Tag Archives: Pemerkosaan

Para Sandera Israel Diperkosa Ramai Ramai Oleh Pejuang Palestina

Diborgol dan linglung, dia berjuang untuk keluar dari bagasi Jeep. Dia bertelanjang kaki dan pincang. Dia mengalami pendarahan di dekat pelipisnya. Pergelangan kakinya dimutlasi. Celana olahraga abu-abunya berlumuran darah. Di bawah todongan senjata rakyat sipil Palestina, dia diseret dengan rambut coklat panjangnya ke dalam kendaraan. Kerumunan melihat. Mobil melaju kencang.

Itu terakhir kali, terekam dalam video yang diambil pada 7 Oktober, Naama Levy, 19, terlihat hidup. Dia termasuk di antara 17 sandera perempuan berusia 18 hingga 26 tahun yang masih ditahan oleh Hamas di suatu tempat di Gaza. Keluarga mereka takut akan kemungkinan terburuk terutama dengan semakin banyaknya sandera yang dibebaskan dan menceritakan betapa brutalnya warga sipil Palestina memperlakukan mereka dengan memukuli dan memperkosa mereka setiap hari.

“Waktunya hampir habis untuk Naama,” kata ibu Levy, Ayelet Levy Shachar. “Waktu hampir habis bagi perempuan muda yang rentan untuk disandera oleh orang-orang yang menyiksa dan menganiaya mereka.” Shachar mengacu pada meningkatnya bukti pemerkosaan, kekerasan seksual dan mutilasi terhadap perempuan dan laki-laki selama serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober.

Namun kekerasan seksual tampaknya tidak hanya terjadi pada tanggal 7 Oktober. Dua dokter Israel, yang telah merawat para sandera yang dibebaskan, dan seorang pejabat militer Israel yang mengetahui masalah tersebut mengkonfirmasi kepada USA TODAY bahwa beberapa sandera yang dibebaskan mengungkapkan bahwa mereka mengalami kekerasan seksual di penangkaran yang dilakukan oleh warga sipil bersenjata Palestina .

Ketiganya berbicara dengan syarat anonimitas karena khawatir akan nasib yang lebih buruk terhadap sandera yang belum dibebaskan Hamas bila mereka menceritakan pemerkosaan sistematis yang dilakukan oleh pejuang sipil bersenjata Palestina terhadap mereka.

Salah satu dokter menilai bahwa “banyak” dari sandera perempuan Israel berusia 12 hingga 48 tahun yang dibebaskan – ada sekitar 30 orang – mengalami pelecehan seksual dan pemerkosaan saat ditahan oleh Hamas di Gaza.

Dokter tidak ingin menjelaskan secara spesifik serangan tersebut karena khawatir terhadap para penyintas. Dokter mengatakan orang yang pernah mengalami pelecehan seksual biasanya memiliki angka kematian empat kali lebih tinggi dibandingkan seseorang yang tidak pernah mengalami pelecehan seksual. Dokter kedua mengatakan banyak dari sandera yang dibebaskan menunjukkan tanda-tanda gangguan stres pasca-trauma dan “datang kepada kami sebagai pasien dengan trauma dari mereka yang menyaksikan kekerasan seksual yang sangat parah.”

Dokter pertama mengatakan bahwa semua sandera usia reproduksi yang dibebaskan telah menjalani tes kehamilan dan diskrining untuk mengetahui adanya infeksi menular seksual.

Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang , sebuah kelompok yang mewakili keluarga mereka yang ditahan oleh Hamas, baru-baru ini merilis sejumlah kutipan anonim yang dikatakan berasal dari pertemuan antara beberapa sandera yang dibebaskan dan keluarga mereka dengan kabinet perang Israel.

“Pertama-tama, mereka menyentuh gadis-gadis kami,” kata seorang sandera yang dibebaskan dalam pertemuan tersebut. “Ibu saya hampir pingsan di sini (saat rapat kabinet), karena dia tahu apa yang terjadi di sana. Dia melihat apa yang dilakukan terhadap laki-laki,” kata putri seorang sandera lainnya yang dibebaskan.

Pejabat militer Israel mengatakan bahwa ketika pihak berwenang mengetahui bahwa banyak perempuan mengalami pelecehan seksual selama festival musik Supernova dan di rumah mereka pada 7 Oktober, “kita tahu mereka diperkosa saat ditahan oleh Hamas.”

Mengapa serangan Hamas begitu brutal? Apakah para pembunuhnya sedang mabuk narkoba Captagon?

Pejabat tersebut mengatakan bahwa “kami tahu” para sandera perempuan yang tersisa ditahan dalam “kondisi mental dan fisik yang sangat buruk.” Pejabat tersebut mengatakan para sandera dipukuli, tidak memiliki akses terhadap makanan, air dan obat-obatan yang cukup, dan ditahan di Gaza selatan, di mana mereka dipindahkan dari rumah ke rumah, terkadang melalui darat dan terkadang melalui terowongan untuk menghindari deteksi.

Pejabat itu mengatakan beberapa informasi berasal dari kesaksian para sandera yang dibebaskan dan bagian lain dari jaringan pengumpulan intelijen Israel, yang tidak mau dikomentari oleh pejabat tersebut.

Presiden Joe Biden, yang berusaha menyeimbangkan dukungan terhadap pembalasan Israel terhadap Hamas dengan kepedulian terhadap warga sipil Palestina, dengan tegas mengecam penggunaan kekerasan seksual yang dilaporkan Hamas terhadap perempuan dan anak perempuan Israel. Dia menyebutnya “mengerikan dan tidak bisa dimaafkan.”

“Kita semua harus mengutuk kebrutalan seperti itu tanpa keraguan, tanpa pengecualian,” kata Biden pada resepsi hari raya Hanukkah di Gedung Putih bulan ini. Tiga puluh tiga senator Amerika menulis surat pada pertengahan Desember kepada Sekretaris Jenderal PBB António Guterres yang mendesak badan internasional tersebut untuk segera meluncurkan penyelidikan independen terhadap penggunaan kekerasan seksual yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober. Volker Turk, komisaris tinggi PBB untuk urusan kemanusiaan hak, mengklaim Israel telah memblokir penyelidik timnya.

