Secara cekatan Taiwan memanfaatkan kebangkitan China Daratan untuk menjalin kerja sama ekonomi yang menguntungkan. Pentingnya kerja sama ekonomi dengan China Daratan ditekankan Presiden Ma Ying-jeou maupun Wakil Presiden Vincent Siew, antara lain dalam Konferensi Aliansi Bisnis Taiwan-2008 dengan tema ”Taiwan Baru, Peluang Baru”, tanggal 6-8 Oktober lalu di Taipei, ibu kota Taiwan.
Konferensi tahunan sejak tahun 2003 itu dimanfaatkan pemerintahan Ma untuk menjelaskan kepada pebisnis domestik maupun internasional tentang kesiapan Taiwan dalam bidang regulasi dan infrastruktur bagi para investor domestik maupun internasional.
Sekalipun konferensi pertama-tama dimaksudkan untuk menarik investor asing ke Taiwan, tetapi topik pembicaraan justru lebih banyak berkisar pada peluang kerja sama ekonomi dengan China.
Rupanya Taiwan ingin memanfaatkan konferensi internasional itu untuk menjelaskan, pemerintahan Presiden Ma sudah dan sedang mengambil langkah penting dalam membuka horizon baru dalam upaya meningkatkan hubungan baik dengan China Daratan.
Normalisasi hubungan ekonomi dan kebudayaan dianggap Presiden Ma sebagai langkah pertama dan strategis dalam meredam ketegangan dan semangat permusuhan.
Atas pertimbangan itu pula, Presiden Ma cenderung menangguhkan segala pembicaraan tentang unifikasi, kemerdekaan Taiwan, atau bahaya konfrontasi.
Masa depan
Tentu saja masih menjadi teka-teki tentang masa depan Taiwan, terutama dalam kaitan dengan klaim China Daratan atas wilayah itu. Namun, tidak dapat diabaikan pula, 23 juta penduduk Taiwan merupakan sebuah jumlah tak sedikit.
Banyak sekali negara di dunia yang penduduknya jauh di bawah Taiwan, bahkan ada yang jumlahnya hanya mencapai ratusan ribu orang. Secara ekonomi pula, kekuatan Taiwan sangat mencolok sebagai kekuatan ke-17 dunia.
Namun, tantangan dihadapi Taiwan, terutama tentang kiprahnya di panggung internasional. Banyak negara cenderung menjalin hubungan dengan China Daratan dan semakin mengabaikan Taiwan, sekurang-kurangnya secara diplomatik.
Presiden Ma dalam pidato pelantikannya, Mei lalu, menyatakan, Taiwan tidak hanya menghendaki keamanan dan kemakmuran, tetapi juga martabat. Menurut Ma, hanya kalau Taiwan tidak diisolasi pada arena internasional, kerja sama dengan China Darat dapat dilakukan dengan penuh kepercayaan diri.
Kelihatan pula semangat rekonsiliasi yang mulai berkembang di lintasan Selat Formosa tidak dimanifestasikan di arena internasional. Keinginan Taiwan untuk duduk di lembaga-lembaga khusus PBB masih terus dihadang China yang kebetulan mempunyai hak veto.
Sulit ditangkap, sekurang-kurangnya pada permukaan, masyarakat Taiwan sedang berada dalam kecemasan di bawah bayangan hubungan permusuhan dengan China Daratan. Sama sekali tidak terlihat ketegangan mencolok di Taipei, ibu kota Taiwan.
Kaum muda Taiwan, seperti kaum muda masa kini di mana-mana di dunia, terlihat menikmati kehidupan mereka dalam kegairahan tinggi. Dinamika Taipei tidak beda dengan kota metropolitan dunia lainnya.
Proses pembangunan pun berjalan normal, bahkan terus dipercepat dalam semangat kompetisi besar. Konsentrasi Taiwan dalam mendorong pembangunan seperti tidak terpecah, sekalipun berada di bawah hubungan permusuhan dengan China sejak tahun 1949.
