Category Archives: Kartel Narkoba Narkotika

Operasi “Favela” Perang Lawan Narkoba

Setelah persiapan beberapa hari, polisi Rio didukung helikopter dan kendaraan-kendaraan lapis baja pada Minggu (28/11) dini hari melancarkan penggerebekan ke sebuah kompleks permukiman kumuh atau favela di mana antara 500 dan 600 pedagang narkoba bertahan.

Petugas-petugas dari unit elite polisi mulai memasuki Kompleks Alemao, dengan tayangan TV memperlihatkan helikopter-helikopter polisi dan militer terbang rendah untuk memberikan dukungan kepada petugas di darat, sementara ratusan anggota geng narkoba mencoba mempertahankan posisi mereka.

Operasi ini terjadi setelah sepekan kekerasan meluas di Rio, dengan lebih dari 100 mobil dan bus dibakar dan sedikitnya 35 orang tewas, sebagian besar tersangka anggota geng narkoba.

Ratusan tentara di kendaraan-kendaraan lapis baja juga ditempatkan untuk mendukung operasi ini, yang dipandang sebagai sebuah langkah kunci dalam kampanye untuk mengusir para penjahat keluar dari favela di mana mereka sejak lama berkuasa tanpa dapat disentuh tangan hukum.

Polisi dan pasukan bergerak memasuki favela itu didukung kendaraan-kendaraan lapis baja, sementara warga menyaksikan dari jendela di permukiman kumuh sepanjang bukit-bukit curam itu.

Ratusan tentara berseragam loreng dan polisi elite serta reguler telah mengepung Alemao, berlindung di belakang kendaraan-kendaraan lapis baja. Tembak-menembak terjadi antara mereka dan para anggota geng narkoba di banyak jalan dari 44 jalan masuk ke favela itu.

Lebih dari 1.000 polisi dan tentara disiapkan untuk menyerbu kompleks permukiman kumuh, sementara sekitar 600 anggota geng narkoba bertahan. Pihak berwenang mengatakan, penggerebekan itu tak terhindarkan kalau para anggota geng tidak menyerahkan diri.

Pihak berwenang berusaha menerapkan keamanan dan ketertiban di favela yang jumlahnya ratusan di Rio de Janeiro sebelum Brasil menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 dan Olimpiade 2016.

Tidak mudah menguasai Kompleks Alemao, yang menjadi tempat tinggal 400.000 orang di lereng bukit curam dengan banyak jalan buntu.

Hari Kamis, polisi menduduki favela Vila Cruzeiro, mengusir para anggota geng. Polisi yang dibantu tentara sejak Kamis itu bersiap untuk menggerebek Alemao, tempat para anggota geng bertahan

 

Polisi Brazil Perang Lawan Geng Narkoba

Rio de Janeiro, Jumat – Kendaraan-kendaraan lapis baja militer membawa polisi memasuki jantung sebuah kubu geng, Kamis (25/11), hari kelima polisi menempur geng-geng narkoba yang bermarkas di permukiman- permukiman kumuh Rio de Janeiro, Brasil.

Liputan langsung televisi memperlihatkan polisi yang bersenjata berat tembak-menembak dengan tersangka pedagang narkoba di permukiman-permukiman kumuh berbukit-bukit di pinggiran kota.

Pihak berwenang tidak mengatakan apakah polisi akan segera memasuki permukiman-permukiman kumuh atau favela itu, tetapi mengatakan polisi federal akan bergabung dalam operasi itu hari Jumat untuk membantu mempertahankan wilayah yang telah direbut dari geng-geng narkoba itu.

Polisi menargetkan favela Vila Cruzeiro di bagian utara kota, yang dianggap sebagai kubu sebuah geng yang diperkirakan ada di belakang perintah kekerasan sejak hari Minggu.

Sedikitnya 10 kendaraan lapis baja Marinir, yang sebelumnya tidak pernah dipakai dalam pertempuran di favela, membawa polisi ke dalam Vila Cruzeiro hari Kamis, bahkan saat para anggota geng mendirikan rintangan.

Sedikitnya 350 petugas polisi dari unit polisi elite Rio dan polisi reguler dibawa ke puncak favela itu dengan kendaraan-kendaraan lapis baja yang dipinjam dari AL negara itu.

Menjelang siang, tayangan langsung televisi dari udara memperlihatkan puluhan gengster yang bersenjata berat melarikan diri dari permukiman kumuh itu ke kawasan hutan dan kemudian dengan tenang berjalan ke Alemao, kompleks belasan permukiman kumuh, yang tak jauh dari situ.

Polisi sejak lama menyebut Alemao satu dari dua kawasan terkuat yang ditargetkan dalam program polisi dua tahun yang telah membuat polisi memasuki 13 favela dan mengusir geng-geng narkoba yang telah menguasai penuh daerah itu selama puluhan tahun.