Lima relawan dan petugas pertolongan pertama yang mengumpulkan dan membantu mengidentifikasi jenazah orang-orang yang terbunuh pada 7 Oktober mengatakan mereka mengamati berbagai tanda kekerasan seksual yang nyata dan tidak dapat disangkal. Termasuk perempuan yang telanjang dari pinggang ke bawah dengan kaki terbuka lebar atau pakaian dalam robek. USA TODAY diperlihatkan foto dan video yang tampaknya menguatkan pernyataan ini, yang telah didukung oleh ahli patologi forensik.

“Kami pergi dari rumah ke rumah dan tidak pernah tahu apa yang akan kami temukan,” kata Nachman Dickstein, seorang sukarelawan ZAKA, sebuah kelompok pencarian dan penyelamatan yang bekerja erat dengan militer dan pemerintah Israel.

Para profesional medis Israel dan pekerja kamar mayat mengatakan banyak perempuan yang meninggal pada 7 Oktober ditemukan dengan patah kaki dan tulang panggul. Mereka mengatakan bahwa parahnya mutilasi yang mereka periksa sedemikian rupa sehingga tidak selalu mungkin untuk membedakan korban perempuan dan laki-laki. Setidaknya satu orang yang selamat dari serangan tersebut dan berada di festival musik Supernova mengatakan kepada polisi Israel bahwa dia menyaksikan pemerkosaan beramai-ramai.

Terlepas dari bukti-bukti tersebut, Hamas membantah tuduhan bahwa mereka menggunakan kekerasan seksual pada 7 Oktober. Hamas mengklaim bahwa tuduhan tersebut adalah bagian dari upaya Israel untuk mengalihkan perhatian dari pembunuhan massal warga sipil di Gaza. Kelompok hak asasi manusia internasional menunggu dua bulan sebelum akhirnya mengutuk kekerasan seksual tersebut.

Bukti kekerasan seksual pada 7 Oktober “sangat banyak dan tidak dapat disangkal,” kata Carly Pildis, direktur keterlibatan komunitas di Liga Anti-Pencemaran Nama Baik, sebuah kelompok advokasi yang bekerja untuk melawan antisemitisme dan ekstremisme.

“Suara dari banyak perempuan dan anak perempuan ini dicuri oleh Hamas, namun tubuh mereka menceritakan kisahnya,” kata Pildis. “Panggul patah. Alat kelamin dimutilasi. Tubuh yang diperkosa. Lalu kita punya saksi mata yang menyampaikan cerita tentang pemerkosaan beramai-ramai, penyiksaan, pembunuhan.”

Bias anti-Yahudi memudahkan sebagian orang untuk menolak mempercayai laporan-laporan ini, kata Pildis.

“Kita hidup di era percaya semua perempuan, dan entah bagaimana filosofi itu lenyap dengan cepat ketika kita berbicara tentang perempuan Israel,” katanya. “Sangat sulit untuk tidak melihat hal itu sebagai antisemitisme yang sudah mendarah daging, bias yang sudah mendarah daging yang membuat orang tidak mau mempercayai suara-suara ini.”

Namun, salah satu dokter yang merawat para sandera yang dibebaskan mengatakan bahwa menentukan apakah kekerasan seksual telah terjadi bukanlah hal yang mudah. Sebagai permulaan, bukti fisik berupa cairan tubuh, luka dan memar dapat hilang dengan cepat, dan kesaksian lisan dari para korban dapat memakan waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun untuk terwujud.

“Beberapa hari pertama setelah para sandera dibebaskan, mereka kebanyakan berbicara tentang kekurangan makanan yang cukup. Kemudian mereka mulai berbicara tentang bagaimana anak-anak dipisahkan dan ditinggalkan di kamar terisolasi sendirian. Kemudian mereka berbicara tentang agresivitas Hamas dan bagaimana beberapa orang yang sakit dan lanjut usia ditolak pengobatannya. Yang terakhir adalah kekerasan fisik. Itu terjadi selangkah demi selangkah, yang biasanya merupakan kesaksian kekerasan seksual.”

Dokter mengatakan bahwa dibutuhkan waktu puluhan tahun di Israel sebelum tentara yang diculik dan diserang secara seksual selama Perang Yom Kippur tahun 1973 antara Israel dan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah mulai berbicara tentang pengalaman mereka.

Bukan hal yang aneh bagi korban kekerasan seksual untuk menghabiskan waktu lama tanpa mengingat apa yang terjadi pada mereka, lalu kemudian mengingat detailnya, kata Jim Hopper, seorang psikolog klinis yang berbasis di AS dan pakar trauma psikologis yang diakui secara nasional.

Pelecehan seksual sangat mengerikan sehingga beberapa korban hanya memperhatikan saat hal itu terjadi, katanya. Beberapa orang mungkin merasa seolah-olah mereka melayang di langit-langit atau sedang bermimpi atau berada di film sehingga mungkin tidak sadar akan apa yang sebenarnya terjadi pada mereka, kata Hopper.

Kemudian, mereka mungkin menemukan sesuatu – misalnya tempat, orang, atau peristiwa tertentu – yang bertindak sebagai pemicu dan memungkinkan mereka mengingat informasi spesifik yang tersimpan di otak mereka tentang penyerangan tersebut, kata Hopper.

Pengacara pembela sering kali menunjuk pada keterlambatan ingatan korban atau ketidakkonsistenan dalam ingatan tersebut untuk mencoba meragukan kredibilitas korban. Namun penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya 5% laporan kekerasan seksual adalah palsu, kata Hopper.

