Monthly Archives: September 2010

Batas Perlombaan Senjata Telah Tercapai

Dalam dunia persilatan dikenal pepatah di atas langit masih ada langit. Selama ini, pepatah tersebut seolah juga berlaku dalam perlombaan senjata di dunia. Namun, bahkan langit pun memiliki batas teratas.

Sebuah laporan di majalah The Economist edisi 28 Agustus ini mengungkap fakta, yang meski sudah bisa diduga dalam kondisi perekonomian dunia saat ini, tetapi tetap mengejutkan.

Negara-negara yang selama ini dikenal sebagai adidaya dalam hal militer, mulai memikirkan ulang strategi pengembangan persenjataan mereka karena biaya yang makin mencekik leher. Benarkah batas langit itu telah tercapai?

Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Robert Gates telah memerintahkan penghentian produksi pesawat tempur F-22 Raptor, akhir tahun ini. Dengan demikian, total jumlah produksi pesawat tempur tercanggih itu hanya akan berhenti di angka 187 unit. Padahal, pada awal produksinya dulu, pesawat itu diperkirakan paling tidak akan diproduksi hingga 750 unit.

Di Eropa, pesanan untuk pesawat Eurofighter Typhoon, yang dikembangkan Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol, juga merosot. Hal yang sama juga dikhawatirkan terjadi pada proyek pesawat F-35 Joint Strike Fighter (JSF) yang dikembangkan bersama antara AS dan Eropa.

Krisis keuangan dunia, perubahan ancaman konflik global, hingga kemajuan teknologi sendiri menjadi beberapa faktor yang memicu negara-negara maju tersebut memikirkan ulang strategi militer mereka, termasuk dalam hal kelengkapan senjata.

Menteri Pertahanan Jerman Karl-Theodor zu Guttenberg, minggu ini, mengumumkan akan memangkas jumlah personel angkatan bersenjatanya, dari sekitar 247.000 personel menjadi hanya sekitar 165.000 personel. Rencana ini adalah bagian dari rencana Jerman untuk menghemat anggaran pertahanan hingga sebesar 8,3 miliar euro (Rp 95,8 triliun) hingga 2014.

Keterbatasan

Menurut Guttenberg, pihaknya akan berkonsentrasi pada pengembangan pasukan yang kecil, tetapi berkualitas lebih baik dan lebih operasional.

Langkah serupa juga dilakukan Inggris, yang berencana memotong belanja pertahanan 10-20 persen dalam lima tahun mendatang. Spanyol juga menyatakan akan mengurangi hingga 9 persen dan Italia 10 persen.

Karena keterbatasan anggaran pertahanan, saat ini Perancis hanya mengoperasikan satu kapal induk, yakni kapal induk Charles de Gaulle. Inggris juga hanya mempertahankan dua kapal induk berukuran sedang, yakni HMS Invincible dan HMS Ark Royal, tetapi menurut The Economist, dua kapal tersebut sering berlayar tanpa membawa pesawat.

Di belahan lain Eropa, Belanda telah menghentikan program pengintaian maritim, Denmark telah meninggalkan armada kapal selamnya, dan negara- negara Baltik tidak lagi memiliki angkatan udara (AU) yang bisa diandalkan kecuali mengandalkan pesawat-pesawat dari sekutu NATO untuk mengamankan ruang udara mereka.

Amerika sendiri, sebagai pemimpin dan patron Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), kewalahan mengelola pengeluaran militernya meski dengan anggaran pertahanan sebesar 700 miliar dollar AS per tahun (sekitar Rp 6,3 kuadriliun, atau hampir setara dengan anggaran pertahanan negara sedunia digabung jadi satu).

Gates mengatakan, ia akan mengurangi sedikitnya 50 perwira tingginya untuk menghemat biaya. Saat ini, angkatan bersenjata AS memiliki lebih dari 900 perwira tinggi setingkat jenderal dan laksamana. Selain itu, ia juga akan menghapus komando gabungan angkatan (joint-forces command), memotong anggaran para kontraktor, dan mengurangi staf di kantor departemen pertahanan sendiri.

Masalah biaya ini juga disebut-sebut menjadi salah satu alasan percepatan penarikan mundur pasukan AS dari Irak, khususnya untuk memusatkan tenaga dan biaya bagi perang di Afganistan.

Makin tinggi

Wajar saja negara-negara ini mengeluhkan anggaran pertahanan karena harga dan biaya perawatan persenjataan terbaru saat ini sama sekali tidak bisa dibilang murah, bahkan untuk ukuran kocek mereka.

Harga pesawat F-22 Raptor saat ini mencapai 160 juta dollar AS (Rp 1,4 triliun) per unit, atau 350 juta dollar AS (Rp 3,2 triliun) per unit jika termasuk ongkos pengembangan pesawat itu ke depan. Bandingkan dengan harga pendahulunya, F-16 Fighting Falcon, yang ”hanya” 50 juta-60 juta dollar AS (Rp 450 miliar) per unit.

Harga pesawat pengebom siluman B-2 Spirit lebih tinggi lagi, yakni sekitar 2 miliar dollar AS (hampir Rp 18 triliun) per unit. Itu sebabnya, AU AS akhirnya hanya membeli 20 unit B-2 dari total 132 unit yang direncanakan sebelumnya.