Pejabat-pejabat keamanan menolak mengatakan apakah mereka akan memasuki Alemao hari Jumat—atau apakah mereka akan menanti untuk memasuki kawasan itu kemudian dalam waktu enam bulan mendatang, seperti telah direncanakan sebelumnya.

Penggerebekan pada geng-geng narkoba itu merupakan jawaban pada kekerasan yang meluas yang diduga dilakukan para penjahat itu sejak Minggu. Lebih dari 40 bus dan mobil telah dibakar di jalan-jalan besar, pengendara-pengendara dirampok, dan pos-pos polisi di pinggiran ditembaki di kota yang akan menjadi tuan rumah pertandingan final Piala Dunia 2014 dan Olimpiade 2016 itu.

Sedikitnya 30 orang telah tewas dalam kekerasan pekan ini, antara lain seorang remaja putri 14 tahun karena peluru nyasar. Sejak Minggu malam, pihak berwajib telah menangkap lebih dari 150 orang dalam razia di hampir 30 favela di bagian utara dan barat Rio.

Menurut para pejabat, masuknya polisi hari Kamis ke permukiman kumuh Vila Cruzeiro menyebabkan sedikitnya delapan orang tewas dan seorang polisi cedera.

 

Kapal Iran Membawa Heroin Ke Nigeria

Agen-agen Nigeria telah menyita sekitar 130 kilogram heroin pada sebuah kapal dari Iran yang baru berlabuh di pelabuhan utama di Lagos. Juru bicara Bea dan Cukai Nigeria di Lagos, Wale Adniyi, pada hari Jumat (19/11) mengatakan, barang haram itu diangkut dengan menggunakan sebuah kapal laut, yakni MV Montenegero.

Meski demikian, Adniyi menolak memberikan penjelasan lebih rinci mengenai siapa pengirim dan tujuannya ke mana. ”Sejauh ini ada 10 bungkus yang masing-masing seberat 11,2 kg. Sisanya tersimpan dalam bungkusan yang lebih kecil lagi, masing-masing seberat 1,2 kg. Setelah diuji, semuanya positif heroin,” katanya.

Dia menjelaskan, paket heroin itu disita dari kapal MV Montenegero pada hari Kamis. Paket barang terlarang tersebut, menurut manifes barang, berisi bahan bangunan. Karena curiga, petugas pelabuhan dan aparat terkait kemudian membongkar salah satu paket hingga akhirnya diketahui bahwa isi barang tidak sesui dengan manifesnya.

Badan Antinarkotika dan Obat-obat Berbahaya Nigeria kemudian memastikan bahwa barang yang disita itu adalah heroin. Dalam sebuah pernyataannya, badan narkotika menjelaskan, ”hasil temuan itu berisi 130 kg konsentrat heroin dan tersimpan dalam sebuah kontainer berasal dari Iran”.

Adniyi juga menjelaskan, aparat Nigeria dapat membongkar kasus penyelundupan heroin tersebut berkat kerja sama antara lembaga intelijen dalam negeri dan badan asing. ”Laporan intelijen atas konsinyasi barang tersebut sudah diterima empat bulan lalu dari sebuah lembaga kerja sama luar negeri. Lembaga itu juga sudah memantaunya secara saksama sejak awal sebelum akhirnya barang itu tiba di sini.”

Adniyi juga mengatakan, selain menyita 130 kg heroin tersebut, petugas juga sudah menahan kapal dan awaknya. Petugas sedang meminta keterangan dari para awak tentang asal dan tujuan barang. Meski demikian, ia belum memberikan penjelasan lebih detail tentang hasil pemeriksaan yang sedang berjalan tersebut.

Nigeria pada bulan lalu juga mencegah pengiriman senjata ilegal yang mencakup roket dan granat di pelabuhan Lagos yang juga dimuat dari Iran. Hubungan antarkedua negara mengalami sedikit kesulitan menyusul insiden itu. Pekan ini Nigeria telah melaporkan Iran kepada Dewan Keamanan PBB karena berusaha mengirim senjata, yang berisi roket artileri, mortir, dan amunisi tersebut.

Kartel Obat Bius Meksiko Membangun Terowongan Bawah Tanah Yang Dilengkapi Kereta Api Untuk Menyelundupkan Narkotika Ke Amerika Serikat

POLISI perbatasan Amerika Serikat telah menemukan sebuah terowongan canggih penyelundup seluas enam kali lapangan sepakbola yang menghubungkan California Selatan dengan Meksiko dan dipercaya telah digunakan oleh para pedagang obat bius.

Badan Perlindungan Pabean dan Perbatasan AS mengatakan, Rabu (3/11), terowongan itu menghubungkan gudang-gudang di Otay Mesa, California, dan Tijuana, Meksiko. Terowongan itu berukuran 1.800 kaki (550 meter) dan diperlengkapi dengan sistem kereta api, pencahayaan dan ventilasi.

Para agen juga menemukan lebih dari 20 ton ganja dalam pencarian terowongan itu semalam, kata patroli perbatasan tersebut dalam keterangan pers.