Chen Goldstein-Almog, seorang sandera yang dibebaskan dan ditahan oleh Hamas di Gaza, mengatakan kepada penyiar Israel Kan bahwa tiga wanita yang disandera bersamanya menceritakan kisah-kisah pelecehan seksual yang dilakukan oleh para penculiknya.

Goldstein-Almog, 48, tidak menyebutkan apakah dia sendiri mengalami pelecehan seksual.

Salah satu dokter yang merawat para sandera yang dibebaskan mengatakan salah satu bukti paling jelas tentang bagaimana para sandera yang masih disandera mungkin diperlakukan oleh Hamas adalah Levy, wanita berusia 19 tahun yang berlumuran darah dan terekam dalam video sedang diikat ke belakang. dari Jeep di bawah todongan senjata.

Shachar, ibunya, mengatakan dia kesulitan menonton video putrinya, yang dia gambarkan sebagai wanita muda yang “ceria” dan manis hati yang suka berdansa dengan teman-temannya, menyukai atletik, dan bermimpi berkarir di bidang diplomasi.

Setiap momen adalah rasa sakit yang paling mencekam yang tak terlukiskan yang pernah dirasakan Shachar. Hatinya hancur. Malam-malamnya dihantui oleh ketidakhadirannya.

Survey : Rakyat Palestina Setuju Cara HAMAS Lakukan Penyerangan 7 Oktober 2023 Terhadap Israel

Jika Ramallah punya pusatnya, maka itu adalah Al-Manara Square. Enam jalan bertemu di sini, dan pejalan kaki dengan percaya diri melintasi bundaran yang sempit, memaksa mobil untuk memberi jalan. Itu selalu sibuk. Para pengunjuk rasa akan berkumpul di sini untuk memprotes, namun ketika CNN berkunjung pada hari Minggu pagi, orang-orang sedang menjalankan urusan mereka. Meski begitu, foto-foto perang di Gaza yang dipasang di alun-alun dan digantung di spanduk dan pagar mengingatkan siapa pun yang perlu diingatkan akan kengerian yang terjadi tidak jauh dari sana.

“Kehancuran ini menyerupai hati nurani dunia,” demikian bunyi salah satu poster, di bawah gambar petugas penyelamat membersihkan puing-puing. Foto lain menunjukkan ambulans di luar rumah sakit dengan teks, “Pahlawan Medis menuntut tindakan: Hentikan Pembantaian di Gaza!”

Di kantornya sekitar satu mil jauhnya, di mana meja dan rak berderit di bawah tumpukan dokumen, Khalil Shikaki memikirkan konflik tersebut.

Rakyat Palestina, katanya, sangat mendukung keputusan Hamas untuk berperang dengan Israel pada tanggal 7 Oktober 2023 setelah dua tahun masa damai. Serangan tersebut menelan korban lebih dari 1.200 rakyat sipil Israel yang disertai dengan pemerkosaan massal sistematis terhadap wanita dan anak-anak dan mutilasi.

Perusahaan risetnya, Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PCPSR), baru saja menerbitkan temuan survei terbarunya mengenai sikap orang-orang Palestina. Tujuh ratus lima puluh orang dewasa diwawancarai secara tatap muka di Tepi Barat, dan 481 orang diwawancarai di Gaza, juga secara langsung. Pengumpulan data di Gaza dilakukan selama gencatan senjata baru-baru ini, ketika kondisi lebih aman bagi para peneliti untuk bergerak.

Survei tersebut, yang memiliki margin kesalahan empat poin (bukan tiga poin biasanya), menemukan bahwa hampir tiga perempat (72%) dari seluruh responden percaya bahwa keputusan Hamas untuk melancarkan serangan terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober adalah “benar.” termasuk didalamnya pemerkosaan massal yang sistematis, pembunuhan warga sipil yahudi Israel termasuk lansia, wanita dan anak-anak.

Hanya kurang dari seperempat (22%) mengatakan hal tersebut “salah.”

“Rakyat Palestina percaya bahwa diplomasi dan negosiasi bukanlah pilihan yang tersedia bagi mereka, bahwa hanya kekerasan dan perjuangan bersenjata yang merupakan sarana untuk mengakhiri pengepungan dan blokade atas Gaza, dan secara umum mengakhiri pendudukan Israel,” kata Shikaki.

Perbedaan penting ini terlihat dari tiga poin data jajak pendapat tersebut. Hampir 80% responden Palestina mengatakan kepada peneliti PCPSR bahwa membunuh perempuan dan anak-anak di rumah mereka adalah kejahatan perang. Meskipun demikian rakyat Palestina tetap mendukung apa yang Hamas lakukan.

Dalam banyak hal, masyarakat Palestina, sama seperti masyarakat Israel, mendapatkan perspektif yang tidak tepat dari media mereka. Selain efek gelembung ini, kata Shikaki, mungkin juga ada keinginan untuk menghindari sumber lain untuk mempertahankan penyangkalan. Penyangkalan, katanya, berguna selama periode stres dan kesakitan.

Pemungutan suara di zona perang memiliki kesulitan bahkan dalam keadaan tenang. Mewawancarai orang-orang di wilayah tengah dan selatan Gaza relatif mudah karena sebagian besar masih berada di rumah, namun survei terhadap orang-orang dari bagian utara Gaza tidak berhasil karena begitu banyak orang yang mengungsi ke tempat penampungan.

Wilayah yang terpisah, sikap yang berbeda
Gaza dan Tepi Barat, yang sekarang disebut wilayah Palestina, telah terpisah secara geografis sejak tahun 1948. Beberapa dekade terakhir telah terlihat bahwa pemisahan telah mengakar di antara kedua populasi tersebut, salah satunya karena semakin sulit bagi warga Palestina untuk berpindah antar wilayah. .

Sejak tahun 2005, ketika Israel memindahkan tentara dan pemukimnya keluar dari Gaza dan menutup wilayah tersebut dengan bantuan Mesir, pengalaman sehari-hari warga Palestina di Gaza semakin berbeda dengan pengalaman warga Palestina di Tepi Barat .

