Jepang perlu mengkaji ulang kebijakan pertahanan pasifisnya dengan mengerahkan lebih banyak pasukan ke wilayah pesisir yang kini sering dilalui Angkatan Laut China. Jepang juga perlu melonggarkan kebijakan tentang transfer senjata nuklir di wilayah negara itu.
Rekomendasi tersebut disampaikan oleh sebuah panel Pemerintah Jepang, seperti diberitakan oleh surat kabar Yomiuri Shimbun dan Asahi Shimbun, Selasa (27/7). Rekomendasi akan diajukan kepada Perdana Menteri Naoto Kan pada awal bulan depan sebelum Jepang merevisi panduan pertahanan pada Desember.
Panel para ahli itu berpendapat bahwa panduan pertahanan era Perang Dingin telah kedaluwarsa. Jepang juga harus bersiap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi di Semenanjung Korea dan Selat Taiwan.
Perang Dunia II
Sejak Perang Dunia II berakhir, Jepang menjadi negara pasifis dan mengandalkan Amerika Serikat untuk pertahanan dan penangkalan nuklir. Sebanyak 47.000 tentara AS kini ditempatkan di Jepang.
Jepang juga memiliki kebijakan untuk tidak membuat, memiliki, dan memperbolehkan senjata nuklir di wilayahnya dan berkampanye untuk pemusnahannya. Jepang adalah satu-satunya negara yang mengalami serangan nuklir, yaitu di Hiroshima dan Nagasaki saat PD II.
Kendati demikian, panel tersebut merekomendasikan agar Jepang mengizinkan transfer senjata nuklir melalui wilayahnya. Berdasarkan penyelidikan baru-baru ini, sebenarnya praktik itu telah dilakukan diam-diam dengan adanya kesepakatan antara Tokyo dan Washington yang memperbolehkan kapal-kapal AS yang membawa senjata nuklir masuk ke pelabuhan Jepang.
Tindakan militer
Panel pemerintah itu juga berpendapat bahwa Jepang harus bisa melakukan tindakan militer guna melindungi AS tanpa melanggar konstitusi. ”Dari sudut pandang memperkuat aliansi Jepang-AS, harus ada kehendak politik untuk memperbolehkan pasukan Jepang menyerang rudal-rudal yang diarahkan kepada AS,” sebut dokumen panel seperti dikutip Yomiuri Shimbun.
Jepang dan AS telah lama menuding ancaman Korea Utara yang pernah menembakkan rudal melintasi kepulauan Jepang menuju Pasifik. Kedua negara juga menyuarakan keprihatinan tentang pembangunan militer China dan armada lautnya.
Awal tahun ini kapal perang Jepang membuntuti armada laut China, termasuk kapal selam, yang berlayar di perairan internasional di selatan Jepang. Tindakan itu dinilai provokatif oleh Tokyo.
Berdasarkan peristiwa itu, panel merekomendasikan agar pasukan Jepang tidak ditempatkan di wilayah negara, tetapi lebih banyak dialihkan ke perairan selatan dekat rute Angkatan Laut China.
Tanda-tanda bahwa Jepang membangun profil militer yang lebih tinggi dipastikan akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi tetangganya di Asia.