Harga pesawat (dan senjata berteknologi tinggi lain, seperti kapal perang) ini dari generasi ke generasi akan terus meningkat seiring dengan makin mahalnya teknologi yang harus dicangkokkan ke dalamnya. Peningkatan harganya bahkan disebut jauh di atas laju inflasi atau pertumbuhan produk domestik bruto negara produsen.

Dalam sebuah analisis, pakar industri penerbangan AS, Norman Augustine, pernah membuat ekstrapolasi harga pesawat tempur ini berdasarkan tren yang terjadi saat ini, dan kesimpulannya: ”Pada tahun 2054 seluruh anggaran pertahanan hanya cukup untuk membeli satu pesawat.”

Tidak terpakai

Selain mahal, pesawat-pesawat berteknologi tinggi ini belum tentu terpakai di medan perang yang sesungguhnya. Dalam rapat dengan Komisi Angkatan Bersenjata Senat AS dua tahun lalu, Gates mengatakan, F-22 Raptor belum pernah terpakai dalam satu misi pun selama perang di Irak dan Afganistan.

”Faktanya, kita saat ini menghadapi dua perang, di Irak dan Afganistan, dan pesawat F-22 itu belum pernah terpakai di satu misi pun dalam dua perang tersebut,” ungkap Gates, seperti dikutip majalah Time (www.time.com, 7 Februari 2008).

Alih-alih, para perwira tinggi militer AS di lapangan justru mengaku puas dengan performa pesawat tak berawak (drone atau UAV, unmanned aerial vehicle), yang berharga beberapa kali lebih murah dan tidak berisiko menewaskan pilot, dalam menghadapi gerilyawan Taliban di Afganistan dan perbatasan Pakistan.

Kekuatan udara AS memang tak terkalahkan dan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan invasi ke Irak pada tahun 2003. Namun, begitu pasukan darat AS menduduki Irak selama 7,5 tahun kemudian, mereka tak mampu mengendalikan sepenuhnya kondisi di dalam negeri Irak sampai misi perang dihentikan hari Selasa (31/8) lalu.

Zaman memang sudah berubah sejak era Perang Dingin berakhir. Dulu, dalam konteks mencari perimbangan kekuatan, terjadi perlombaan senjata, baik dalam hal teknologi maupun jumlah, antara Blok Barat dan Blok Timur.

Kini, tanpa F-22 dan B-2 pun, kekuatan udara AS sudah tak ada yang menandingi di dunia ini, apalagi ”sekadar” untuk menyerang negara dunia ketiga, seperti Irak atau Afganistan.

Fakta terbaru ini mengingatkan, dalam perang, keunggulan teknologi dan anggaran melimpah belum tentu menjadi faktor penentu kemenangan.

Partai Partai Ekstrem Anti Orang Asing Marak Di Eropa

Uni Eropa menuju ke arah bunuh diri secara sosial dan politik seiring dengan bertumbuhnya partai-partai beraliran ekstrem kanan. Mantan Gubernur Bank Sentral Jerman Otmar Issing, Kamis (23/9) di Berlin, mengatakan, UE akan hancur jika partai ekstrem berkuasa.

Eksistensi partai-partai ekstrem kanan semakin berkembang, termasuk di negara yang dikenal sangat toleran seperti Skandinavia.

Masuknya partai kanan radikal Demokrat di Swedia ke parlemen mendatang bisa memudarkan citra negara itu sebagai benteng toleransi. Kubu kanan radikal tersebut berhasil meraih 5,7 persen atau 20 kursi lewat pemilu 19 September lalu.

Issing menambahkan, politisi populis kini berusaha mencari simpati, termasuk dengan menjual gagasan-gagasan ekstrem kanan. ”Politik ekstrem hanya berkembang jika pemerintahan di suatu negara tidak dapat berbuat apa-apa. Partai-partai ekstrem berkembang dengan mengandalkan isu populer belaka, tetapi tidak menjawab persoalan.”

Dia mengatakan, kecenderungan ini harus dijelaskan oleh partai-partai moderat kepada konstituen mereka.

Sejumlah partai populis berkembang di Eropa beberapa tahun terakhir, seperti Partai Kebebasan di Belanda yang mengangkat isu anti-Islam. Partai itu dipimpin Geert Wilders yang berulang kali berusaha mendekati partai moderat.

Anti-imigran

Partai kanan radikal Demokrat yang muncul di Swedia merupakan partai kecil yang menganut paham nasional sempit dan juga dikenal anti-imigran. Kehadiran para politisi dari partai kanan Demokrat di parlemen mendatang dikhawatikan mengantar Swedia, yang selama ini dikenal ramah terhadap kaum imigran, berubah menjadi negara yang sinis terhadap kaum imigran.

Kekhawatiran itu semakin kuat mengingat sikap-sikap ekstrem kian merambah ke Eropa akhir-akhir ini, seperti gerakan anti-imigran di Denmark dan Belanda, pelarangan pembangunan rumah ibadah bagi non-Kristen di Swiss, serta pelarangan pengenaan burqa (pakaian penutup seluruh tabuh wanita) di Perancis.

Keberhasilan kubu kanan radikal tersebut, yang merupakan tamparan terhadap kam imigran, cukup mengejutkan rakyat di beberapa negara itu.

Ribuan warga Swedia pun, Senin lalu, menggelar unjuk rasa di tiga kota untuk memprotes masuknya kubu kanan radikal untuk pertama kalinya ke dalam parlemen.