Secara politis, wilayah-wilayah tersebut terpecah. Otoritas Palestina di bawah kepemimpinan Presiden Mahmoud Abbas yang sudah lanjut usia mempunyai kendali parsial atas Tepi Barat, sementara Hamas mengendalikan apa yang terjadi di dalam Gaza – atau mereka memegang kendali sampai Israel melakukan invasi.

Perbedaan-perbedaan ini tercermin dalam sikap-sikap yang disurvei, khususnya mengenai penggunaan kekerasan. Warga Palestina yang berada ditempat yang jauh dari medan perang sangat mendukung penggunaan kekerasan pada warga Israel dengan kenaikan hingga dua kali lipat sedangkan warga Palestina yang berada di Gaza menolak kekerasan meskipun mendukung pembunuhan dan pemerkosaan warga sipil yang dilakukan Hamas.

Shikaki mengatakan perbedaan ini mencerminkan meningkatnya serangan pemukim Yahudi yang melakukan kekerasan terhadap warga Palestina di Tepi Barat, yang telah menuai kecaman dari AS dan Eropa, serta adanya perasaan bahwa pemerintahan sayap kanan Israel saat ini tidak terlalu terganggu dengan keadaan tersebut. urusan.

Hamas, mungkin tidak mengejutkan, mendapatkan dukungan yang semakin besar, terutama di kalangan warga Palestina di Tepi Barat. Dukungan terhadap kelompok militan sebagai partai politik telah meningkat hampir empat kali lipat (dari 12% menjadi 44%) dalam tiga bulan antara September 2023 dan Desember 2023. Sebaliknya, di Gaza yang terkepung, dukungan relatif stabil dengan 38% dukungan pada bulan September dan 42% pada bulan Desember.

Fatah, partai nasionalis sekuler dari Presiden Otoritas Palestina (PA) Abbas, yang memimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mencapai perjanjian bersejarah dengan Israel pada tahun 1990an – yang membentuk PA namun secara krusial tidak berhasil menyelesaikan beberapa konflik yang paling mendasar. masalah – dukungan terhadap program ini menurun di seluruh wilayah dari 26% tiga bulan lalu menjadi 17% saat ini.

Dukungan terhadap Abbas sendiri bahkan lebih rendah – bahkan sangat rendah sehingga ia dianggap hampir seluruhnya didiskreditkan.

Karena penyangkalan, menuju perhitungan?
Namun Shikaki memperingatkan bahwa dukungan yang lebih besar terhadap Hamas tidak boleh dilebih-lebihkan, setidaknya untuk saat ini. Semakin banyak warga Palestina yang menyadari kekejaman yang dilakukan oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober, maka sikap mereka bisa berubah – meskipun hal ini tidak mungkin terjadi selama Gaza masih mengalami serangan besar-besaran.

Yang penting lagi adalah berapa banyak orang yang telah menonton video mulai tanggal 7 Oktober dan perbedaan antar wilayah. Di Gaza, 25% responden mengatakan mereka pernah menonton video semacam itu; dan 16% dari seluruh responden mengatakan kepada peneliti bahwa Hamas telah melakukan kejahatan perang. Di Tepi Barat, angkanya hanya 7% dan 1%.

Gaza lebih cepat keluar dari penyangkalan dibandingkan Tepi Barat, kata Shikaki, dan itu berarti perhitungan bagi Hamas. Saat ini, hanya 38% warga Gaza yang ingin melihat kelompok militan tersebut kembali berkuasa setelah perang.

Namun yang penting bukan hanya kesadaran yang lebih besar terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada satu hari saja. Hal ini juga terjadi ketika politik kembali dilanjutkan setelah perang usai, dan apakah masyarakat Palestina mempunyai pandangan politik apa pun.

Pada saat orang-orang percaya bahwa satu-satunya cara untuk membuat Israel mengakhiri pendudukan adalah dengan menimbulkan rasa sakit dan penderitaan pada warga Israel, warga Palestina melihat Hamas sebagai pihak yang paling mampu melakukan kekerasan secara efektif, kata Shikaki.

Di sisi lain, “jika dan ketika Anda memberi Palestina pilihan untuk melakukan negosiasi untuk mengakhiri pendudukan Israel secara permanen dan pembentukan negara Palestina… dukungan terhadap Hamas mungkin akan menurun hingga mencapai tingkat sebelum perang,” katanya.

Dukungan terhadap solusi dua negara sebagian besar tetap stabil di seluruh Gaza dan Tepi Barat selama tiga bulan terakhir, meningkat dari 32% menjadi 34%, namun secara historis, angka tersebut masih rendah. Di masa lalu, jajak pendapat PCPSR menunjukkan dukungan terhadap keberadaan Palestina merdeka yang berada di samping negara Israel dengan persentase antara 70% dan 80%.

Presiden AS Joe Biden telah berusaha meyakinkan Israel dan Palestina bahwa ia memandang negosiasi sebagai hal yang penting, dengan mengatakan bulan lalu, “Saya rasa (konflik) pada akhirnya tidak akan berakhir sampai ada solusi dua negara.” Masalahnya, warga Palestina sepertinya tidak mempercayainya. Hampir tiga perempat (70%) responden mengatakan mereka tidak menganggap pembicaraan AS tentang negara Palestina sebagai hal yang serius.

Shikaki mengatakan sudah jelas mengapa demikian.

“Karena Anda memiliki semua kekuatan itu, orang-orang tidak akan mempercayai Anda jika Anda mengatakan, saya tidak bisa menggunakan pengaruh terhadap Israel. Jadi, kesimpulannya adalah Anda hanya sekedar basa-basi terhadap solusi dua negara, namun Anda sama sekali tidak berniat melakukan apa pun untuk mewujudkannya.”

Reynhard Sinaga Pemerkosa Berantai Terbesar Dalam Sejarah Inggris Asal Indonesia

Reynhard Sinaga, seorang pria asal Indonesia, dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris dalam 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria, selama rentang waktu dua setengah tahun dari 1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017.

