Jepang Kirim Utusan Ke China Untuk Menghindari Konflik Militer Terbuka


Beredar kabar bahwa Perdana Menteri Jepang Naoto Kan mengirim utusan khusus ke China, yakni mantan petinggi partai politik berkuasa di Jepang, Goshi Hosono. Hal itu disertai dengan surat pribadi PM Kan untuk PM China Wen Jiabao.

Isi surat adalah permintaan agar kedua negara bisa segera menuntaskan konflik yang terjadi selama ini.

Hosono selama ini memang dikenal sebagai orang kepercayaan Menteri Luar Negeri Jepang yang baru, Seiji Maehara.

Dalam surat itu juga diyakini ada permintaan Jepang agar kedua negara sepakat mengagendakan pertemuan di antara perdana menteri demi menuntaskan sengketa.

Namun, hal itu kemudian dibantah sendiri oleh PM Kan, yang mengatakan sama sekali tidak punya pengetahuan soal isu tersebut.

Sebelumnya sempat pula santer dikabarkan soal adanya kemungkinan kedua pemimpin memanfaatkan momen Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Europe Meeting (ASEM) di Brussels, Belgia, untuk mengadakan pertemuan informal.

Walau dibantah, di lapangan terlihat perkembangan positif soal hubungan kedua negara. Ini antara lain ditandai dengan telah dicabutnya larangan ekspor mineral langka oleh Pemerintah China. Pelarangan tersebut sempat membuat pemerintah dan kalangan industri berteknologi tinggi Jepang ”ketar ketir”.

Katsuyuki Matsuo, salah seorang pedagang Jepang yang juga importir khusus material langka dari China, mengatakan, pihak Bea dan Cukai China juga telah membuka kembali prosedur ekspor mineral langka itu dari negaranya sejak Selasa (28/9).

Namun, sejumlah persoalan yang masih menghambat proses ekspor mineral langka itu dilaporkan masih terjadi. ”Walau sudah dibuka, proses birokrasi dan prosedur inspeksi untuk seluruh pengiriman kargo ke Jepang oleh otoritas China masih dilakukan dengan ekstra ketat dari biasanya,” ujar Matsuo.

Bisa memanas

Pemerintah Jepang disebut- sebut tengah mempertimbangkan pengiriman sejumlah pasukan bela diri untuk ditempatkan di sebuah pulau, dekat dengan kawasan kepulauan yang selama ini menjadi sumber ketegangan dengan China, Kepulauan Senkoku (Jepang) atau Kepulauan Daiyou (China).

Rencana penempatan pasukan militer Jepang itu terlihat dari permohonan Kementerian Pertahanan Jepang yang meminta alokasi dana untuk mempelajari rencana penempatan pasukan di Kepulauan Yonaguni yang terpencil. Lokasi kepulauan ini tidak terlalu jauh dari kepulauan yang dipersengketakan dan juga dekat ke Taiwan.

Sampai sekarang, satu-satunya penempatan pasukan Jepang secara permanen berada jauh di selatan, yakni di dekat kawasan pulau utama, Okinawa, yang juga menjadi pangkalan militer AS.

Langkah itu dikhawatirkan akan semakin memperpanas ketegangan diplomatik yang belum tuntas.

Ketegangan di antara kedua negara memuncak dengan penangkapan nakhoda dan 14 nelayan China oleh otoritas Jepang, walau belakangan dilepaskan. China kemudian meminta Jepang meminta maaf atas aksi yang dikategorikan China sebagai penangkapan ilegal.

Jepang kemudian bereaksi balik meminta China membayar ganti kerugian rusaknya dua kapal patroli Jepang yang dikabarkan ditabrak oleh kapal nelayan China itu. Keduanya sama-sama keras dan belakangan China mengeluarkan kartu truf dengan menghentikan ekspor mineral langka logam tanah jarang (LTJ) ke Jepang.

Ketegangan sejak awal September ini juga membuat maskapai Japan Airlines (JAL) sempat menghentikan beberapa penerbangan. Menurut JAL, hal ini adalah akibat penundaan yang dilakukan 1.000 penumpang Jepang yang sebelumnya sudah memesan tiket penerbangan ke China.

”Jika penundaan terus terjadi, kami akan mengurangi penerbangan ke China,” kata Presiden JAL Masaru Onishi.

Leave a comment