Kartel-kartel narkoba Meksiko telah membor sejumlah terowongan di bawah perbatasan AS-Meksiko untuk mengalahkan keamanan yang meningkat antara lain di pelabuhan masuk dan temat-tempat yang sulit.

Hampir semua tempat itu menghubungkan kota-kota di sisi perbatasan Meksiko dengan California dan Arizona.

Pada awal 2006, agen-agen menemukan terowongan berukuran 2.400 kaki (731 meter) yang membentang di bawah jalur perbatasan yang sama ke Otay Mesa dari Tijuana. Terowongan itu tetap yang terluas yang pernah ditemukan hingga saat itu.

Tijuana adalah jalan masuk utama bagi obat bius ke California dari Meksiko. Bulan lalu pemerintah setempat telah menyita lebih dari 100 ton ganja bernilai lebih dari 340 juta dolar dalam tangkapan terbesar Meksiko sampai waktu itu

Kartel Narkoba Meksiko Kembali Membantai 30 Anak Anak Yang Sedang Pesta Ulang Tahun

Sekelompok pria bersenjata kembali menebar aksi mautnya pada hari Sabtu (23/10) di Ciudad Juarez, kota perbatasan di Meksiko utara. Mereka menembak mati 13 remaja dan pemuda yang sedang bersukaria merayakan pesta ulang tahun seorang remaja.

Sekitar 20 pria bersenjata api, dengan menumpang dua mobil, menyerang dua rumah bertetangga di perumahan kelas menengah bawah di Distrik Horizontes del Sur, Ciudad Juarez, ibu kota Chihuahua. Saat itu 33 anak muda sedang bersukaria merayakan hari ulang tahun ke-15 seorang remaja pria. Mereka menembak membabi buta hingga 13 orang tewas seketika.

Berdasarkan hasil identifikasi polisi, para korban tewas berusia 13 tahun hingga 32 tahun. Jaksa Agung Chihuahua, Carlos Salas, dalam jumpa pers menjelaskan, di antara korban tewas itu ada 6 perempuan. ”Sebagian besar korban tewas itu adalah pelajar sekolah menengah atas,” kata seorang remaja yang luput dari serangan tersebut.

Salas menjelaskan, kekerasan senjata itu juga menyebabkan 20 orang lain terluka, termasuk seorang bocah pria berusia 9 tahun. Beberapa korban dibawa ke rumah sakit. ”Saya ingin mati bersama putriku. Kami ingin keadilan meski putri saya takkan hidup lagi,” kata seorang ibu meratapi putrinya berusia 19 tahun yang juga tewas.

Polisi menemukan 70 selongsong peluru. Petugas menduga, kekerasan ini melibatkan geng atau kartel narkoba. Ciudad Juarez, kota di seberang El Paso, Texas, Amerika Serikat, telah lama menjadi medan perang antara kartel Sinaloa dan Juarez. Mereka ingin menguasai jalur gemuk peredaran narkoba lintas negara ke Texas.

Kota paling mematikan

Ciudad Juarez termasuk salah satu kota paling mematikan di dunia. Dari sudut kekerasan akibat narkoba, kota ini justru paling mematikan sejagat. Pedagang buah di kota ini, seperti pernah dikutip Harper’s Magazine, sampai mengatakan, ”Iblis pun takut tinggal di sini.”

Ciudad Juarez, kota berpenduduk sekitar 2,1 juta orang, memiliki sekitar 100.000 pencandu, tidak termasuk kaki tangan, pengedar, dan jaringan besar kartel narkoba. Kartel lokal terkenal selain Juarez adalah Los Rebeldes, El Diablo, dan El Grande. Kartel Sinaloa, sering bertarung dengan Juarez, berasal dari pantai barat.

Sejak awal tahun hingga Oktober 2010, 200.000 lebih warga telah pindah keluar dari Ciudad Juarez. Jumlah korban tewas akibat kekerasan dalam 10 bulan terakhir ini sekitar 2.000 orang. Dalam tiga tahun terakhir, lebih dari 6.500 orang tewas. Mereka umumnya dibantai dan ditembak mati antara lain di bar, restoran, dan klinik rehabilitasi narkoba.

Dalam tahun 2010 hingga Oktober, kekerasan yang menyasar rumah pribadi terus meningkat. Sebelum kasus terbaru ini, tepatnya pada 7 Oktober, sekelompok pria bersenjata menyatroni dua rumah. Sebanyak 7 orang tewas di sebuah rumah yang sedang menggelar pesta keluarga. Selain itu, 2 orang juga tewas di rumah tetangganya.

Sebelumnya, 31 Januari lalu, 23 orang tewas dalam dua kekerasan akibat narkoba di Ciudad Juarez. Salah satunya akibat kelompok bersenjata menyerang sebuah rumah yang tengah menggelar pesta ulang tahun remaja SMA. Di antara korban tewas, ada 16 pelajar. Pada 11 Juni, sekelompok pria bersenjata juga menembak mati 19 orang di klinik rehabilitasi narkoba.