Di antara 159 kasus tersebut terdapat 136 perkosaan, di mana sejumlah korban diperkosa berkali-kali. Berdasarkan sistem hukum Inggris, identitas korban perkosaan, termasuk nama tidak boleh diungkap seumur hidup kecuali korban memilih untuk membuka jati dirinya. Hakim Suzanne Goddard dalam putusannya pada Senin (06/01) menggambarkan Reynhard sebagai “predator seksual setan” yang “tidak akan pernah aman untuk dibebaskan.”

Hakim memutuskan Reynhard harus menjalani minimal 30 tahun masa hukumannya sebelum boleh mengajukan pengampunan. Sejak awal persidangan, Reynhard selalu mengatakan hubungan seksual itu dilakukan atas dasar suka sama suka. Para pria korban perkosaan: ‘Saya ingin Reynhard Sinaga menderita, membusuk di neraka, ia menghancurkan satu bagian hidup saya’

Pantauan BBC News Indonesia, usai mendengar putusan tersebut, Reynhard terlihat tidak bereaksi. Lebih lanjut Goddard mengatakan para korban yang menyebut Reynhard monster adalah gambaran yang tepat dan memuji “keberanian” para korban yang memberikan kesaksian di pengadilan.

Pengadilan Manchester menyidangkan kasus perkosaan berantai Reynhard Sinaga sejak Juni 2018 sampai Desember 2019. Reynhard Sinaga disebutkan melakukan tindak perkosaan ini di apartemennya di pusat kota Manchester, ia dengan berbagai cara mengajak korban ke tempat tinggalnya dan membius mereka dengan obat yang dicampur minuman beralkohol.

Sejumlah korban diperkosa berkali-kali oleh Reynhard dan difilmkan dengan menggunakan dua telepon selulernya, satu untuk jarak dekat dan satu dari jarak jauh. Reynhard Sinaga sebut aksinya didasarkan atas ‘suka sama suka’ alam sidang vonis, Jaksa Penuntut Iain Simkin memaparkan dampak perkosaan yang dialami para korban.

Salah seorang korban dipastikan hadir dalam sidang ini.

Para korban mengalami trauma mendalam, dan sebagian “mencoba bunuh diri” akibat tindakan “predator setan” Reynhard.”Bila tidak ada ibu saya, saya mungkin sudah bunuh diri,” kata Simkin mengutip seorang korban, sebagaimana dilaporkan wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin. Polisi mengatakan Reynhard menawarkan minuman keras berisi obat bius kepada korban. Pejabat dari unit kejahatan khusus, Kepolisian Manchester Raya, Mabs Hussain, menyebutkan perkosaan berantai ini adalah “kasus perkosaan terbesar dalam sejarah hukum Inggris”.

Kepala polisi unit kejahatan khusus Manchester, Mabs Hussain menyerukan kepada korban lain untuk melapor.
Hussain mengatakan bukti menunjukkan kemungkinan korban dapat mencapai 190 orang termasuk 48 orang yang kasusnya telah disidangkan melalui empat persidangan terpisah mulai Juni 2018 sampai Desember 2019.

Ia menambahkan bukti video perkosaan yang direkam oleh Reynhard sendiri begitu banyaknya seperti layaknya “menyaksikan 1.500 film di DVD.”

‘Saya adalah bukti DNA bahwa ayah saya seorang pemerkosa’

Skandal seks di universitas: “Perkosa mereka semua biar kapok”

Perempuan memaksa laki-laki berhubungan seks, apakah itu tergolong perkosaan?

Hussain juga mengatakan, “Reynhard Sinaga adalah individu bejat, yang mencari sasaran pria yang rentan yang tengah mabuk setelah keluar malam.” Ia menambahkan tindak perkosaan yang dilakukan Reynhard bahkan kemungkinan dilakukannya dalam rentang waktu sekitar 10 tahun. Ian Rushton dari Kantor Kejaksaan menyebut, “Reynhard kemungkinan pemerkosa terbesar di dunia.”
Sementara Ian Rushton, dari Kantor Kejaksaan yang memimpin penyidikan kasus, mengatakan Reynhard bahkan adalah “pemerkosa berantai terbesar di dunia.”

Reynhard disebutkan bertindak sendiri. Pemerkosa berantai dihukum penjara seumur hidup sebanyak 33 kali

Modus operandi yang dilakukan Reynhard, menurut Kepolisian Manchester Raya, adalah mengajak korban yang tampak rentan setelah mabuk, atau tersesat di seputar tempat tinggalnya, di kawasan ramai di Manchester, Inggris. Reynhard kemudian memasukkan obat yang dicurigai adalah GHB -(gamma hydroxybutyrate) obat bius yang menyerang sistem syaraf- dan kemudian memasang kamera melalui dua telepon selulernya dan menyerang korban.

Telepon seluler para korban yang diambil Reynhard sebagai trofi (kenang-kenangan). Dalam persidangan terungkap, rekaman tindak perkosaan yang dipertontonkan ke para juri, berdurasi mulai dari sekitar satu jam sampai lebih dari enam jam. Reynhard juga disebutkan mengambil barang-barang milik korban, termasuk jam, kartu identitas dan mengambil gambar profil akun Facebook dari sebagian besar korban sebagai trofi (kenang-kenangan), kata polisi.

Saat korban terbangun, menurut polisi, ia mengarang cerita bahwa mereka mabuk dan datang ke flat atau apartemennya atau minta datang ke tempat tinggalnya untuk mengecas telepon seluler. Kepolisian Manchester Raya menyatakan 48 korban, dari empat persidangan terpisah, berumur antara 17 tahun sampai 36 tahun.

