Negara G-20 Sepakat Berhenti Membahas Masalah Nilau Tukar Uang Yuan


Kelompok 20 mungkin telah menyatakan gencatan soal mata uang. Namun, penghentian sementara yang dicapai pada akhir pekan lalu tampaknya masih mengandung bibit-bibit kekacauan di kemudian hari.

Para analis menyambut baik kesepakatan yang dicapai oleh para menteri keuangan dalam pertemuan di Korea Selatan selama dua hari, akhir pekan lalu. Para menteri keuangan Kelompok 20 (G-20) sepakat untuk berupaya mencegah kompetisi devaluasi mata uang, tak melakukan perang kurs atau pelemahan nilai tukar mata uang, dan berupaya membuat neraca berjalan seimbang.

Dana Moneter Internasional (IMF) telah diberi kekuasaan untuk mengawasi kesepakatan tersebut walau kesepakatan itu tidak memberikan target angka yang pasti untuk negara seperti China guna menurunkan angka surplus perdagangan mereka.

Pada saat yang sama, G-20 sepakat membuat langkah bersejarah, yaitu mengalihkan sebagian kekuasaan di IMF kepada China dan negara berkembang lain sehingga memberi mereka kekuasaan lebih besar untuk menyatakan pendapat. Pengalihan ini berpotensi menciptakan ketegangan baru dan perpecahan baru di lembaga pengawas finansial dunia itu.

Domenico Lombardi, mantan anggota dewan IMF dan Bank Dunia, mengatakan, Menteri Keuangan Amerika Serikat Timothy Geithner telah menang atas argumen yang disampaikannya bahwa ketidakseimbangan yang besar dalam bidang perdagangan merupakan tantangan baru pada perekonomian global.

”Konsensus G-20 perlahan mengubah posisi AS, tetapi tanpa target angka yang pasti. Tampaknya komitmen ini akan cepat meluntur,” ujar Lombardi yang kini peneliti senior pada Brookings Institution di Washington.

Dia mengusulkan agar China memberi dirinya sendiri ruang untuk bernapas setelah berbulan-bulan mengalami tensi tinggi karena kebijakannya menurunkan kurs yuan.

”China telah berjanji akan membuat fleksibilitas lebih besar lagi pada mata uang mereka sebelum pertemuan tingkat tinggi Toronto. Tetapi, ternyata mereka hanya melakukan hal itu sedikit sekali,” ungkap Lombardi mengacu pada pertemuan para pemimpin G-20 Juni lalu.

Dengan menetapkan target untuk mengurangi surplus neraca berjalan, Washington terus mencari cara baru untuk mendesak China guna melonggarkan kurs yuan. Banyak negara berkembang, termasuk China, menuduh bahwa AS telah sengaja membuat kurs dollar AS melemah terhadap mata uang di dunia sehingga mendapatkan kembali keuntungan ekspor.

Perselisihan antara China dan AS juga membuat negara lain, seperti Jepang dan negara berkembang di Amerika Latin, menyaksikan mata uang mereka menguat hingga mencapai tingkat yang dianggap membahayakan dan merugikan perusahaan ekspor mereka.

Kredibilitas G-20 dalam mengatasi masalah ini tidak ditopang oleh keputusan Menteri Keuangan Brasil Guido Mantega yang tetap menjauhi Korea Selatan.

”Kami tiba di Gyeongju dengan kekhawatiran dan meninggalkannya dengan harapan,” kata Menteri Keuangan Perancis Christine Lagarde. Presiden Korsel Lee Myung-bak dengan bercanda mengatakan akan memutuskan transportasi ke tempat pertemuan hingga ada kesepakatan. Tempat pertemuan dengan bandara Busan berjarak sekitar 90 menit.

Ahn Soon-Kwon, peneliti pada Institut Riset Ekonomi Korea, mengatakan, G-20 telah membuat permulaan yang bagus untuk mengatasi menghindari masalah mata uang. ”Tetapi, jika melihat ke dalamnya, China akan mendapatkan keuntungan lagi karena dengan mengikuti kesepakatan ini justru akan sulit membendung keinginan konsumen di AS untuk berhenti membeli barang murah dari China. Kesepakatan ini akan membantu China berkelit dari kritik Washington,” ujar Marco Annuziata, ekonom dari Unicredit Group di London.

Leave a comment