Kekerasan terbaru pada hari Sabtu itu juga terjadi tidak jauh dari kasus 31 Januari. Selain itu, dua rumah yang diserang juga terletak 1,5 kilometer dari tempat penyergapan kelompok bersenjata terhadap seorang perempuan, mantan menteri keamanan negara, pada April lalu. Ia selamat dari sergapan itu, tetapi kemudian meletakkan jabatannya.

Korban kekerasan akibat perang antarkartel narkoba di Meksiko kini mulai menyasar ke kompleks perumahan. Korban paling banyak adalah remaja, pelajar dan atlet. Kata penyidik, 13 anak muda yang tewas kali ini akibat geng Juarez yang mencari anggota geng Sinaloa. Di seluruh Meksiko, dalam lima tahun terakhir lebih dari 29.000 orang tewas akibat kekerasan narkoba

Kartel Narkoba Meksiko Bekerjasama Dengan Polisi Korup Menembak Mati Wali Kota Martires de Tacubaya

Antonio Jimenez Banos, Wali Kota terpilih kota Martires de Tacubaya, Negara Bagian Oaxaca, Meksiko, ditembak mati. Hal itu dilakukan anggota kartel narkoba pada Sabtu (9/10).

Banos sedianya dilantik pada Januari 2011. Dia adalah wali kota ke-11 yang ditembak mati geng narkoba sepanjang tahun 2010 ini.

Selain menjadi wali kota ke-11 yang menjadi korban tewas di seluruh Meksiko, Banos juga merupakan wali kota ketiga di Negara Bagian Oaxaca yang ditembak mati sepanjang tahun 2010.

Wali Kota San Jose del Progreso, Oaxaca, Oscar Venancio Rivera adalah wali kota yang menjadi korban tewas pertama. Dia ditembak mati pada 20 Juni. Sepuluh hari kemudian atau 30 Juni, geng juga menembak mati Wali Kota Santo Domingo de Morelos, Oaxaca, Nicolas García Ambrosio.

Ramon Mendivil Sotelo, Wali Kota Guadalupe y Calvo di Negara Bagian Chihuahua, adalah korban pertama di seluruh Meksiko. Ia ditembak pada 17 Februari 2010.

Sebelum Banos, kartel obat bius atau narkoba menembak Prisciliano Rodriguez Salinas, Wali Kota Gonzalez, Negara Bagian Nuevo Leon, 23 September. Dia adalah korban ke-10.

Bagian kepala dan dada

Banos terkena tembakan di bagian kepala dan dada pada Sabtu. Polisi sedang menyelidiki motif pembunuh dan tersangka pelaku. Meski demikian, polisi dan pejabat lokal menyalahkan geng narkoba dan kelompok kejahatan terorganisasi sebagai pelaku penembakan.

Dilaporkan, Banos adalah seorang guru dan anggota partai sayap kiri, Partai Revolusioner Institusional.

Kasus yang menimpa Banos terjadi tiga hari setelah sekelompok orang bersenjata gaya ninja menculik Manuel Benitez Manzanares, tokoh politik yang baru saja terpilih mewakili wilayah Oaxaca untuk menduduki posisi Wakil Ketua Kongres Meksiko.

Menargetkan pejabat

Aksi kekerasan yang dilakukan geng obat bius terhadap pejabat mulai meningkat bersamaan dengan gencarnya operasi pemberantasan perdagangan narkoba.

Sejak Presiden Filipe Calderon mulai menjabat pada akhir tahun 2006, dia turut melibatkan tentara dalam perang untuk menekan kejahatan kartel. Sampai saat ini, sekitar 50.000 tentara dilibatkan dalam perang melawan kartel.

Setidaknya sudah ada 29.000 orang yang tewas sejak tahun 2006 akibat kekerasan terkait perang melawan narkoba. Sebagian besar korban berasal dari kalangan sipil.

Korban di lingkungan pejabat pada umumnya menyasar wali kota dan pejabat gubernur. Sebagian besar korban adalah wali kota di negara bagian di Meksiko utara, daerah paling parah dilanda perang narkoba.

Pertempuran antarkartel, yakni antara katel Los Zetas dan Teluk, paling seru terjadi di wilayah Tamaulipas, negara bagian di sekitar Teluk Meksiko. Mereka menyergap calon gubernur Tamaulipas dan menembaknya hingga mati. Sebelumnya, kartel Zetas juga menculik dan membantai 72 imigran gelap yang menolak menjadi makelar narkoba.

Kartel Meksiko memang semakin menjadikan politisi atau pejabat sipil sebagai sasaran. Oaxaca telah melihat adanya peningkatan serangan terhadap pejabat publik yang terpilih.

Kantor kejaksaan setempat belum bisa memastikan motif pembunuhan Banos. Ia terpilih pada pemilu Juni lalu di tengah aksi protes dari pihak lawan politiknya.

