Somalia Semakin Lemah Banyak Tentara Yang Membelot Menjadi Pemberontak


Ratusan tentara Somalia meninggalkan kesatuan, ada pula yang membelot dan bergabung dengan pemberontak yang seharusnya menjadi musuh mereka. Kondisi itu membuat pertahanan negara melawan militan semakin lemah.

Demikian laporan The Associated Press mengutip penjelasan pejabat terkait di Mogadishu, ibu kota Somalia, Rabu (28/4). Para tentara itu sebenarnya sedang mengikuti latihan untuk memperkuat posisi negara melawan pemberontak. Namun, selama pelatihan mereka tidak digaji, dan hal itu mengecewakan mereka.

Pelatihan yang diikuti pasukan bela negara itu didanai oleh uang hasil pajak Amerika Serikat. Sebab, pasukan Pemerintah Somalia dalam beberapa kali pertempuran melawan pemberontak sebelumnya semakin lemah. Selain berhasil menguasai sebagian wilayah negara, sejumlah tempat strategis di Mogadishu juga sudah dikuasai pasukan pemberontak. Bahkan, posisi pemberontak hanya dua kilometer lagi mencapai istana presiden.

Didanai AS

Desersi tentara menimbulkan kekhawatiran posisi pemberontak akan semakin kuat dan posisi negara terus melemah. Pasukan Somalia yang didukung PBB kini hanya mengendalikan beberapa blok saja di Mogadishu. Kekacauan tersebut ditambah letak Somalia yang dekat dengan Yaman—basis Al Qaeda di Semenanjung Arab—telah meningkatkan kekhawatiran, Somalia bisa menjadi basis baru untuk memulai serangan ke Barat.

Dalam upaya membangun kembali militer Somalia yang telah compang-camping, AS membantu mendanai pelatihan lebih dari 1.000 tentara Somalia di negara tetangganya, Djibouti, tahun lalu, kata diplomat Barat. ”Pasukan Perancis yang ikut pelatihan itu seharusnya diupah 100 dollar per bulan. Namun, setengah di antaranya keluar karena tak digaji,” kata tentara Somalia, Kolonel Ahmed Aden Dhayow.

Dia menambahkan, ”Beberapa tentara keluar dari tugas militernya dan kembali ke kehidupan sehari-hari. Sedangkan mereka yang lain bergabung dengan para pemberontak.”

Menteri Pertahanan Somalia Yusuf Muhammad Siyad mengakui, beberapa tentara yang sedang mengikuti program latihan telah membelot. Mereka bergabung dengan militan Al Shabab, kelompok pemberontak yang berkiblat ke jaringan Al Qaeda.

Masalah utama pembangunan di Somalia menyoroti upaya untuk memperkuat kembali tentara negara yang sudah dalam kondisi terpuruk. Negara seharusnya tidak hanya melatih, tetapi juga harus menggaji para prajurit itu. Kegagalan untuk menyelesaikan masalah itu bisa mengancam keberhasilan kerja sama AS dan Uni Eropa untuk melakukan latihan militer serupa di Uganda bulan depan. Pelatihan itu disebut-sebut sebagai upaya untuk memperkuat kembali korps tentara selama 20 tahun.

Pendanaan untuk tentara Somalia adalah hal yang kompleks, yang melibatkan sumbangan dana dari sejumlah negara donor, PBB, dan Pemerintah Somalia sendiri. Masing-masing negara kadang-kadang juga berjanji akan membayar gaji sejumlah tentara selama beberapa bulan. Ketika dana habis, gaji tidak dibayar.

AS telah menyediakan 2 juta dollar untuk membayar prajurit Somalia. Selain itu, sejak tahun 2007 ada anggaran untuk pengadaan peralatan militer di Mogadishu. Sebanyak 12 juta dollar AS lainnya diarahkan untuk bantuan transportasi, seragam, dan peralatan. AS tidak menjelaskan seberapa besar dana yang dialokasikan untuk pelatihan.

Menurut Siyad, AS membiayai sekitar 1.800 tentara Somalia, dan 3.300 tentara lain dibayar oleh lembaga atau negara donor.

Sejumlah 2.000 tentara yang dijadwalkan menjalani enam bulan pelatihan di Uganda juga harus dibayar.

Keberhasilan program pelatihan sebenarnya tergantung pada kemampuan untuk menggaji para tentara itu.

Leave a comment