Pemerintah Korea Selatan meminta Indonesia ikut mengecam keras serangan militer Korea Utara. Permintaan itu disampaikan Wakil Duta Besar Korea Selatan Ahn Myung-soo di Jakarta, Kamis (25/11).
Kutukan, menurut dia, harus disuarakan dunia internasional untuk mencegah provokasi lebih jauh oleh Korea Utara pada masa mendatang.
”Serangan itu disengaja, terencana, dan jelas-jelas melanggar sejumlah ketentuan internasional, seperti Piagam PBB, perjanjian gencatan senjata kedua negara, dan Perjanjian Dasar Utara-Selatan tahun 1992 tentang Perjanjian Non-agresi. Para penguasa Korut harus bertanggung jawab penuh terhadap peristiwa tanggal 23 November 2010,” ujar Myung-soo.
Dia juga menambahkan, serangan itu sama sekali tidak bisa dimaafkan karena menyasar ke lokasi tempat tinggal masyarakat sipil dan bukan fasilitas-fasilitas militer.
Dalam kejadian itu, selain dua anggota marinir Korsel tewas, korban jiwa juga jatuh di kalangan masyarakat sipil sebanyak dua orang. Selain itu, 16 prajurit Korsel dan tiga warga sipil juga terluka.
Lebih lanjut Myung-soo juga mengingatkan, tindakan Korut bisa mengancam keamanan dan perdamaian kawasan Asia Pasifik. Selama ini Korut punya rekam jejak buruk, sering memprovokasi Korsel.
”Sebelumnya mereka menenggelamkan kapal Angkatan Laut kami (Cheonan) pada Maret tahun ini. Sekarang mereka menyerang permukiman sipil kami secara membabi buta,” ujar Myung-soo.
Komentar Presiden RI
Indonesia berharap Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk negara-negara yang dapat berperan kunci di Semenanjung Korea, berupaya maksimal untuk mencegah meluasnya konflik di kawasan itu. Potensi terjadinya peperangan baru di kawasan tersebut tidak dapat diabaikan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan keprihatinan Indonesia atas terjadinya ketegangan di Semenanjung Korea itu. Presiden menyatakan hal itu mengawali Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis.
”Saya harus mengatakan bahwa situasi itu membahayakan. Dan, kalau berlanjut bisa memicu konflik yang lebih besar, bahkan bisa memicu terjadinya peperangan baru. Kalau meluas, tidak mustahil bisa melibatkan negara-negara lain dalam konflik di Semenanjung Korea itu,” ujar Presiden.
Pada kesempatan itu, Presiden Yudhoyono menyampaikan bahwa Indonesia sangat prihatin atas terjadinya insiden dan ketegangan antara Korsel dan Korut yang bahkan telah menimbulkan korban jiwa, termasuk dari warga sipil tersebut.
Indonesia berpendapat bahwa tindakan melancarkan serangan militer, yang berpotensi memperluas konflik dan memicu peperangan baru, itu tidak dapat dibenarkan.
Terkait hal itu, di tengah situasi yang tidak menentu ini, PBB dan negara-negara kunci bisa mencegah terjadinya konflik dan peperangan baru di Semenanjung Korea.
Berkaitan dengan posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN pada 2011 sekaligus tuan rumah pertemuan puncak negara-negara Asia Timur, Presiden Yudhoyono mengatakan, salah satu agenda yang dirancang adalah dialog politik dan keamanan kawasan Asia Timur.
Mengingat ketegangan baru di Semenanjung Korea dan di Laut China Selatan, Presiden menilai, inisiatif untuk mengadakan dialog ini menjadi penting. ”Kita tahu, kita memerlukan kawasan yang betul-betul stabil, aman, dan damai agar perekonomian kita terus tumbuh di kawasan ini sebagai pilar perekonomian global,” ujar Presiden.
Asia Timur adalah salah satu sentra pertumbuhan ekonomi dunia, dengan keberadaan China, Korsel, dan Jepang. Kemajuan kawasan ini termasuk sebagai katalisator pembangunan ekonomi di kawasan dan dunia.