Meksiko adalah jalur utama penyelundupan narkoba ke AS lewat darat. Hal itu menjadikan negara ini sebagai ajang paling keras dalam perang melawan gembong narkoba. Aparat keamanan sering kali terlibat persekongkolan dengan geng narkoba

Setelah Menguasai Media Kini Kartel Narkoba Meksiko Mulai Menyerang dan Membunuh Warga Sipil

Gelombang kekerasan yang dilakukan oleh kartel narkoba Meksiko semakin tidak terkendali. Sejauh ini sudah 11 wali kota yang tewas dibunuh. Kekerasan belum juga terhenti.

Sekitar 15 orang terluka akibat ledakan granat di sebuah plaza di luar Monterrey, Meksiko utara, yang diduga kuat dilakukan oleh geng narkoba. Menurut pihak kepolisian, granat itu meledak pada Sabtu malam di alun-alun Guadalupe, kota wisata rohani, tidak jauh dari Monterrey, ibu kota Negara Bagian Nuevo Leon.

Adrian de la Garza, Direktur Badan Investigasi Negara Bagian Nuevo Leon, mengatakan, petugas masih mengumpulkan keterangan dari saksi dan bukti berupa serpihan granat.

Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu. Namun, enam anak, paling kecil berusia tiga tahun, termasuk di antara 15 korban terluka itu. Serangan granat ini, yang diduga dilakukan oleh geng narkoba, merupakan yang keempat dalam dua hari saja di sekitar Monterrey. Wilayah ini sebenarnya sudah mulai aman dari perang antarkartel Teluk dan Los Zetas.

Pada Jumat (1/10) malam, serangan granat serupa juga meledak di tiga tempat, yakni di dekat pengadilan federal, di luar sebuah penjara, dan dekat konsulat AS di Monterrey. Seorang petugas penjaga keamanan di pengadilan federal menderita luka parah.

Aksi balas dendam

Jaksa Agung Negara Bagian Nuevo Leon Alejandro Garza y Garza mengatakan, ledakan demi ledakan granat boleh jadi merupakan aksi balas dendam atas gencarnya operasi pemerintah dalam memberantas kartel.

Pada 15 September, 22 anggota geng tewas ditembak tentara di Ciudad Mier, kota lain di Negara Bagian Nuevo Leon. Pekan lalu, marinir juga menangkap 20 anggota kartel Teluk di Negara Bagian Tamaulipas, dekat perbatasan Nuevo Leon.

”Kami yakin, mereka ini mulai menyerang warga sipil untuk menimbulkan kepanikan, kekacauan, dan kecemasan,” kata Garza y Garza.

Geng narkoba sering melempar granat ke markas polisi dan instansi pemerintah. Jarang sekali mereka melempar ke kerumunan orang. Ledakan granat paling heboh terjadi dua tahun silam. Saat itu, granat meledak di tengah ribuan orang yang sedang bersukaria merayakan kemerdekaan di Morelia, menyebabkan delapan tewas dan puluhan lain terluka.

Insiden terbaru di Guadalupe dan Monterrey, hampir bersamaan dengan kasus penculikan 20 turis di sebuah resor di obyek wisata Pantai Acapulco, Negara Bagian Guerrero, Kamis malam lalu. Hingga Senin petugas terus memburu kelompok bersenjata yang melakukan penculikan.

Fernando Monreal, Direktur Investigasi Kepolisian Negara Bagian Guerrero, mengatakan, 20 orang yang diculik itu adalah turis lokal dari Negara Bagian Michoacan, Meksiko barat.

Penculikan terjadi dua hari setelah 14 orang terbunuh dalam pertempuran antargeng di San Jose de la Cruz, kota di pegunungan terpencil di Negara Bagian Durango.

Korban penculikan itu adalah para mekanik asal Morelia, ibu kota Michoacan, asal Presiden Filipe Calderon. Aksi itu diduga sebagai balas dendam kepada Calderon yang gencar melancarkan operasi militer.

Pekan lalu 20 orang tewas di Chihuahua dan sembilan tewas di Ciudad Juarez.

Sejak Calderon menjadi presiden pada tahun 2006, ia melibatkan tentara untuk memberangus perdagangan narkoba. Dengan hanya melibatkan polisi, upaya serupa itu selama bertahun-tahun tidak pernah berhasil. Banyak pejabat polisi yang terlibat dan menjadi bagian dari jaringan kartel.

Angkatan Bersenjata Myanmar Terlibat Bisnis Narkotika

Angkatan Bersenjata Myanmar melibatkan diri dalam bisnis ilegal perdagangan narkoba. Hal itu dilakukan dengan menggandeng milisi kelompok minoritas untuk menanam opium di perbatasan. Kelompok milisi yang mendominasi wilayah perbatasan Thailand dirangkul untuk mengembangkan bisnis narkoba.