Menurut sumber dari polisi Swedia, ada sekitar 6.000 pengunjuk rasa yang turun ke jalan dengan mengumandangkan yel-yel ”antirasialis”.

Perdana Menteri Swedia Fredrik Reinfeldt dalam keterangan pers yang disiarkan televisi Swedia mengimbau semua pihak menghormati hasil pemilu dan komposisi baru parlemen mendatang.

Bisa bermanuver

Koalisi Reinfeldt meraih kemenangan dalam pemilu, Minggu lalu, tetapi gagal menguasai mayoritas kursi dari 349 kursi parlemen yang diperebutkan.

Koalisi Reinfeldt memperoleh 49,3 persen suara atau 172 kursi, kurang tiga kursi untuk meraih mayoritas. Kubu oposisi yang terdiri dari Partai Sosialis Demokrat, Partai Hijau, dan partai beraliran kiri mendapat 43,6 persen suara atau 157 kursi parlemen. Partai kanan radikal Demokrat Swedia meraih 5,7 persen suara atau 20 kursi.

Partai kanan radikal Demokrat Swedia, dengan menguasai 20 kursi parlemen itu, bisa dengan leluasa bermanuver untuk menghambat atau memaksakan program pada pemerintah mendatang.

Amerika Siap Kenakan Sanksi Ekonomi Pada China Karena Ekonomi Amerika Yang Buruk Akibat Etos Kerja Yang Ingin Santai

Perdana Menteri China Wen Jiabao menolak tekanan Amerika Serikat agar China melakukan reformasi terhadap rezim kurs yuan. AS menilai China telah menetapkan kebijakan kurs yang tidak fair dengan mematok yuan pada level 6,6987 yuan per dollar AS.

Presiden AS Barack Obama dan Menkeu AS Timothy Geithner mengatakan, reformasi rezim kurs yuan tak beranjak dan upaya China mengecewakan soal itu.

Menurut AS, kurs yuan yang ada sekarang ini lebih rendah sekitar 20-40 dari seharusnya. Dengan kata lain, kurs yuan seharusnya berada pada kisaran 4-5 yuan per dollar AS.

Harapan AS, dengan menguatnya kurs yuan terhadap dollar AS, diharapkan akan membuat produk China menjadi relatif lebih mahal. Hal ini, di sisi lain, akan membuat daya saing produk AS relatif meningkat.

”Tak ada dasar untuk melakukan apresiasi (meningkatkan nilai kurs) yuan. Jika yuan diapresiasikan, akan terjadi kebangkrutan banyak perusahaan China yang bisa berakibat pemutusan hubungan kerja. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan para pekerja kembali ke desa-desa mereka. Karena itu, akan ada potensi gejolak di masyarakat China,” kata PM Wen di hadapan Komite Bisnis China-AS, New York, Kamis (23/9).

Dia mengatakan, defisit perdagangan AS bukan karena kurs yuan, melainkan karena struktur investasi dan perdagangan AS yang tidak seimbang.

Mengenakan sanksi

Pernyataan Wen terkait dengan rencana panel Kongres AS untuk melakukan pemungutan suara pada hari Jumat ini untuk peluncuran peraturan (HR 2378). Peraturan itu, jika lolos, akan memaksa Departemen Perdagangan AS mengenakan biaya masuk tambahan atas impor asal China.

Bagi Kongres, kurs yuan yang terlalu rendah ditambah subsidi ekspor layak dikenakan sanksi yang dinamakan countervailing duties. ”Tindakan ini konsisten dengan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),” kata Ketua Panel Kongres AS Sander Levin.

Dasar tindakan Kongres AS adalah kebijakan kurs dan subsidi ekspor, yang dinilai merusak ekonomi AS. Ini adalah kebijakan yang sering disebut beggar thy neighbour policy alias kebijakan ekonomi di satu negara yang mengakibatkan kekacauan ekonomi negara lain, khususnya mitra dagang.

Berdasarkan data 2009, ekspor AS ke China hanya sebesar 69,6 miliar dollar AS dan impor AS dari China sekitar 296,4 miliar dollar AS.

Wen menolak semua itu dengan mengatakan, China telah berkontribusi pada pemulihan ekonomi global, termasuk peran China membeli 840 miliar dollar AS atas surat berharga Ppemerintah AS. ”Upaya kami telah berkontribusi kestabilan finansial serta pemulihan ekonomi global,” kata Wen.

”Kami tidak bermaksud mengacaukan hubungan ekonomi AS-China. Kita bisa mengatasi persoalan lewat kerja sama yang baik,” katanya.

Para ekonom tetap berkeyakinan kurs yuan yang dipatok pada kurs yang terlalu rendah, turut berperan menyumbang defisit perdagangan AS, terutama terhadap China.

Meski demikian, tidak sedikit yang berpendapat bahwa kekacauan ekonomi AS tidak semata-mata akibat defisit perdagangan. Kebijakan ekonomi AS sejak Ronald Reagan, yang membiarkan defisit anggaran meledak, biaya perang di berbagai negara, termasuk di Afganistan dan Irak, termasuk penyebab persoalan ekonomi AS.

Pembebasan pajak terhadap warga kaya dan korporasi AS di bawah Presiden AS George W Bush juga menurunkan potensi penerimaan negara AS.

Hal lain adalah etos kerja di AS, yang lebih menghendaki waktu santai ketimbang pekerja di China dengan etos tinggi.

