Anggota Parlemen Dikritik Karena Berperilaku Tidak Terpuji


Parlemen India telah menjadi sorotan luas publik negaranya. Sejak awal tahun hingga Agustus ini parlemen terus saja menunjukkan perilaku buruk, tidak terpuji, dan bahkan tidak bermartabat. Ada yang menyebut periode itu sebagai ”episode paling memalukan”.

Kekecewaan publik diungkapkan, antara lain, oleh Jaya Sen, profesor ilmu politik dan penulis sejumlah buku tentang parlemen India, Minggu (29/8). Terkait banyaknya perilaku buruk anggota parlemen selama ini, dia berkomentar, ”Ini adalah episode-episode paling memalukan.”

Lembaga parlemen dan majelis negara (baik majelis rendah maupun majelis tinggi) diibaratkan Sen sebagai kuil demokrasi. ”Parlemen dan majelis negara adalah kuil-kuil demokrasi, tetapi tak seorang pun peduli merawatnya,” kata Sen.

Negara demokrasi terbesar

Dalam pidato pada peringatan hari jadi kemerdekaan India, 15 Agustus, Perdana Menteri Manmohan Singh menegur anggota parlemen agar tidak berperilaku buruk di mata rakyat.

Lima hari setelahnya parlemen memutuskan untuk menaikkan gaji mereka sendiri tiga kali lipat, dari 16.000 rupee menjadi 50.000 rupee per bulan, ditambah lagi dengan biaya operasional sebesar 40.000 rupee untuk perjalanan, kantor, dan lainnya.

Rasa bangga sebagai negara demokrasi terbesar di dunia tidak dibarengi dengan pelayanan yang baik oleh wakil-wakil rakyat itu. Bahkan, orientasi politik anggota parlemen sering kali membuat lembaganya tidak berfungsi dengan baik.

Perilaku dan kinerja majelis negara, baik itu majelis rendah maupun majelis tinggi—semuanya terekam dalam siaran langsung televisi—sangat buruk di masa lalu. Misalnya, mereka sering adu mulut di ruang sidang, bertengkar dan melontarkan kata-kata tidak senonoh, adu fisik, dan berteriak-teriak kepada yang lain lewat pengeras suara.

Kekacauan—yang lazim menyebabkan penangguhan pertemuan—cenderung menghentikan sejumlah debat penting, membatalkan dan menunda pemeriksaan yang cermat atas hal-hal penting, seperti naskah rancangan undang-undang.

Tak produktif, boros biaya

Data dari PRS Legislative Reasearch, lembaga yang berbasis di New Delhi, menunjukkan, dari 170 jam kerja satu masa sidang parlemen hingga Sabtu, 100 jam hilang. Hal itu disebabkan oleh 70 kasus penangguhan dan hampir 30 kasus protes dan walkout. Masalah ini diperparah dengan fakta bahwa setiap menit sidang parlemen nasional, baik produktif maupun tidak, dibiayai 26.035 rupee.

Dalam pidato 15 Agustus, Singh mengutuk maraknya kebiasaan melontarkan kata-kata kasar dan tidak menyenangkan di dalam ”rumah” rakyat. ”Kritik haruslah bermartabat,” katanya. Wakil Presiden Hamid Ansari juga kecewa terhadap parlemen.

Pada Juli lalu, lebih dari 60 anggota majelis negara bagian Bihar saling melempar kursi dan sepatu di ruang sidang. Di luar ruang sidang, seorang wanita anggota parlemen sampai merusak pot bunga.

Leave a comment