Laporan dari lembaga swadaya masyarakat Shan Drugs Watch yang disusun Khuensai Jaiyen, Rabu (29/9), Bangkok, mengungkapkan hasil riset Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Riset itu menemukan peningkatan produksi opium di sebelah utara Negara Bagian Shan, salah satu wilayah yang dikuasai kelompok minoritas di Myanmar.

Wilayah Shan merupakan penghasil 95 persen opium di Myanmar. Produksi opium Myanmar kini merupakan yang kedua terbesar di dunia setelah Afganistan.

Pemerintah junta militer Myanmar menggunakan dalih pemberantasan perdagangan narkoba untuk menyerang wilayah kelompok minoritas. Wilayah suku-suku minoritas selama ini memiliki pemerintahan sendiri dan tak mau mematuhi perintah perlucutan senjata serta tak mau mengikuti pemilu Myanmar pada November.

Para pengamat menilai, peningkatan penanaman dan industri opium terutama digeluti oleh kelompok militan China seperti yang ada dalam Tentara Negara Wa Bersatu. Hasil bisnis itu digunakan untuk membeli persenjataan untuk menghadapi kemungkinan serangan pemerintah. Tentara Negara Wa Bersatu menolak berpartisipasi dalam pemilu.

Junta mengaku bertekad memberantas perdagangan opium. Namun, laporan PBB meragukan komitmen itu. Junta sebelumnya mengaku akan memberantas tuntas perdagangan opium pada 2004, tetapi bisnis narkoba malah meningkat pesat.

Bangun pabrik

Kelompok milisi dari suku minoritas telah membangun pabrik-pabrik pengolahan narkoba di sepanjang perbatasan Myanmar-Thailand. ”Para milisi yang terlibat bisnis narkoba diberi konsesi. Ini adalah imbalan atas kepatuhan mereka kepada junta,” ujar Khuensai.

Shan Drugs Watch mengungkapkan, opium dibuat dari bunga poppy dan kemudian diolah menjadi heroin, yang dikembangkan bebas di Negara Bagian Shan. Sebanyak 46 dari 55 kota setingkat kecamatan di Negara Bagian Shan menjadi sentra industri opium yang diolah dengan sepengetahuan militer.

Kantor Urusan Narkoba dan Kejahatan PBB (UNODC) mengungkapkan, jumlah lahan opium tahun lalu 31.700 hektar, meningkat 50 persen sejak 2006.

Myanmar berbatasan dengan China, Thailand, dan Laos. Wilayah perbatasan itu disebut Segitiga Emas sebagai sentra produksi narkoba Asia Tenggara.

Shan adalah wilayah terbesar Myanmar yang dihuni suku-suku minoritas. Sebagian besar warga minoritas tidak memercayai junta. Selama ini mereka ditindas oleh junta.

Hanya sebagian kecil kelompok minoritas yang menganggap Myanmar adalah negaranya. Meski junta mulai mengakui partai politik berbasis kelompok suku, kebijakan itu tidak mendapat sambutan. Junta pada awal September ini menyatakan, pemilu di 300 desa di Negara Bagian Shan akan dibatalkan karena situasi yang tidak kondusif.

Negara Amerika Latin Mulai Kewalahan Menghadapi Kartel Narkotika

Para kepala negara di Amerika Latin kini mulai kewalahan menghadapi jaringan kartel narkoba yang semakin kuat. Perdagangan narkoba telah merasuk dan merusak hingga ke tatanan sosial, politik, budaya, dan ekonomi.

Aktivitas ilegal ini juga selalu diwarnai tindak kriminal yang melampaui rasa kemanusiaan dan, bahkan, amat mematikan.

Tindak kriminal seperti pembunuhan atau pembantaian massal, pemerkosaan, penculikan, dan perampokan menjadi persoalan keseharian. Di Meksiko, misalnya, kejadian terbaru dan paling heboh adalah pembantaian 72 imigran gelap oleh kartel Los Zetas di Tamaulipas, Meksiko, medio September.

Begitu ganasnya, sehingga pada sebuah pertemuan di kantor PBB di New York pada pekan ketiga September ini para kepala negara dari Amerika Latin mengungkapkan kegelisahan mereka.

Di depan sidang Majelis Umum mereka mendesak agar PBB mengeluarkan kebijakan global yang lebih koheren untuk memerangi narkoba.

Presiden Panama Ricardo Martinelli menyebut obat bius atau narkoba sebagai ”senjata pemusnah massal”.

Presiden Meksiko Filipe Calderon menyatakan terus memerangi kartel karena narkoba merusak masa depan bangsa.

Presiden El Salvador Mauricio Funes mengatakan, perdagangan narkoba mengancam keamanan global.

”Dewasa ini, fokus kekerasan masih terletak di perbatasan AS dan teritorial kecil kami. Besok boleh jadi kekerasan akan melebar lagi ke kota-kota besar di banyak negara lain seperti di AS, Eropa, Afrika, dan Asia,” kata Presiden Funes di depan Majelis Umum PBB.