India Memborong Pesawat Tempur Senilai 31 Triliun Dollar Dari Amerika Serikat

Setelah menjajaki kemungkinan penjualan senjata senilai 60 miliar dollar AS kepada Arab Saudi pekan lalu, Amerika Serikat saat ini dikabarkan siap menandatangani transaksi penjualan peralatan militer senilai 3,5 miliar dollar AS (Rp 31,3 triliun) dengan India.

Penandatanganan transaksi militer terbesar yang pernah dilakukan dua negara itu diduga kuat akan dilakukan saat Presiden AS Barack Obama mengunjungi India, November mendatang. Demikian dilaporkan harian The Economic Times di New Delhi, Rabu (22/9), seperti dikutip Agence France Presse.

Transaksi sebesar itu, lanjut laporan tersebut, adalah nilai pembelian 10 pesawat angkut militer C-17 Globemaster III oleh Angkatan Udara India. Pesawat angkut buatan Boeing tersebut akan menggantikan armada pesawat angkut Ilyushin IL-76 buatan Rusia, yang sudah tua dan menjadi andalan AU India selama ini.

Laman berita pertahanan India, http://www.india-defence.com, menambahkan, negosiasi di antara kedua negara sudah mencapai tahap akhir. Harga setiap pesawat yang menjadi andalan Angkatan Bersenjata AS di Irak dan Afganistan itu adalah 300 juta dollar AS. Setelah ditambah suku cadang dan biaya perawatan, harga totalnya menjadi 350 juta dollar AS per unit.

Pihak Boeing mengonfirmasi pemesanan C-17 oleh India ini. Di laman resmi http://www.boeing.com, Boeing menyatakan surat permohonan pembelian dari Menteri Pertahanan India dan AU India telah diterima Pemerintah AS pada Januari lalu.

”Boeing sangat gembira India tertarik membeli C-17 guna memodernisasi kemampuan angkut udaranya. Kami yakin C-17 bisa memenuhi kebutuhan India akan angkutan udara untuk keperluan militer dan kemanusiaan,” ungkap Vivek Lall, Wakil Presiden Boeing Defense, Space & Security, yang juga menjabat kepala cabang Boeing di India, dalam siaran pers tertanggal 8 Januari.

Transaksi terbesar

Mark Kronenberg, Wakil Presiden Boeing Defense, Space & Security untuk Pengembangan Bisnis Internasional, menambahkan, begitu transaksi ini ditandatangani, India akan menjadi negara dengan armada terbesar C-17 di luar AS.

Saat ini, baru ada lima pihak di luar AS yang sudah memiliki armada C-17, yakni Inggris (6 pesawat), Kanada (4), Australia (4), konsorsium Strategic Airlift Capability-NATO (3), dan Qatar (2). Setidaknya ada dua negara lagi yang berminat membeli C-17, yakni Uni Emirat Arab dan Kuwait.

India-defence.com menyebutkan, transaksi ini bukan yang pertama antara India dan AS. Tahun lalu, India menandatangani pembelian delapan pesawat patroli maritim P-81 (versi militer dari Boeing 737-800NG) senilai 2 miliar dollar, enam pesawat angkut C-130J Super Hercules buatan Lockheed Martin senilai 1 miliar dollar AS, dan awal tahun ini ditambah dengan pembelian 24 rudal antikapal Harpoon Block III senilai 170 juta dollar. India juga dilaporkan membeli pesawat VVIP untuk presiden dan perdana menteri dari Boeing.

C-17 sendiri adalah pesawat angkut strategis berkemampuan tinggi. Boeing menyebutkan, dengan muatan maksimum 74.797 kilogram, pesawat itu mampu lepas landas dari landasan sepanjang 2.133 meter, lalu menempuh jarak lebih dari 4.000 kilometer, dan mendarat di landasan darurat sepanjang 914 meter

Bentrokan Militer Yaman Dan Al Qaeda Menyebabkan 12.000 Penduduk Mengungsi

Bentrok senjata sengit dalam beberapa hari terakhir antara militer Yaman dan aktivis Al Qaeda di Provinsi Shabwa, Yaman Selatan, menyebabkan ribuan penduduk setempat melarikan diri dari rumah-rumah mereka.

Palang Merah Yaman, dikutip harian Asharq Al Awsat, Selasa (21/9), mengungkapkan, sebanyak 8.000 hingga 12.000 penduduk Desa Hawta dan sekitarnya lari menyusul bentrok senjata antara militer Yaman dan Al Qaeda.

Aparat keamanan Yaman mengklaim, tiga aktivis Al Qaeda dan dua anggota militer tewas dalam bentrok senjata itu.

Hawta adalah wilayah pegunungan di Provinsi Shabwa yang dikenal sebagai salah satu basis Al Qaeda Jazeera Al Arab. Provinsi Shabwa juga dikenal sebagai daerah asal tokoh radikal Amerika Serikat (AS) asal Yaman, Anwar al-Awlaki, yang kini menjadi buronan AS. Anwar al-Awlaki kini dipercaya bersembunyi di Shabwa dengan perlindungan penduduk setempat yang sesuku dengan Al-Awlaki.

Pemerintahan Provinsi Shabwa menyerukan seluruh penduduk Desa Hawta dan sekitarnya bekerja sama dengan aparat keamanan untuk memudahkan pemburuan dan penangkapan para teroris. Pemerintah meminta penduduk mengosongkan rumah mereka dari para teroris agar tidak dijadikan tempat persembunyian oleh para teroris.