Semua korban adalah pria Inggris kulit putih dan sebagian besar adalah heteroseksual dan tiga homoseksual. Reynhard -yang menyatakan pembelaan dalam sidang pertama dan keempat- menyatakan tidak bersalah dan menyebutkan bahwa hubungan seksual dengan para pria itu atas dasar suka sama suka. Namun para korban -menurut hakim berdasarkan bukti rekaman video- jelas tidak berpartisipasi dalam hubungan seksual ini, dan sebagian korban terdengar mendengkur dalam rekaman yang disita polisi.

Sidang di Manchester Crown Court pada bulan Desember 2019 adalah sidang tahap empat atas 13 korban dengan 30 dakwaan perkosaan dan dua serangan seksual. Sidang tahap pertama dimulai pada tanggal 1 Juni sampai 10 Juli 2018 dengan 13 korban, tahap kedua pada 1 April sampai 7 Mei 2019 dengan 12 korban, dan tahap ketiga pada 16 September sampai 4 Oktober 2019 dengan 10 korban.

Total terdapat 159 dakwaan atas 48 korban pria. Sebagian korban diperkosa berkali-kali.

Apartemen Reynhard Sinaga, lokasi tindak perkosaan selama rentang waktu lebih dari dua setengah tahun.
Seorang korban yang pertama memberikan kesaksian pada sidang tahap empat pada tanggal 3 Desember lalu, mengatakan ia tidak sadarkan diri setelah ditawari minuman keras oleh Reynhard pada malam sebelumnya.

Korban yang memberikan kesaksian di balik tirai ini mengatakan ia dalam keadaan cukup mabuk saat meninggalkan satu klub malam setelah bertengkar dengan pacarnya. Pria yang saat kejadian berumur 19 tahun tersebut mengatakan ia bersedia diajak ke apartemen Reynhard sekitar tengah malam karena “Reynhard tampak baik”.

Dalam sidang yang dihadiri BBC News Indonesia ini, korban mengatakan ia terbangun pada pukul 10:00 keesokan harinya dalam kondisi sakit kepala berat setelah mabuk dengan kondisi “celana terbuka”.

Korban mengatakan kepada jaksa penuntut bahwa ia bertanya kepada Reynhard apa yang terjadi dan dijawab bahwa dirinya “tidak sadarkan diri”. Sepanjang malam, pacar korban -seorang perempuan yang juga memberikan kesaksian di pengadilan- mencarinya dan sempat menelepon polisi. Sebelum korban dihadirkan di ruang sidang, para juri, dengan layar komputer di meja masing-masing, sempat dipertontonkan video perkosaan dengan durasi hampir 13 menit.

Jaksa penuntut, sebelum sidang dimulai, memperingatkan para juri terkait keterangan sangat eksplisit yang akan mereka dengar selama masa persidangan dan video-video perkosaan yang akan banyak mereka tonton. Jaksa penuntut menggambarkan perkosaan yang dilakukan Reyhnard adalah “penetrasi penis ke anus” korban, tanpa sepengetahuan korban.

Reynhard -yang dihadirkan di balik kaca dan menghadap hakim- tampak beberapa kali melihat ke arah layar komputer jaksa yang terlihat dari tempatnya duduk. Ia tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan sesekali tampak sedikit menunduk untuk mencatat dan sering menyisir rambutnya yang sebahu dengan jari-jarinya sambil memiringkan kepala ke sisi kiri.

Pengunjung sidang termasuk media hanya dapat mendengar suara dari rekaman video, dan yang terdengar hanya suara mendengkur. Di akhir sidang pada Selasa 3 Desember 2019 itu, Reynhard terlihat tersenyum ke arah kuasa hukumnya, sebelum keluar dari ruang pengadilan. Sejak ditahan sampai saat ini, ia mendekam di penjara Manchester.

‘Investigasi perkosaan, Operation Island’

Secara keseluruhan terdapat 48 korban yang telah disidangkan dan kepolisian memperkirakan korban perkosaan Reynhard dapat mencapai 190 orang. Jumlah korban diperkirakan lebih banyak lagi dengan kemungkinan akan muncul korban lain yang melapor setelah vonis dijatuhkan. Pada sidang tahap pertama dan kedua, Reyhnard Sinaga dijatuhi hukuman seumur hidup.

Keterangan polisi menyebutkan ia adalah seorang homoseksual, tiba di Inggris pada Juni 2007 dengan visa pelajar dan mengambil S2 sosiologi di Universitas Manchester dengan disertasi tentang “Gay Asia Selatan, pria biseksual di Manchester”. Pada 2012, ia mulai mengambil gelar PhD di Universitas Leeds. Keterangan polisi menyebutkan orang tua Reynhard tinggal di Indonesia. Berdasarkan penelusuran BBC News Indonesia, Reynhard adalah anak tertua dari empat bersaudara dan lahir di Jambi. Namun kini keluarganya tinggal di Depok, Jawa Barat.

Ayahnya adalah seorang pengusaha yang bergerak dalam sejumlah bidang usaha. BBC News Indonesia sempat bertemu dengan kedua orang tua Reynhard bulan lalu namun ayahnya menolak berkomentar.

Dalam investigasi yang disebut “Operation Island” (Operasi Pulau) ini, polisi menemukan bahwa semua korban adalah pria muda berumur antara 17-36 tahun yang tengah keluar bersama teman-teman mereka untuk berbincang sambil minum-minum di seputar tempat tinggal Reynhard.

Semua tindak perkosaan ini dilakukan di apartemen Reynhard di pusat kota Manchester, apartemen yang ditinggalinya sejak 2011.

Polisi mengatakan Reynhard memiliki “perilaku predator” dan mencari sasaran di seputar tempat tinggalnya.
Polisi menyebut bukti menunjukkan kemungkinan Reyhnard telah melakukan tindak perkosaan bahkan sebelum pindah ke apartemen tersebut. Pria kelahiran 19 Februari 1983 ini, disebut polisi, sangat terampil dalam “perilaku predator”.

