mengaku punya pengalaman pahit sebagai investor pasar modal yang harus kehilangan banyak saat pasar dilanda gejolak seperti tahun 2008 lalu. ”Dengan cruise control, investor dibatasi. Saat profit sudah mencapai 25 persen, dia harus jual. Kalaupun rugi, ketika level kerugian mencapai 5 persen, kami akan alihkan ke instrumen lain, seperti pasar uang. Ini seperti sell high, buy low,” kata Edy.

Menurut dia, sangat mungkin baru Generali perusahaan asuransi jiwa yang menawarkan produk link dengan instrumen cruise control seperti ini. Klien, nasabah pemegang polis, atau investor tetap diberi tahu hari per hari kemajuan dana yang mereka setorkan. Edy cukup percaya diri bahwa instrumen cruise control ini tetap menarik meski keuntungan klien dibatasi pada persentase tertentu.

Edy mengungkapkan, konservatisme di Generali tidak selamanya kaku. Konservatisme telah membuat Generali melalui perjalanan panjang, lebih tua dari usia negara tempat mereka lahir. ”Tetapi, dengan inovasi seperti instrumen cruise control ini, kami percaya bisa beroperasi lebih lama. Lihat saja betapa pemain besar di Amerika Serikat begitu mudah kolaps hanya dengan satu gejolak. Makanya, inovasi seperti instrumen cruise control ini, karena unik, kami mematenkannya,” kata Edy.

Seperti halnya balapan MotoGP yang penuh risiko dan berbahaya, investasi pun demikian adanya.

”Percayalah, bagi orang yang pernah jatuh dalam permainan investasi seperti saya, instrumen cruise control ini penting. Coba Anda tanya ke Valentino Rossi yang sudah pernah jatuh di lintasan balap, maukah dia mengendarai sepeda motor yang tak ada remnya. Sehebat apa pun cara Rossi membalap, saya yakin dia pasti tak mau mengendarai sepeda motor tanpa rem,” kata Edy.

 

Leave a comment