Kantor berita Yaman, Saba, mengungkapkan, Pemerintah Yaman sangat menyayangkan mereka yang mengabaikan seruan tokoh masyarakat setempat agar menyerahkan diri dan meletakkan senjata untuk menghindari pertempuran.

Pemerintah lokal menegaskan, aparat keamanan bertekad membasmi para teroris loyalis Al Qaeda yang bersembunyi di rumah-rumah penduduk.

Beberapa bulan terakhir ini, Pemerintah Yaman sering direpotkan oleh aksi-aksi serangan Al Qaeda yang meningkat tajam sejak Juni lalu. Al Qaeda berhasil menyerang sejumlah sasaran pemerintah, seperti kantor intelijen Yaman di Provinsi Lahj, Yaman Selatan, awal September lalu yang menewaskan 11 orang.

Al Qaeda juga mengklaim telah menyandera Deputi Direktur Keamanan Provinsi Saada, Yaman Utara, Ali Mohamed Saleh el-Hossam, 26 Agustus lalu.

Al Qaeda menawarkan transaksi tukar-menukar tahanan dengan Pemerintah Yaman. Al Qaeda memberikan waktu 48 jam kepada Pemerintah Yaman untuk membebaskan dua loyalis Al Qaeda yang ditahan aparat keamanan saat ini, yaitu Masyhur al-Ahdal dan Hussein el-Tis, dengan imbalan pembebasan Mohamed Saleh el-Hossam.

Di kota San’a, Senin lalu, dimulai proses pengadilan terhadap empat warga loyalis Tanzim Al Qaeda, yakni seorang berasal dari Jerman dan seorang lagi dari Irak, serta dua lainnya dari warga Yaman sendiri.

AS nyatakan dukungan

Empat warga tersebut dituduh berencana melakukan penyerangan terhadap sasaran turisme, kepentingan asing dan pemerintah di Provinsi Maarib, Yaman Tengah, selama tahun 2008 hingga 2010.

Penasihat Presiden AS Barack Obama urusan teroris dan keamanan internal, John Brennan, Minggu lalu melakukan kunjungan singkat ke San’a, ibu kota Yaman, untuk menemui Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh.

Brennan menyampaikan kepada Presiden Yaman itu tentang dukungan AS kepada Pemerintah Yaman dalam memerangi teroris dan Tanzim Al Qaeda.

Brennan dan Ali Saleh juga mendiskusikan tentang bantuan ekonomi dan kemanusiaan AS kepada Yaman. AS pada tahun lalu telah memberikan bantuan ekonomi kepada Yaman lebih dari 110 juta dollar AS

Ekonomi Amerika Serikat Dibawah Barrack Obama Terus Merosot Tajam

Berita seputar perekonomian Amerika Serikat masih bernada kekhawatiran. Walau sempat pulih dari resesi terdalam tahun 2009, pertumbuhan produk domestik bruto AS kembali merosot.

Kemerosotan ekonomi itu membuat Bank Sentral (Fed) merencanakan peluncuran kebijakan baru untuk mencegah kemerosotan. ”Kami akan terus memonitor arah ekonomi dan perkembangan sektor keuangan. Kami siap dengan langkah baru untuk mendukung pemulihan,” demikian pernyataan Bank Sentral AS, Selasa (21/9) di Washington.

Tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan langkah baru itu. Namun, pada 2009 Bank Sentral membeli sejumlah surat berharga senilai 1 triliun dollar AS dengan tujuan untuk menggairahkan jasa keuangan, urat nadi ekonomi.

Akan tetapi, pernyataan Fed menimbulkan kekhawatiran pada pasar. Pemasokan dollar AS ke pasar akan menurunkan suku bunga, yang selanjutnya menurunkan kurs dollar AS terhadap euro dan yen.

Daisuke Karakama, ekonom dari Mizuho Corporate Bank, Tokyo, mengatakan, pasar melepas dollar AS karena khawatir dollar akan merosot.

Kekhawatiran itu seiring dengan pengunduran diri Lawrence Summers, penasihat ekonomi Gedung Putih. Sebelumnya, Direktur Anggaran Peter Orszag dan Christina Romer, Ketua Dewan Para Penasihat Ekonomi, juga sudah mundur. Pengunduran diri para penasihat ekonomi itu tidak disertai dengan penjelasan. Disinyalir, Presiden AS Barack Obama akan menggantikan mereka yang mundur itu dengan tokoh korporasi untuk menghindari citra bahwa Gedung Putih itu adalah antikorporasi.

Juga disinyalir bahwa Obama ingin melakukan arah baru untuk menggerakkan perekonomian.

Pasar beraksi lain

Namun, dalam dua tahun terakhir, hampir tidak ada langkah dari Gedung Putih yang bisa meyakinkan warga dan pasar soal pemulihan ekonomi. Walau resesi perekonomian dinyatakan sudah berakhir, tingkat pengangguran di AS terus tinggi, mendekati 10 persen. Defisit perdagangan tidak kunjung surut.

Daya saing produk-produk AS tidak kunjung pulih sehingga Gedung Putih mendesak China mengapresiasi yuan, yang dianggap sebagai penyebab defisit perdagangan AS.