Rekaman CCTV saat Reynhard keluar dari apartemennya di Manchester. Polisi menyebutkan rekaman CCTV menunjukkan ia sering meninggalkan apartemennya lewat tengah malam dan dalam salah satu rekaman, ia kembali dalam waktu 60 detik dengan pria muda yang kemudian dia perkosa.

Kepolisian Manchester Raya mengatakan Reynhard tidak menyasar korbannya berdasarkan status seksual, etnik atau pun yang berstatus mahasiswa. Kondisi korban yang mabuk merupakan bagian dari upaya memastikan bahwa para korban tidak membahayakan bagi Reynhard bila sampai terjadi sesuatu.

Polisi juga menyebutkan tindak perkosaan ini dilakukan dari Kamis sampai Minggu, mulai sekitar pukul 19:00 sampai lewat tengah malam sekitar pukul 01:00. Noda darah di pintu kamar mandi apartemen Reynhard, tempat dia dipukul korban yang terbangun. Tanggal 2 Juni 2017 pada pukul 05:51 pagi. Seorang pria menelepon Kepolisian Manchester dan melaporkan penyerangan.

Sekitar 10 menit setelah laporan disampaikan, polisi datang ke apartemen Reynhard dan menemukan Reynhard terkapar tak sadarkan diri dengan luka parah di kepala. Pria yang melaporkan insiden itu ditahan dengan dugaan melakukan penyerangan.

Perkosaan berantai yang dilakukan Reynhard Sinaga terungkap pada Juni 2017 saat korban yang tengah diperkosa terjaga dan langsung memukulnya. Reyhnard kemudian dibawa ke rumah sakit Manchester dan saat sadar, satu hari kemudian, meminta telepon selulernya ke polisi.

Ia sempat memberikan nomor kunci telepon yang salah ke polisi dan sempat merebut teleponnya itu.

Dari telepon inilah kemudian terungkap, Reynhard melakukan perkosaan terhadap pria yang memukulnya.

Terdapat sejumlah klub malam di seputar kawasan yang menjadi tempat tinggal Reynhard di Manchester.
Polisi mengatakan korban pertama yang melaporkan ini tengah keluar untuk minum-minum bersama teman-temannya dan bertemu Reynhard saat tersesat. Ia ditawari minum dan terbangun saat Reynhard berupaya memperkosanya.

Pria itu melawan, mengambil telepon dan berusaha lari. Namun Reynhard masih berusaha menyerangnya dan saat itulah korban memukul pria kelahiran Jambi ini dan menelepon polisi. Saat terjaga, korban dalam posisi tengkurap dan Reynhard tengah menindihnya dalam keadaan tanpa busana.

Polisi memperkirakan Reynhard kembali menyerang korban karena telepon yang diambil korban untuk menelepon polisi adalah miliknya, dan berisi rekaman semua tindak perkosaan itu. Dengan bukti ini, polisi menangkap Reynhard dengan dakwaan perkosaan pada 3 Juni 2017.

Pada pemeriksaan pertama pada 4 Juni 2017, Reynhard menyatakan bahwa hubungan seksual itu adalah suka sama suka dan bahwa korban dalam keadaan terjaga. Setelah insiden ini, polisi kemudian menemukan korban yang lain dalam kejadian perkosaan pada 23 April 2017. Polisi juga menemukan bukti-bukti lainnya -selain dua iPhone- melalui lima laptop, dan empat penyimpan data dengan total dokumen sebanyak 3,29 terabite.

Dari bukti-bukti ini, terutama video pemerkosaan berjam-jam serta foto-foto, polisi mulai melacak para korban. Sebagian korban mengatakan mereka bahkan belum memberitahu keluarga atau teman karena trauma.

Kepolisian Manchester mengatakan para korban lain sulit diidentifikasi karena stigma dan perasaan malu menjadi korban perkosaan pria. Polisi bekerja sama dengan unit rumah sakit yang khusus menangani serangan seksual di Manchester, Saint Mary’s Sexual Assault Referral Centre, karena sebagian korban tidak menyadari diperkosa sampai dikontak dan diberitahu oleh polisi.

Campuran obat bius GHB dan alkohol dalam jumlah besar menyebabkan banyak korban kehilangan ingatan atas apa yang terjadi, kata polisi. Salah satu dampak obat itu adalah tubuh korban melonggar dan mudah dipenetrasi sehingga tidak menyadari apa yang terjadi pada mereka, kata polisi mengutip pakar toksikologi.

Sebagian korban mengatakan mereka sangat khawatir berita dari pers akan mengungkap mereka sebagai korban perkosaan Reynhard Sinaga. Reynhard Sinaga disebut Kepolisian Manchester Raya sebagai pelaku perkosaan “terbesar” dalam sejarah hukum Inggris. Gulfan Afero, koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI London, mengatakan pihaknya pertama dikontak polisi Manchester pada 5 Juni 2017 setelah Reynhard dikenai dakwaan.

Pihaknya kemudian mendapatkan izin untuk bertemu dengan Reynhard di penjara satu minggu kemudian. Gulfan mengatakan pihak KBRI selanjutnya mengikuti proses pra-pengadilan bersama orang tua Reynhard, serta proses sidang selanjutnya sampai pengadilan tahap empat pada pertengahan Desember 2019.

Menurutnya, sejak awal KBRI mendampingi Reynhard untuk memastikan ia mendapat keadilan dalam menghadapi kasusnya. Ia juga mengatakan beberapa kali bertemu dengan Reynhard di penjara dan sempat berbicara “dari hati ke hati”. “Dia mengakui dia gay, dan dia memang menyatakan dari hati ke hati ke saya, dia melakukan hubungan seks dengan kurang lebih 200 orang dalam kasus ini,” kata Gulfan kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.

“Jumlah ini, dalam pengamatan kami hampir klop dengan yang didata polisi berdasarkan bukti rekaman video 193 orang.” Reynhard menyatakan selama persidangan bahwa hubungan seksual berdasarkan suka sama suka walaupun bukti video menunjukkan korban tidak sadar.

