Kerusuhan Thailand Memburuk Menjadi Bentrokan Berdarah Seorang Jendral Tewas Di Tembak


Krisis politik Thailand kian buruk setelah tentara Thailand melepaskan tembakan dan gas air mata ke arah pemrotes dalam bentrokan di jantung kota Bangkok, Jumat (14/5). Setidaknya lima orang tewas dan 92 orang luka-luka dalam bentrokan tersebut.

Tiga wartawan juga mengalami luka tembak. Seorang juru kamera stasiun televisi France 24 asal Kanada, Nelson Rand, dalam kondisi serius setelah diterjang tiga peluru di kaki, perut, dan pergelangan tangan. Seorang fotografer dan seorang juru kamera media Thailand juga mengalami luka tembak.

Rentetan tembakan dan letusan granat terdengar sepanjang Jumat siang di Taman Lumpini dan Pasar Malam Suan Lum, sekitar kawasan tempat pemrotes mendirikan tenda-tenda mereka di jantung komersial Bangkok. Tentara terlihat melepaskan tembakan berkali-kali ke dalam Taman Lumpini.

Pada Jumat malam, terdengar lima ledakan keras diikuti rentetan tembakan senjata otomatis.

Pemrotes, yang membentengi area protes dengan kawat berduri dan bambu runcing, membalas dengan melempari batu dan bom rakitan. Kendaraan militer terlihat bergerak cepat di jalanan kosong yang penuh batu, pecahan kaca, dan botol berserakan.

Bentrokan dimulai pada Kamis malam waktu setempat saat militer bergerak untuk menutup area protes dan memperingatkan mereka agar membubarkan diri. Pemrotes mencoba menghalang-halangi tentara sehingga terjadi bentrokan yang mengakibatkan satu orang tewas karena tembakan di kepala.

Situasi memburuk saat Mayor Jenderal Khattiya Sawasdiphol, petinggi militer yang mendukung pemrotes dan dituding membentuk milisi untuk pemrotes, tertembak di kepala. Khattiya tengah berbicara dengan sejumlah wartawan di dalam lokasi protes saat sebuah peluru mengenai kepalanya, kemungkinan dari penembak jitu yang ditempatkan di sekitar area tersebut. Khattiya dalam kondisi koma dan dokter mengatakan kecil kemungkinan dia bisa bertahan hidup.

Militer membantah telah menembak Khattiya. Juru bicara militer, Kolonel Sansern Kaewkamnerd, mengatakan, perintah yang diberikan adalah untuk membubarkan pemrotes setelah mereka mengintimidasi aparat dengan senjata.

Pada Jumat pagi, pemrotes merebut dan merusak dua truk meriam air militer. Mereka lalu membakar ban dan sebuah bus polisi, menimbulkan asap hitam tebal di langit Bangkok. Polisi membalas dengan menembakkan peluru ke udara, dan bentrokan kembali pecah.

Di sekitar area protes yang lebih luas, tentara memblokir ruas-ruas jalan dan mendirikan pos pemeriksaan untuk menutup area tersebut. Aliran listrik ke area protes sudah diputus.

Thaksin angkat bicara

Mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, yang hidup di pengasingan dan diduga berada di balik aksi protes antipemerintah, menyerukan agar Pemerintah Thailand segera menarik pasukan. ”Saya yakin masih ada solusi politis bagi Thailand dan perdana menteri mampu mencegah jatuhnya lebih banyak korban dan menyelamatkan negara,” kata Thaksin dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan penasihat hukumnya di Bangkok.

”Tindakan pemerintah jelas memperlihatkan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan sehingga perdana menteri, wakilnya, dan semua pihak terkait harus bertanggung jawab,” ujar Thaksin.

Para pemimpin protes juga menyerukan agar tentara segera ditarik untuk mencegah pertumpahan darah lebih jauh. ”Abhisit telah memulai perang sipil,” kata Nattawut Saikua, salah satu pemimpin protes.

”Kami mendesak pemerintah segera menarik militer dan menghentikan semua kekerasan. Saya tidak tahu apakah kami bisa bertahan malam ini jika (PM) Abhisit tidak mau ada gencatan senjata,” ujar Nattawut.

Menteri Pertahanan Thailand Jenderal Prawit Wongsuwon mengatakan, operasi militer itu dimaksudkan untuk memaksa para pemimpin protes kembali berunding dengan pemerintah.

PM Abhisit Vejjajiva telah menarik tawarannya untuk menggelar pemilu dini pada November karena pemrotes menolak membubarkan diri sehingga harapan untuk mengakhiri krisis menguap. Awalnya pemrotes setuju untuk ikut dalam proses perdamaian, tetapi mereka kembali mengajukan syarat pembubaran diri. Mereka mendesak agar Wakil PM Suthep Thaugsuban didakwa karena bertanggung jawab atas kekerasan yang menyebabkan 28 orang tewas pada 10 April lalu.

Pemerintah Thailand memperluas status keadaan darurat di 15 provinsi. Sebagian besar perusahaan dan kantor kedutaan besar di sekitar wilayah protes tutup. Kompleks apartemen juga sebagian besar kosong.

”Saya belum pernah melihat hal seperti ini. Rasanya seperti perang. Perang terjadi di tengah kota di mana warga yang tidak bersalah terluka dan tewas,” kata Kornvika Klinpraneat, pekerja di sebuah toko.

Leave a comment