”Ekonomi AS terjebak … salah satu persoalan terbesar adalah penumpukan utang,” kata Francis Lun, Manajer Umum Fulbright Securities Ltd di Hongkong.

”Di tengah kekhawatiran itu, pasar menyerbu komoditas emas, yang diperkirakan bisa menembus angka 1.300 dollar AS per troy ounce (setara 31,10 gram),” ungkap Manoj Ladwa, pialang dari ETX Capital. Emas secara tradisional adalah salah satu aset penyelamat (safe heaven) dari kejatuhan kurs dollar AS, di samping komoditas lainnya.

Meksiko Diambang Kekalahan Perang Melawan Kartel Narkoba Setelah Media Massa Tunduk Pada Kehendak Bos Kartel

Media massa Meksiko makin putus asa menghadapi kondisi tanpa kepastian dan perlindungan hukum di tengah kekejaman kartel-kartel obat bius yang merajalela. Sebuah koran utama terang-terangan meminta petunjuk dari para kartel apa yang harus ditulis dan tidak untuk menjamin keselamatan mereka.

Koran El Diario di kota Ciudad Juarez, Meksiko utara, Minggu (19/9), memuat tajuk rencana di halaman satu berisi permohonan agar para kartel tidak lagi membunuh dan melakukan intimidasi terhadap pekerja pers dari koran tersebut.

”(Kepada) para pemimpin organisasi-organisasi yang sedang berebut kendali atas Ciudad Juarez: kehilangan dua reporter kami dalam waktu kurang dari dua tahun telah menyebabkan kesedihan tak tertahankan bagi kami dan tentu saja bagi keluarga mereka,” demikian isi tajuk itu.

”Kalianlah penguasa de facto kota ini sekarang. Jelaskan apa yang kalian inginkan dari kami, apa yang boleh kami terbitkan dan tidak. Kami tidak ingin ada kematian lagi. Beri tahu kami apa yang kalian inginkan,” lanjut tajuk rencana tersebut, seperti dikutip beberapa kantor berita utama dunia, termasuk Reuters dan Agence France Presse (AFP).

Ini adalah tajuk kedua yang dimuat El Diario di halaman satu setelah dua jurnalis foto koran tersebut ditembak segerombolan orang saat hendak makan siang di luar kantor, Kamis pekan lalu. Satu wartawan baru, Luis Carlos Santiago (21), tewas dan seorang lagi yang masih berstatus wartawan magang, Carlos Sanchez, terluka parah.

Santiago adalah wartawan kedua dari El Diario yang tewas dibunuh setelah pada 2008 seorang wartawan kriminal dari harian tersebut juga dibantai di depan rumahnya saat hendak mengantarkan anak-anaknya ke sekolah.

”Kami tidak mau terus-menerus dijadikan tumbal untuk dikorbankan dalam perang ini karena kami sudah lelah,” tutur Pedro Torres Estrada, Direktur Redaksi El Diario, kepada AP.

Menurut dia, seluruh stafnya merasakan kemarahan sekaligus ketidakberdayaan dan keputusasaan setelah pemakaman Santiago pada hari Sabtu (18/9).

Disayangkan

Committee to Protect Journalists (CPJ), sebuah lembaga pemantau media yang berbasis di New York, Amerika Serikat, menyayangkan ”penyerahan diri” El Diario tersebut. Pada saat sebagian besar media di Meksiko, terutama di wilayah perbatasan dengan AS, telah menyerah dan berhenti memberitakan apa pun soal perang antarkartel obat bius ini, El Diario termasuk yang masih bertahan memuat berita kriminal terkait soal itu.

”Bahkan, di tempat yang tingkat kekerasannya paling parah, El Diario masih membuat banyak reportase kriminal yang bagus. Kenyataan bahwa mereka menyerah (sekarang ini) adalah sesuatu yang sangat buruk. Itu merupakan indikasi bahwa situasi sudah tak terkendali,” ungkap Carlos Lauria, koordinator senior CPJ, seperti dikutip AP.

Data yang dimiliki CPJ menyebutkan, sedikitnya 30 wartawan di Meksiko telah dibunuh atau hilang dalam kurun waktu empat tahun terakhir ini sejak Presiden Meksiko Felipe Calderon mencanangkan perang terhadap kartel-kartel obat bius, 2006. Delapan wartawan di antaranya diketahui tewas terkait dengan laporan-laporan mereka mengani kasus kriminal dan korupsi.

Perang besar

Total korban jiwa sejak perang ini dimulai sudah mencapai sedikitnya 29.000 orang, dengan 6.400 korban di antaranya merupakan korban kekerasan di kota Ciudad Juarez dalam dua tahun terakhir ini.

Dua kartel besar, yakni kartel Juarez pimpinan Vicente Carrillo Fuentes dan kartel Sinaloa pimpinan Joaquin ”Shorty” Guzman, berperang sendiri untuk memperebutkan kontrol perdagangan obat bius di Ciudad Juarez, kota yang menjadi pintu masuk utama aliran obat bius ilegal ke AS.

Dalam dua tajuk rencananya, El Diario menuduh Pemerintah Meksiko tidak melakukan apa-apa untuk melindungi para wartawan dari intimidasi dan serangan kartel-kartel ini. Koran tersebut mengingatkan janji Calderon saat kampanye untuk melindungi wartawan, yang hingga kini belum diwujudkan.