Pendorong

Omzet miliaran dollar AS tampak menjadi pendorong utama di balik semua itu. Penyelundupan obat bius dari Amerika Selatan ke AS saja diperkirakan bernilai 13 miliar dollar AS atau sekitar Rp 117 triliun (dengan kurs Rp 9.000) per tahun.

Jika pada tahun 2006 para anggota mafia narkoba baru ”bergerilya” di 50 kota di AS, saat ini setidaknya mereka sudah bergerilya di lebih dari 200 kota di AS yang terjangkit narkoba.

Selama ini Meksiko, Kolombia, dan negara lain di Amerika Tengah menjadi surga kartel obat bius. ”Namun, satu kesalahan besar kalau kita hanya berpikir bahwa hanya Meksiko dan kawasan Amerika Tengah saja yang harus mengatasi kejahatan narkoba,” kata Funes sambil mengajak dunia internasional membantu memerangi kartel.

Langkah kontradiktif

AS memang telah berjanji mengalokasikan dana 1,4 miliar dollar AS selama tiga tahun untuk memerangi perdagangan narkoba untuk Amerika Selatan.

Sebagian besar dana itu dialokasikan untuk Meksiko, negara paling rawan dalam hal kekerasan akibat perang antarkartel dalam perebutan jalur perdagangan narkoba.

Sejak Calderon menjadi Presiden Meksiko pada tahun 2006, sudah 28.000 orang yang tewas akibat kekerasan dalam perdagangan narkoba.

Kolombia, produsen kokain terbesar di dunia, telah menerima miliaran dollar AS bantuan militer AS.

Presiden Kolombia Juan Manuel Santos, menggembar-gemborkan pengalaman negaranya soal memerangi kartel obat bius. Ia juga mengecam negara-negara yang tidak tegas dalam perang melawan perdagangan narkoba.

Presiden Kolombia menyerukan peningkatan strategi internasional untuk melawan kartel. Namun, Santos juga menawarkan untuk berbagi pengalaman negaranya dalam memerangi kartel obat dengan negara lain.

”Sangat penting untuk kita bersatu menghadapi masalah ini. Kami mencatat ada beberapa negara yang melakukan langkah-langkah kontradiktif. Di satu sisi mereka berperang melawan perdagangan obat-obat terlarang, tetapi di satu sisi lain mereka juga mengesahkan penggunaannya,” kata Santos tanpa merinci siapa yang menjadi tertuduhnya.

Terus menjalar

Negara-negara di Amerika Tengah sedang berjuang keras untuk menekan berbagai aksi kekerasan akibat menguatnya pamor sejumlah kartel narkoba di Meksiko.

Mereka terus meningkatkan perang melawan kartel di dalam negeri, sekaligus memperluas jaringan kerja sama di selatan dan mengintensifkan operasi di negara-negara tetangga.

Peru, produsen kokain terbesar kedua di dunia, juga membutuhkan bantuan lebih untuk memerangi perdagangan narkoba. ”Saya pikir kita perlu lagi melihat kerja sama internasional karena Peru menerima bantuan yang begitu kecil,” kata Menteri Luar Negeri Jose Garcia Belaunde.

AS adalah negara dengan konsumen kokain terbesar di dunia, kata Devida, kantor pengendali narkoba nasional Peru. Maraknya kejahatan di AS sering erat kaitannya dengan perdagangan narkoba.

AS mengucurkan dana sekitar 120 juta dollar AS untuk menekan perdagangan narkoba di wilayah Andean. Akan tetapi, aliran bantuan dari AS berkurang setelah Washington memprioritaskan Kolombia.

Para pemimpin di Amerika Latin pantas gelisah karena masalah sosial yang ditimbulkan perang antarkartel, yang berpotensi mengancam stabilitas negara. Terbunuhnya pemimpin kartel Meksiko, seperti El Grande, La Barbie, Nacho Coronel, dan Arturo Beltran Leyva, tidak berarti kartel melemah.

Masih ada gangster besar yang belum ditangkap. Salah satunya adalah bos kartel Sinaloa, Joaquin Guzman alias El Chapo.

Pasaran narkoba asal Amerika Selatan tidak saja di AS, tetapi juga Eropa dan Asia setelah melewati sejumlah negara di Afrika Barat. Kartel Los Zetas bahkan telah pula berkolaborasi dengan mafia Ndrangheta di Calabria, Italia. Jaringan perdagangan narkoba sudah mengepung kita.

Meksiko Diambang Kekalahan Perang Melawan Kartel Narkoba Setelah Media Massa Tunduk Pada Kehendak Bos Kartel

Media massa Meksiko makin putus asa menghadapi kondisi tanpa kepastian dan perlindungan hukum di tengah kekejaman kartel-kartel obat bius yang merajalela. Sebuah koran utama terang-terangan meminta petunjuk dari para kartel apa yang harus ditulis dan tidak untuk menjamin keselamatan mereka.

