Jagung Setara Dengan Logam Mulia


Bagi DuPont, jagung adalah produk pertanian berharga layaknya logam mulia. Mereka memperlakukannya istimewa. Teknologi robot berharga jutaan dollar AS diadopsi, mulai dari tahap penyeleksian benih hingga laboratorium lapangan.

Para peneliti lulusan perguruan-perguruan tinggi berkelas direkrut untuk bekerja pada rantai proses penelitian. Di sana, mereka menerapkan pengetahuan bioteknologi yang terus berkembang demi produk benih jagung berkualitas. Sejauh ini, jagung hibrida masih menjadi andalan atas nama produktivitas, selain kedelai.

Produktivitas benih tanaman pangan menjadi kata kunci. Alasannya, penduduk dunia akan bertambah menjadi 9 miliar pada tahun 2050. Sementara luas lahan pertanian tak akan pernah bertambah, kecuali membuka hutan. Namun, itu jelas-jelas bertentangan dengan upaya mencegah laju perubahan iklim.

Di tengah kondisi semacam itu, ilmu pengetahuan diharapkan menjadi jembatan. ”Bioteknologi menjadi sangat penting meskipun bukan jawaban semua persoalan,” kata Executive Vice President DuPont James Borel. Sejauh ini, DuPont mengklaim bahwa mereka tidak menjual produk rekayasa genetika yang membahayakan manusia dan lingkungan.

Di laboratorium Pioneer di Johnston, Iowa, para peneliti DuPont sedang dan terus mengembangkan jagung produktif tahan kekeringan ekstrem: Drought Tolerance I. Produk tersebut rencananya hanya akan diluncurkan di AS tahun 2011. AS merupakan salah satu konsumen jagung terbesar di dunia.

Kekeringan menjadi isu besar karena salah satu dampak perubahan iklim adalah minimnya suplai air. ”Kekeringan dapat mengurangi 50 persen potensi panen, setelah empat hari saja,” kata Drought Program Pioneer Dave Warner. Di AS, 85 persen lahan jagung terdampak kurang air, yang dapat mengancam industri dan ketahanan pangan AS.

Adapun dampak global kekeringan di bidang pertanian jagung menyebabkan kerugian 13 miliar dollar AS. ”Jadi, Anda tahu betapa pentingnya penelitian kami,” kata Dave di rumah kaca penelitian jagung Pioneer.

Setelah Drought Tolerance I, DuPont menargetkan meluncurkan benih jagung Drought Tolerance II (pada tahap penelitian fase II). Produk itu disebut-sebut justru lebih produktif apabila ditanam di lahan kering. Tidak di lahan basah.

Kepada para wartawan yang diundang mengunjungi laboratorium penelitian DuPont, DuPont menegaskan bahwa pengembangan riset berbasis kebutuhan riil dunia menjadi fokus mereka. Jagung hanya salah satu ”logam mulia” DuPont yang telah sampai di Indonesia.

Bagaimana dengan padi? ”Itu belum prioritas utama kami, tetapi kami akan ke sana juga pada akhirnya,” kata Borel.

 

Leave a comment