CPJ juga mengakui bahwa pemerintah federal di Meksiko telah gagal dalam mempertanggungjawabkan meluasnya serangan terhadap kebebasan berekspresi. Menurut lembaga ini, tidak sampai 10 persen dari seluruh kasus kekerasan terhadap wartawan ini yang berhasil dibawa ke pengadilan.

”Saat ini ada organisasi-organisasi kriminal yang mencoba memengaruhi langsung, bahkan berusaha mengambil alih kontrol arus informasi, dan ini sudah menjadi krisis nasional. Ini sudah bukan lagi sebatas masalah pers saja, tetapi sudah mengancam hak-hak mendasar warga Meksiko,” papar Lauria dari CPJ.

China dan Jepang Siap Perang Untuk Memperebutkan Ladang Gas

Jepang, Senin (20/9), meminta China menahan diri dalam mengambil langkah agar tidak memperburuk situasi panas yang sedang terjadi di antara kedua negara. China mengingatkan, jika Jepang sengaja terus melakukan kesalahan, pihaknya akan melakukan ”tindakan balasan”.

Hubungan diplomatik China-Jepang jatuh ke titik terendah dalam enam tahun terakhir ini setelah China, Minggu, menyatakan memutuskan kontak diplomatik antar-pejabat tinggi kedua negara. ”China telah menghentikan pertukaran (pejabat) bilateral pada tingkat provinsi dan kementerian dan tingkat di atas itu,” ungkap Kementerian Luar Negeri China yang dimuat kantor berita Xinhua, Minggu, seperti dikutip Agence France Presse (AFP).

Tindakan China tersebut merupakan reaksi terhadap keputusan Jepang pada hari yang sama untuk memperpanjang masa penahanan Zhan Qixiong, kapten kapal nelayan China yang dituduh menabrak dengan sengaja dua kapal patroli Jepang. Insiden itu terjadi di dekat kepulauan (disebut Senkaku oleh Jepang atau Diaoyu/Diaoyutai oleh China) yang sama-sama diklaim sebagai wilayah kedua negara, 7 September.

Meski telah membebaskan 14 kru kapal nelayan tersebut, Jepang tetap menahan Zhan untuk mencari bukti-bukti lebih lanjut guna membawa kasus ini ke pengadilan. Menurut Noriyuki Shikata, juru bicara Perdana Menteri Jepang, kepada Associated Press (AP), Senin, penahanan tersebut dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku di dalam negeri Jepang dan tidak dilandasi motif politik apa pun.

Sebaliknya, China menganggap langkah Jepang itu sebagai tindakan menantang yang merusak hubungan dua negara. ”Insiden yang dimulai oleh Jepang ini telah menimbulkan kerusakan sangat parah hubungan China-Jepang,” ungkap Asisten Menteri Luar Negeri China Wang Guangya kepada Duta Besar Jepang untuk China, yang dipanggil untuk keenam kalinya sejak insiden ini terjadi, Minggu, seperti dilaporkan AFP.

”Jika Jepang dengan sengaja terus berbuat kesalahan, China akan mengambil tindakan balasan yang kuat dan seluruh konsekuensinya akan ditanggung pihak Jepang,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Ma Zhaoxu, dalam pernyataan yang dikutip AP.

Belum diketahui apakah pemutusan kontak tingkat tinggi ini akan berdampak pada hubungan para kepala pemerintahan kedua negara. Perdana Menteri China Wen Jiabao dan Perdana Menteri Jepang Naoto Kan dijadwalkan akan sama-sama menghadiri Sidang Umum PBB di New York, AS, pekan ini.

Sementara Presiden China Hu Jintao dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak para pemimpin negara APEC di Yokohama, Jepang, November. Pemimpin kedua negara juga akan berada di satu forum lagi saat pertemuan puncak G-20 di Seoul, Korea Selatan, pada bulan yang sama.

Perang diplomatik

Selain memutuskan kontak antar-pejabat tinggi, China sebelumnya juga telah menghentikan rencana perundingan soal eksplorasi bersama sumber minyak dan gas di Laut China Timur, menunda pembicaraan soal perdagangan batu bara, dan membatalkan negosiasi penambahan frekuensi penerbangan sipil di antara dua negara.

Terakhir, China secara mendadak membatalkan undangan kepada 1.000 anak muda Jepang ke Shanghai Expo, yang dimulai hari Selasa ini. Menurut Shikata kepada AFP, pemberitahuan pembatalan undangan itu diberikan mendadak kepada kantor Kedutaan Besar Jepang di Beijing, Minggu tengah malam.

Media dan masyarakat China pun tak mau ketinggalan memanaskan suasana. Hari Sabtu, yang bersamaan dengan peringatan 79 tahun dimulainya invasi Jepang atas China pada 18 September 1931, protes anti-Jepang marak di beberapa kota utama di China, mulai dari Beijing, Shanghai, Hongkong, hingga Shenyang, tempat invasi tersebut dulu terjadi.

Jumat pekan lalu, sebuah perusahaan makanan dari Beijing juga membatalkan perjalanan wisata bersama sekitar 10.000 karyawan, keluarga, dan mitra bisnis perusahaan tersebut ke Jepang.

”China harus menyiapkan serangkaian rencana untuk memberikan sanksi lebih jauh kepada Jepang dan berjuang dalam pertempuran diplomatik melawan Jepang,” papar tajuk rencana tabloid hubungan internasional Global Times di China, seperti dikutip Reuters.

