Category Archives: Rusia

Peta Senjata Nuklir Rusia dan Amerika Yang Siap Untuk Perang Nuklir

Beberapa kali pejabat Rusia termasuk Presiden Vladimir Putin memperingatkan bahwa mereka bisa saja menembakkan senjata nuklir jika eksistensinya terancam. Namun negara-negara NATO pun punya arsenal nuklir yang tak sedikit. Dari 9 negara yang disebut punya kekuatan nuklir, Rusia memang punya amunisi terbesar, jumlahnya 6.225, menurut Stockholm International Peace Research Institute. Amerika Serikat posisi kedua dengan 5.550 hulu ledak nuklir.

Akan tetapi, AS unggul dalam hal senjata nuklir yang siap dioperasikan di mana ada 1.800 sudah diposisikan di rudal. Sedangkan Rusia punya 1.625 yang siap dioperasikan. Siap dioperasikan artinya sewaktu-waktu dapat ditembakkan ke sasaran begitu ada perintah.

Seperti dikutip dari Express, senjata nuklir Rusia ditempatkan di beberapa wilayah negara itu dan juga di kuar negeri. Salah satunya dilaporkan berada di Kazakhstan. Akan tetapi, kekuatan NATO tak bisa dipandang remeh. Selain Amerika Serikat, negara NATO lain yang bersenjata nuklir adalah Perancis dengan sekitar 290 hulu ledak dan Inggris di kisaran 225 hulu ledak nuklir.

Senjata nuklir AS sendiri kabarnya ada yang ditempatkan di Eropa. “Sekitar separuh dari 200 senjata nuklir jarak pendek Amerika diyakini berada di 5 negara NATO di seluurh Eropa,” kata A Pomper dan Vasilli Tuganov, pengamat dari James Martin Center for Nonproliferation Studies.

AS tidak membantah ataupun membenarkan laporan itu. Diyakini bahwa pesawat pengebom nuklir B61-3 dan -4 ditemoatkan di Volkel Airbase di belanda, Kleine Brogel Air Base di Belgia, Buchel Airbase di Jerman serta di Italia dan Turki.

Kapabilitas hulu ledak nukir bervariasi, bergantung pada konstruksi dan desainnya. Tapi untuk standar sekarang, bom atom yang dulu dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki tidak ada apa-apanya.

Bom nuklir modern jauh lebih kuat. Bom atom Hiroshima dan Nagasaki kira-kira setara dengan 15 kiloton TNT dan 20 kiloton TNT. Bom nuklir modern, 5 kali lebih kuat. “Banyak dari senjata nuklir modern di Rusia dan Amerika Serikat adalah termonuklir dengan daya ledak setara dengan 100 kiloton TNT,” kata International Campaign to Abolish Nuclear Weapon. Artinya, perang nuklir akan sama-sama menghancurkan sehingga diprediksi baik Rusia maupun NATO akan menahan diri untuk tidak memanfaatkannya.

Pejabat Rusia mulai kerap menyinggung penggunaan senjata nuklir, termasuk ancaman ditembakkan ke Inggris yang getol mendukung Ukraina. Mengenai hal ini, seorang pakar di negara kerajaan itu memberi peringatan pada Rusia. Seperti diberitakan, Rusia mengancam mengerahkan drone nuklir Poseidon yang diklaim akan membuat Inggris tenggelam di lautan radioaktif. Terbaru, Aleksey Zhuravlyov dari komite pertahanan Rusia menyebut pihaknya bisa saja melancarkan rudal hipersonik Sarmat ke Amerika Serikat ataupun Inggris. “Kami bisa menembak dengan Sarmat dari Siberia dan bahkan bisa menjangkau Inggris. Jika kami meluncurkannya dari Kaliningrad, kecepatan hipersoniknya adalah 200 detik (sampai ke Inggris),” ancamnya.

Nile Gardiner, mantan ajudan PM Margaret Thatcher, menyatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin sebenarnya tahu penggunaan senjata nuklir akan menjadi bencana besar. “Kenyataannya adalah penggunaan senjata nuklir oleh Rusia adalah tamatnya Rusia sendiri dan mereka tahu itu,” kata dia seperti dikutip dari Express, Rabu (18/5/2022). “Hal ini sudah diketahui sejak Perang Dunia II dan setiap pemimpin Rusia sejak saat itu memahami bahwa jika Rusia membuat langkah pertama dengan tembakan nuklir, maka berakhirlah Rusia,” cetusnya.