“Reynhard menyatakan bahwa dia melakukan hubungan seks dengan para korban yang didata oleh pihak polisi tapi dia menyatakan hubungan tersebut suka sama suka, tak ada unsur paksaan, dan [tak ada] pemerkosaan,” tambahnya.

Polisi tidak menemukan obat bius di apartemen Reynhard, namun hakim Goddard dalam keputusannya menyatakan kesimpulan logis yang dapat diambil setelah melihat video berjam-jam korban yang tidak sadar saat hubungan seksual itu, adalah bahwa Reynhard mencampur obat bius dengan minuman keras yang ditawarkan kepada korban.

Gulfan Afero juga mengatakan bahwa sejak awal pihak KBRI berkomunikasi dengan keluarga Reynhard. “Reynhard digambarkan [pihak keluarga] sebagai anak yang baik, rajin beribadah, rajin ke gereja. Di sisi lain, Reynhard cerdas, lulusan arsitektur, dua magister di Universitas Manchester dan S3 di universitas Leeds,” kata Gulfan.

Hakim Goddard yang memimpin empat sidang kasus perkosaan berantai ini mengatakan menerima surat dari ibu dan adik perempuan Reynhard. “Saya telah membaca dua referensi dari ibu dan adik perempuan Anda. Mereka tak tahu bahwa Anda adalah pemerkosa berdarah dingin, licik dan penuh perhitungan,” kata hakim dalam putusan sidang kedua pada Juni 2019.

Kondisi Reynhard, menurut pejabat konsuler KBRI, Gulfan Alfero, tidak menunjukkan stres.

“Saya tiga kali bertemu [di penjara], Reynhard tak terlihat dalam kondisi stres. Dia happy, sehat, tenang, dia tahu kasus yang dihadapi. Dia tidak menyampaikan penyesalan karena dia menyatakan tidak bersalah dan tidak merasa terbebani atas kasusnya. Dia terlihat biasa biasa saja,” kata Gulfan.

Reynhard menyelesaikan gelar sarjananya dari jurusan arsitektur, fakultas teknik, di Indonesia pada 2006. Catatan dalam skripsinya antara lain menyinggung seorang teman yang ia sebutkan mengetahui “the dark side of me”, “sisi kelam diri saya”. Satu warga Manchester, Inggris, mengaku sempat diajak ke flat Reynhard Sinaga di kota tersebut, namun berhasil lolos dari pemerkosaan. Nama orang itu Michael Crompton. Crompton yang berprofesi sebagai teknisi itu mengakui sudah mulai curiga saat pertama bertemu Reynhard. Pertemuan ini terjadi pada tahun 2015.

Menurutnya, Reynhard terlihat benar-benar sadar atau tidak mabuk untuk seorang pria di pukul 4 pagi. Dilaporkan oleh Manchester Evening News, Senin (13/1/2020), Crompton (26) saat itu terpisah dengan teman-temannya. Saat sedang mencari pengisi daya telepon, Crompton didekati oleh Reynhard. Dia diajak ke apartemen Reynhard yang berjarak lima menit dari kafe itu untuk mengisi baterai ponselnya.

Crompton pun tidak takut dan menerima tawaran Reynhard. Ia pikir tubuhnya lebih besar dari Reynhard jadi bisa mengandalkan kekuatannya dalam keadaan darurat. Namun kemudian Crompton menjadi curiga. Tidak biasanya, ada pria yang terlihat sangat sadar di pukul 4 pagi. “Saya pikir dia agak aneh ketika dia mendekati saya. Dia tampak benar-benar sadar untuk seorang pria di takeaway jam 4 pagi menawarkan orang asing untuk pergi ke flatnya,” kata Crompton, seperti dikutip Suara.com, Selasa (14/1/2020).

Crompton menolak dua minuman yang diberikan Reynhard kepadanya. Ia juga mengaku Reynhard sempat menawarinya sebuah suntikan. “Kami kembali ke apartemennya dan dia langsung menawari saya minuman, yang saya tolak. Dia kemudian menawari saya suntikan yang saya pikir aneh. Jika saya menolak minuman, mengapa saya kemudian ingin suntikan?” kata Crompton.

Setelah Crompton menolak minuman dan suntikan, Reynhard kembali menawarinya untuk menginap di apartemen itu. “Aku berkata ‘tidak’ dan kemudian dia mengatakan padaku bahwa aku bisa menginap malam itu jika aku mau. Pada saat itulah aku memutuskan aku harus keluar dari sana,” kata Crompton. Ia juga mengungkapkan bagaimana cara Reynhard meminta nomor teleponnya dan mendesaknya untuk pergi berpesta dengan teman-temannya.

Segera setelah baterai ponselnya terisi sedikit, Crompton langsung mengirim pesan kepada teman-temannya. Crompton mengatakan dia merasa beruntung berhasil lolos dari Reynhard. Ia mengaku, “Saya hanya ingin keluar dari flat orang aneh itu sesegera mungkin”. Crompton telah dihubungi oleh polisi Manchester terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan Reynhard.

“Polisi Greater Manchester menghubungi saya pada Juni 2019 dan bertanya apakah saya ingat bertemu seorang pria bernama Reynhard Sinaga. Aku hanya mengenalnya sebagai Rey, jadi aku tidak mengenali nama itu, tetapi begitu polisi menunjukkan fotonya, aku langsung mengenalinya,” ungkap Crompton.

Untuk diketahui, Reynhard dihukum karena 159 serangan terhadap pria, termasuk 136 pemerkosaan, delapan percobaan perkosaan dan 15 serangan tidak senonoh terhadap 48 korban. Empat uji coba perkosaan diadakan selama 18 bulan.

Reynhard melakukan kejahatannya dengan mengajak korbannya ke apartemennya dan berpura-pura sebagai orang baik. Ia memberi tawaran untuk menginap, minuman, atau mengisi baterai ponsel. Namun sebenarnya Reynhard berencana untuk membius korbannya dan melakukan pemerkosaan.