Masih terkendali

Meski situasi makin memanas, para pengamat berpendapat krisis ini tidak akan meletus menjadi konflik terbuka yang lebih parah.

”Hubungan China-Jepang sangat luas (cakupannya) dan tidak seorang pun yang ingin hubungan baik yang sudah terjalin memburuk hanya karena insiden ini,” tutur Cheng Xiaohe, pakar hubungan internasional dari Universitas Renmin, Beijing, kepada AFP

China Paling Sukses Memberantas Kemiskinan

Malulah seandainya ada warga Indonesia yang bermimpi mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian walau hanya mengandalkan upaya pas-pasan. Sebaiknya mereka belajar dan meniru China, yang oleh PBB sekalipun sering dipuji karena sukses menurunkan angka kemiskinan.

Pada 14 September lalu, Presiden China Hu Jintao menerima kunjungan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick di Beijing. Kunjungan Zoellick terkait dengan program pengurangan kemiskinan di China.

Dunia kini risau, target pengurangan angka kemiskinan dunia pada 2015 kemungkinan akan gagal jika tidak ada upaya lebih tegas. Karena kerisauan itulah sejumlah negara pekan ini menghadiri Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, salah satunya untuk penegasan Millennium Development Goals (MDGs).

Namun, PBB telah menjadikan China sebagai contoh tersukses soal pengurangan kemiskinan. Dengan demikian, tercapailah untuk sementara sebagian cita-cita mantan Perdana Menteri (PM) China Li Peng. Mantan PM ini pada dekade 1990-an menjadikan pengikisan kemiskinan sebagai program nasional.

Pertumbuhan ekonomi sudah jelas turut membantu pengikisan jumlah warga miskin, terutama dari desa-desa. Mereka mendapatkan pekerjaan baru di daerah urban yang berkembang pesat.

Seperti apa program pemberantasan kemiskinan China? Tidak ada yang terlalu istimewa karena program seperti itu juga terdapat di sejumlah negara. Misalnya, China mencanangkan pemberdayaan wanita, perbaikan sarana pedesaan, pengadaan air bersih, dan pembangunan infrastruktur hingga ke pedesaan.

Serius

Itu semua ditemukan di banyak negara, termasuk Indonesia. Lalu apa bedanya sehingga China meraih sukses?

”Pengurangan kemiskinan berada dalam jangkauan kita, tetapi upaya ini menuntut keterlibatan semua pihak, secara global dan nasional, dalam menjalankan program bantuan menyeluruh lewat kemitraan,” kata Kofi Annan pada UNDP Property Day tahun 2007 soal sukses China.

Bjorn Gustafsson dan Wei Zhong di situs The China Quarterly menyebutkan, China memang serius mengatasi kemiskinan dengan menargetkan langsung kantong-kantong kemiskinan.

Tidak hanya di dalam negeri, di Afrika, Asia Tengah, hingga Afganistan investasi-investasi China juga tidak saja bertujuan mengeruk kekayaan alam. China menjanjikan dan melaksanakan pembangunan jalan dan infrastruktur lain di negara tujuan investasi.

Investasi Amerika Serikat dan Eropa Barat banyak menciptakan kantong-kantong asing seperti kita bisa dengan mudah saksikan di sejumlah lokasi pertambangan di Indonesia. Beda dengan China, investasi mengintegrasikan diri dengan program pembangunan nasional, tanpa peduli baik-buruknya catatan hak asasi manusia di negara tujuan investasi

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen Minta Penghapusan Utang Dari Amerika Serikat

Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Senin (20/9) di Phnom Penh, mengatakan akan mendesak AS menghapuskan utang kotor. Utang yang dimaksud adalah pinjaman dari AS yang pernah diberikan kepada rezim Lon Nol, yang dijungkalkan oleh rezim Khmer Merah pada April 1975.

Pinjaman sebesar 300 juta dollar AS itu berbunga rendah yang diberikan pada dekade 1970-an. AS adalah pendukung utama Lon Nol, yang naik ke tampuk kekuasaan akibat kudeta yang didukung AS.

Secara resmi, bantuan itu dijanjikan akan dialokasikan untuk pengembangan sektor pertanian serta mendorong ekspor komoditas pertanian Kamboja.

Namun, Hun Sen mengatakan, ”Pinjaman itu dialokasikan untuk membeli bom, yang dijatuhkan di atas kepala kami.”

Kamboja saat itu sedang terlibat perang dengan bantuan AS, yang menargetkan gerilyawan Khmer Rouge. ”Saya akan ber   bicara pada pemerintahan AS soal utang itu,” kata PM dalam wawancara dengan radio negara Kamboja.

Hun Sen segera berangkat ke New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, yang bertujuan mempertegas program Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).

Hun Sen juga termasuk di antara sejumlah pemimpin Asia yang akan bertemu khusus dengan Presiden AS Barack Obama pada 24 September. ”Saya akan bicarakan ’utang kotor’. Bagaimana kami harus membayar kembali utang kotor itu,” katanya.

AS dan Kamboja sejak lama bertikai soal posisi utang itu. Dia menambahkan, utang itu dialokasikan untuk membeli persenjataan yang dipakai untuk menyerang warga Kamboja sendiri.

Tidak hanya Kamboja, sejumlah negara lain di Asia dan Afrika juga sering mendapatkan bantuan dari AS untuk tujuan yang tidak dimaui warga di negara penerima bantuan