Barrack Obama Akhirnya Menang Berkat Dukungan Penuh Pelobi Yahudi Zionisme


OBAMA membuat sejarah dengan mengalahkan Hillary Rodham Clinton dalam lap akhir penentuan calon presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat.

Kemenangan itu membuktikan bahwa publik AS, setidaknya dalam pandangan para pendukung Obama, memang menghendaki perubahan mendasar di negara itu. Perjuangan Obama belum berakhir.Dia harus mengatur strategi untuk menghadapi John McCain (Partai Republik) dalam lap terakhir perebutan kursi presiden pada November mendatang.

Keduanya mengusung pandangan-pandangan khas Partai Demokrat dan Republik. Obama dan McCain sama-sama menganggap hubungan luar negeri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari peran dan posisi internasional AS. Mereka juga melihat bahwa AS harus mempertahankan statusnya sebagai negara besar dengan segala konsekuensinya.

Sebagai calon dari Partai Demokrat, Obama yakin atas prinsip bahwa AS harus menjadi bagian dari kolaborasi internasional untuk menyelesaikan masalah-masalah global. Namun, keterlibatan AS bukan hanya menjadi bagian penyelesaian,melainkan juga bagian masalah-masalah global.

Banyak kasus yang membuktikan konsekuensi dari keterlibatan itu, yaitu dukungan dan kecaman publik AS sendiri maupun masyarakat internasional. Obama tidak akan dapat menghindar dari kenyataan tersebut jika terpilih sebagai presiden. Sejarah AS ke depan akan berubah jika Obama terpilih menjadi presiden dan konsisten dengan janji-janjinya selama kampanye.

Publik AS juga akan memonitor apakah Obama akan memenuhi janjijanji politiknya.Yang jelas, sampai tahap akhir proses pemilihan calon dari Partai Demokrat kemarin Obama masih meyakinkan pendukungnya bahwa dia akan memenuhi janji.

Kemenangan Obama atas Hillary setidaknya membuktikan bahwa, di mata para pendukung,Obama memiliki visi membangun citra AS,terutama di luar negeri,tidak dengan cara-cara seperti yang diterapkan George W Bush.

Tidak seperti Bush yang memandang dunia secara monolitik dan yang memiliki banyak ”gelar”, misalnya: The Master of Empty Promises, The Big Satan, The Big Evil, Warmonger,atau War Maniac, Obama setidaknya sampai kemarin, dan sesuai dengan prinsip Partai Demokrat,berhasil meyakinkan para pendukung bahwa dia tidak layak menerima gelar-gelar semacam itu. Obama berpendapat bahwa AS harus menjadi pemimpin dunia dengan memberi sebuah contoh positif.

Ketika dunia menghujat AS karena tindakan-tindakan internasionalnya,Obama mengatakan bahwa itu adalah kesalahan besar Bush yang tidak boleh terulang. Pesan Obama ini untuk menggiring publik AS dalam pemilihan presiden nanti— untuk melihat isu-isu internasional AS dari perspektif yang lebih moralis.

Dalam artikelnya di jurnal Foreign Affairs edisi Juli/ Agustus 2007,Obama pernah mengatakan, setelah perang Irak ada yang berpandangan bahwa AS cenderung berorientasi ke dalam.Menurutnya, pandangan itu keliru. Momentum AS belum berakhir, bahkan harus ditangkap sebagai gejala untuk membentuk AS yang baru.

Dia juga mengatakan perang harus diakhiri dengan caracara yang bertanggung jawab dan setelah itu memperbarui kepemimpinan AS, baik secara militer, diplomatik maupun moral, untuk menghadapi ancaman baru. Di bagian lain tulisannya, Obama mengatakan AS tidak dapat menghadapi tantangan abad ini sendirian.Namun, dunia juga tidak dapat menghadapi tantangan itu tanpa AS.Apa yang dikatakan Obama dalam artikel itu untuk membuktikan kepada dunia bahwa AS akan tetap menjadi bagian penting dari masalahmasalah dunia.

Dalam pandangan Obama, jika ada yang melihat kekuatan AS menurun, itu sebenarnya karena AS telah mengabaikan janji-janji besar dan tujuan-tujuan historisnya di dunia. Adalah menarik untuk menyimak ucapannya dalam artikelnya di jurnal tersebut, ”We must use this moment both to rebuild our military and to prepare it for the missions of the future.We must retain the capacity to swiftly defeat any conventional threat to our country and our vital interests. But we must also become better prepared toputbootsonthegroundinorder totakeonfoesthatfightasymmetrical and highly adaptive campaigns on a global scale.”

Dalam pernyataan ini tersirat pesan bahwa kalaupun ada perbedaan kebijakan luar negeri Obama dengan Bush, itu hanyalah bersifat taktikal. Keduanya menganut pandangan yang sama mengenai pentingnya mencapai sasaran strategis dengan melindungi hegemoni AS melalui kekuatan militer. Jika Obama terpilih menjadi penghuni berikutnya di Gedung Putih, rakyat AS akan melihat presiden baru yang akan melanjutkan perang di Irak secara terbatas.

Presiden baru yang kebijakan luar negerinya tidak akan berbeda signifikan dibanding pendahulunya. Kemenangan atas Hillary Clinton adalah bukti kepandaian Obama meyakinkan pendukungnya bahwa dia betul-betul akan memperbarui kepemimpinan AS di dunia. Obama akan melakukan itu dengan membangun kembali aliansi, kemitraan, dan institusi yang dibutuhkan untuk menghadapi ancaman bersama dan meningkatkan keamanan bersama.