Koran El Diario di kota Ciudad Juarez, Meksiko utara, Minggu (19/9), memuat tajuk rencana di halaman satu berisi permohonan agar para kartel tidak lagi membunuh dan melakukan intimidasi terhadap pekerja pers dari koran tersebut.

”(Kepada) para pemimpin organisasi-organisasi yang sedang berebut kendali atas Ciudad Juarez: kehilangan dua reporter kami dalam waktu kurang dari dua tahun telah menyebabkan kesedihan tak tertahankan bagi kami dan tentu saja bagi keluarga mereka,” demikian isi tajuk itu.

”Kalianlah penguasa de facto kota ini sekarang. Jelaskan apa yang kalian inginkan dari kami, apa yang boleh kami terbitkan dan tidak. Kami tidak ingin ada kematian lagi. Beri tahu kami apa yang kalian inginkan,” lanjut tajuk rencana tersebut, seperti dikutip beberapa kantor berita utama dunia, termasuk Reuters dan Agence France Presse (AFP).

Ini adalah tajuk kedua yang dimuat El Diario di halaman satu setelah dua jurnalis foto koran tersebut ditembak segerombolan orang saat hendak makan siang di luar kantor, Kamis pekan lalu. Satu wartawan baru, Luis Carlos Santiago (21), tewas dan seorang lagi yang masih berstatus wartawan magang, Carlos Sanchez, terluka parah.

Santiago adalah wartawan kedua dari El Diario yang tewas dibunuh setelah pada 2008 seorang wartawan kriminal dari harian tersebut juga dibantai di depan rumahnya saat hendak mengantarkan anak-anaknya ke sekolah.

”Kami tidak mau terus-menerus dijadikan tumbal untuk dikorbankan dalam perang ini karena kami sudah lelah,” tutur Pedro Torres Estrada, Direktur Redaksi El Diario, kepada AP.

Menurut dia, seluruh stafnya merasakan kemarahan sekaligus ketidakberdayaan dan keputusasaan setelah pemakaman Santiago pada hari Sabtu (18/9).

Disayangkan

Committee to Protect Journalists (CPJ), sebuah lembaga pemantau media yang berbasis di New York, Amerika Serikat, menyayangkan ”penyerahan diri” El Diario tersebut. Pada saat sebagian besar media di Meksiko, terutama di wilayah perbatasan dengan AS, telah menyerah dan berhenti memberitakan apa pun soal perang antarkartel obat bius ini, El Diario termasuk yang masih bertahan memuat berita kriminal terkait soal itu.

”Bahkan, di tempat yang tingkat kekerasannya paling parah, El Diario masih membuat banyak reportase kriminal yang bagus. Kenyataan bahwa mereka menyerah (sekarang ini) adalah sesuatu yang sangat buruk. Itu merupakan indikasi bahwa situasi sudah tak terkendali,” ungkap Carlos Lauria, koordinator senior CPJ, seperti dikutip AP.

Data yang dimiliki CPJ menyebutkan, sedikitnya 30 wartawan di Meksiko telah dibunuh atau hilang dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini sejak Presiden Meksiko Felipe Calderon mencanangkan perang terhadap kartel-kartel obat bius, 2006. Delapan wartawan di antaranya diketahui tewas terkait dengan laporan-laporan mereka mengani kasus kriminal dan korupsi.

Perang besar

Total korban jiwa sejak perang ini dimulai sudah mencapai sedikitnya 29.000 orang, dengan 6.400 korban di antaranya merupakan korban kekerasan di kota Ciudad Juarez dalam dua tahun terakhir ini.

Dua kartel besar, yakni kartel Juarez pimpinan Vicente Carrillo Fuentes dan kartel Sinaloa pimpinan Joaquin ”Shorty” Guzman, berperang sendiri untuk memperebutkan kontrol perdagangan obat bius di Ciudad Juarez, kota yang menjadi pintu masuk utama aliran obat bius ilegal ke AS.

Dalam dua tajuk rencananya, El Diario menuduh Pemerintah Meksiko tidak melakukan apa-apa untuk melindungi para wartawan dari intimidasi dan serangan kartel-kartel ini. Koran tersebut mengingatkan janji Calderon saat kampanye untuk melindungi wartawan, yang hingga kini belum diwujudkan.

CPJ juga mengakui bahwa pemerintah federal di Meksiko telah gagal dalam mempertanggungjawabkan meluasnya serangan terhadap kebebasan berekspresi. Menurut lembaga ini, tidak sampai 10 persen dari seluruh kasus kekerasan terhadap wartawan ini yang berhasil dibawa ke pengadilan.

”Saat ini ada organisasi-organisasi kriminal yang mencoba memengaruhi langsung, bahkan berusaha mengambil alih kontrol arus informasi, dan ini sudah menjadi krisis nasional. Ini sudah bukan lagi sebatas masalah pers saja, tetapi sudah mengancam hak-hak mendasar warga Meksiko,” papar Lauria dari CPJ.