Wacana yang dikembangkan pemerintahan Presiden Man Ying-jeou, yang berkuasa sejak Mei lalu, juga lebih menekankan pentingnya kerja sama ekonomi dengan China. Hanya terdengar sayup-sayup retorika di kalangan pejabat pemerintah tentang bahaya permusuhan dengan China Daratan.
Sekalipun pada permukaan tidak gampang terlihat kecemasan tentang ancaman China Daratan, tapi tidak jauh di bawah permukaan sebenarnya sedang terjadi tarik-menarik perasaan ketakutan dan kegairahan bekerja sama dengan China.
Kompleksitas psikologis atas perasaan yang mendua itu tidak selalu gampang untuk dikendalikan. China tetap dipandang sebagai sumber ancaman politik dan militer, lebih-lebih kalau ditanya wartawan asing.
Perasaan terancam itu berjalan secara paralel dengan kegairahan menjalin kerja sama ekonomi dan kebudayaan dengan China. Suka atau tidak, China merupakan peluang kerja sama ekonomi dan pasar yang sangat menggiurkan.
Identitas Taiwan
Sekalipun perasaan di kalangan masyarakat campur aduk, pihak pejabat selalu menekankan entitas dan identitas Taiwan. Tidak beda dengan sebuah negara merdeka dan berdaulat, Taiwan tahun 2008 ini, misalnya, mempertontonkan perayaan hari nasionalnya tanggal 10 Oktober lalu dengan meriah, dari adegan terbang lintas pesawat tempur sampai parade seni budaya dan pesta kembang api.
Dari aspek kemajuan, masyarakat Taiwan juga menikmati kesejahteraan sebagai kekuatan ekonomi ke-17 di dunia dengan pendapatan per kapita per tahun rata-rata 16.000 dollar AS. Secara politik juga mengesankan karena Taiwan mempraktikkan kehidupan demokrasi dengan sistem multipartai. Kebebasan pers pun dijamin.
Atas pertanyaan, apakah siap berunifikasi jika pada suatu saat China Daratan menjadi demokratis, para pejabat Taiwan cenderung menjawab bahwa pilihan bergantung pada rakyat.
Namun, praktis semua menolak opsi ”satu China dengan dua sistem”, seperti diberlakukan atas Hongkong. Posisi dan riwayat Hongkong dikatakan berbeda dengan Taiwan yang memiliki kekuatan militer maupun kegiatan diplomatik sendiri.
Rakyat Taiwan sendiri, seperti terlihat dalam jajak pendapat terbaru, menunjukkan 82 persen mendukung status quo sebagai pilihan di antara isu kemerdekaan dan isu unifikasi.
Pilihan itu sekaligus mendukung sikap Presiden Ma yang pada pidato pelantikannya, Mei lalu, menekankan kerja sama ekonomi dengan China Daratan. Wacana tentang kemerdekaan dan unifikasi didesak ke belakang.
Presiden Ma menjauhkan retorika dan langkah politik yang bernada konfrontatif. Sebaliknya, ia mengambil posisi pragmatis demi oportunitas kerja sama ekonomi dengan China.
Pidato Presiden Ma dalam Hari Nasional tanggal 10 Oktober lalu maupun dalam konferensi ekonomi tanggal 6-8 Oktober di Taipei secara tegas menekankan pentingnya peningkatan kerja sama ekonomi lintas Selat Formosa dengan China.
Sejauh ini, ribuan pengusaha Taiwan menanamkan modal di China Daratan. Kerja sama ekonomi itu ingin ditingkatkan pemerintahan Ma dalam cakupan lebih luas.
Hanya sebulan setelah dilantik Mei lalu, Presiden Ma membuka lagi perundingan dengan China yang menghasilkan kesepakatan penerbangan carter akhir pekan sebanyak 36 kali dari masing-masing arah. Juga diberi peluang yang lebih besar bagi warga China untuk berwisata ke Taiwan.
Pendekatan yang menekankan kerja sama ekonomi ini kelihatan ikut membantu meredakan ketegangan hubungan permusuhan yang sudah berlangsung 59 tahun di antara kedua China.