Reformasi aliansi dan institusi ini tidak akan terjadi melalui cara-cara bullying terhadap negara-negara lain. Warna Demokrat dan Republik dipastikan akan muncul dalam setiap kebijakan AS baik itu di Eropa,Timur Tengah, maupun Asia dan kawasan- kawasan lain. Bagi Obama maupun McCain, Asia tetap merupakan bagian integral kebijakan global AS.

Di wilayah ini ditemukan pula beberapa negara kunci, antara lain Jepang dan Korea Selatan, yang bukan hanya secara kolektif berperan dalam mendukung strategi dan kebijakan regional AS, tetapi juga secara individu berperan dalam menjaga stabilitas dan kemakmuran kawasan.

Obama,dan mungkin juga McCain, mengadopsi pandangan demikian karena pertimbangan bahwa kelangsungan hidup AS sampai batas tertentu juga dipengaruhi— kalau tidak ditentukan—oleh perkembangan kawasan ini. Intinya, Obama dan McCain tidak akan berbeda pendapat mengenai arti penting dan strategisnya Asia. Mereka hanya berbeda mengenai bagaimana menjalankan strategi AS di Asia.

Perspektif Obama mengenai Asia, khususnya Asia Tenggara, tidak bisa dilepaskan dari pengalamannya tinggal di Indonesia.Pengalaman ini memberinya perspektif kuat mengenai Asia Tenggara. Jika terpilih menjadi presiden, Obama dipastikan akan meningkatkan arti penting Asia Tenggara dalam diplomasi AS. Gedung Putih di bawah Obama akan memberi bobot lebih besar kepada Asia Tenggara pada umumnya,dan Indonesia pada khususnya.

Obama paham bahwa pada abad ke-21 ini keamanan AS sangatterkaitdengan Asia.Karena itu, kebijakan sempit yang hanya fokus pada kawasan Timur Tengah menjadi kontraproduktif. Dalam pandangannya, AS harus mengatasi kekuatan China dengan caracara yang lebih canggih, dan Obama sepertinya adalah seseorang yang memahami Asia Tenggara dengan baik.

Pada masa Bush, dan jika Obama atau McCain terpilih menjadi presiden AS kelak, Indonesia memang akan selalu berada dalam radar kebijakan AS di Asia Tenggara. Besarnya taruhan dan kepentingan AS di kawasan Asia Tenggara karena faktor ancaman terorisme membuat Indonesia menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kebijakan antiteror Bush.

Tetapi keberpihakan Indonesia yang terlalu jauh kepada kebijakan Bush tersebut memancing reaksi keras dari publik Indonesia. Sebagai orang yang pernah tinggal di Indonesia, Obama tidak akan memotret Indonesia melulu melalui prisma kebijakan antiteror, apalagi jika caracara perang AS melawan teror itu tidak sejalan dengan kepentingan Indonesia. Obama sadar akan kuatnya sentimen-sentimen anti- AS di Indonesia,terlebih jika hal itu terkait dengan isu terorisme.

Dalam konteks ini, mungkin Obama bisa memikirkan pendekatan lain terhadap Indonesia yang tidak mengandung potensi lahirnya sentimen anti-AS. Hubungan AS dengan Indonesia pascapemilihan presiden AS tidak akan berubah. AS, di bawah Obama atau McCain,sadar bahwa Indonesia kini dalam proses menuju sebuah negara demokrasi yang utuh.

Sebuah proses panjang yang juga menjadi kepentingan dan harapan AS untuk melihat Indonesia berhasil di bidang itu. Dukungan AS kepada Indonesia dalam proses demokrasi ini memang tidak bersyarat. Tetapi hubungan bilateral kedua negara sepertinya bisa menjadi persoalan jika saja Indonesia tidak mampu mengatasi sentimensentimen anti-AS yang dapat muncul setiap saat. Indonesia harus sadar bahwa siapa pun yang berkuasa di Gedung Putih nanti, perkembangan di Indonesia tetap dipantau, apalagi jika menyangkut persoalan hak asasi manusia.

Adalah kenyataan politik bahwa AS dan Indonesia di masa lalu tidak mampu menghindari gangguan-gangguan dalam hubungan bilateral. Karena itu, ”guncangan” dalam hubungan AS–Indonesia di masa lalu harus menjadi pelajaran pemerintahan baru di Gedung Putih dalam membentuk hubungan bilateral yang lebih stabil dan konstruktif. Indonesia tidak bisa menghindar untuk melihat kenyataan bahwa AS (akan atau harus) berubah.Tetapi Indonesia harus melihat perubahan-perubahan itu sebagai kesempatan untuk ”menata” kembali hubungannya dengan AS meskipun selama di Indonsia Barack Obama membenci ibunya karena terlalu aktif dan dermawan dalam lembaga sosial yang mengurusi rakyat miskin Indonesia.(*) *)Peneliti Senior CSIS dan Dosen Pascasarjana FISIP Universitas Indonesia

3 responses to “Barrack Obama Akhirnya Menang Berkat Dukungan Penuh Pelobi Yahudi Zionisme

  1. kayaknya emang begitu,
    tidak akan mungkin seoarang calon presiden dinegara yang diatur oleh yahudi, tapi yahudi tidak campur tangan…. sesuatu yang mustahil.

    kalo banyak org indonesia berharap lebih baik dengan terpilihnya obama, mungkin sebaiknya berhati-hati lagi dengan harapannya….

  2. Artikel yang sangat menarik dan informatif

    Obama merupakan pribadi yang menarik dan pengalamannya di Indonesia serta kedekatannya dia dengan umat islam akan menghasilkan keputusan-keputusan yang bijak.

    Tetapi untuk politik luar negeri negara AS tetap akan dipengaruhi oleh lobi-lobi Yahudi. Tidak jauh beda sama presiden-presiden AS Sebelumnya.

  3. Pingback: Barrack Obama, Benarkah Yahudi ……? « Yusuf Yudi Prayudi

Leave a comment