Inggris sendiri memang adalah salah satu negara dengan kekuatan nuklir, walau tidak sebanyak Rusia. Neil mengklaim Inggris bisa sendirian menghadapi Rusia tanpa perlu bantuan negara lain seperti Amerika Serikat. “Faktanya, hanya dengan pertahanan Inggris sendirian, jika Rusia menembak Inggris (dengan senjata nuklir), maka artinya adalah akhir dari Rusia,” tambah dia.

Dari sisi kuantitas, Rusia punya hulu ledak nuklir terbanyak, jumlahnya 6.225, menurut Stockholm International Peace Research Institute. Amerika Serikat selanjutnya dengan 5.550 hulu ledak nuklir. Adapun Inggris sekitar 225 hulu ledak nuklir. Salah satu andalan Inggris adalah kapal selam tempurnya yang membawa hulu ledak nuklir, seperti HMS Vanguard. Kapal selam ini membawa misil Trident yang berkemampuan nuklir. Kapal selam semacam itu kabarnya sukar terdeteksi lokasinya sehingga misalnya Rusia menyerang, bisa jadi Inggris membalas dengan menembakkan rudal dari kapal selam tersebut.

Sejak tahun 1969, militer Inggris punya kebijakan untuk sedikitnya ada satu kapal selam dengan rudal balistik yang berpatroli sepanjang waktu. Hal itu dilakukan untuk jaga-jaga jika terjadi konflik yang melibatkan nuklir.

Tentu dengan nuklir lebih banyak, Rusia akan menimbulkan kerusakan hebat di Inggris jika terjadi perang nuklir. Akan tetapi balasan Inggris juga tetap akan menghancurkan. Dengan demikian, negara-negara nuklir diprediksi akan tetap menahan diri agar jangan sampai senjata itu dikerahkan.

Kepala badan antariksa Rusia Roscosmos Dmitry Rogozin, kembali membuat pernyataan kontroversial. Dia menyebut negara-negara yang bergabung dalam NATO dapat dihancurkan oleh Rusia dalam waktu 30 menit saja jika terjadi perang nuklir. “Dalam perang nuklir, negara-negara NATO akan dihancurkan oleh kami dalam waktu setengah jam,” tulis Rogozin dalam postingan Telegram.

“Tapi kita tidak boleh membiarkannya, karena konsekuensi dari pertukaran serangan nuklir akan mempengaruhi keadaan Bumi kita,” ujarnya. Seperti dikutip dari IFL Science, Rogozin menyebutkan bahwa Rusia harus mengalahkan musuh yang lebih kuat secara ekonomi dan militer ini dengan cara militer konvensional.

“Kemenangan seperti itu dimungkinkan dengan solidaritas penuh seluruh negara dengan tentara, dengan mobilisasi ekonomi negara, dengan pemindahan kompleks industri militer dan sektor industri terkait Rusia ke pijakan militer. Dan ini harus dilakukan dengan segera dan cepat,” ujarnya.

Rogozin memang benar dengan klaimnya bahwa efek perang nuklir akan menghancurkan Bumi. Sebuah studi yang diterbitkan di Environment Magazine pada tahun 2017 menemukan bahwa bahkan perang nuklir skala “kecil” dapat memicu “musim gugur nuklir”.

Para peneliti mencatat bahwa penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa satu ledakan nuklir cukup untuk menghancurkan sebuah daerah dengan mengirimkan 5,5 juta ton abu dan jelaga ke stratosfer, menghalangi sinar Matahari, menurunkan suhu dan curah hujan (hingga 80%) di beberapa wilayah di dunia), dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi tanaman selama bertahun-tahun.

Rogozin memang terkenal dengan pernyataannya yang menghasut dan provokatif, terutama sejak invasi Ukraina oleh pasukan Rusia. Selama akhir pekan kemarin misalnya, dia mengancam Elon Musk. “Dari kesaksian komandan Brigade Marinir ke-36 Angkatan Bersenjata Ukraina yang ditangkap, Kolonel Dmitry Kormyankov, ternyata terminal internet perusahaan satelit Starlink milik Elon Musk dikirim ke militan Batalyon Azov Nazi dan Ukraina. Marinir ke Mariupol dengan helikopter militer,” tulis Rogozin di akun Telegramnya.

“Elon Musk, dengan demikian, terlibat dalam memasok pasukan fasis di Ukraina dengan komunikasi militer. Dan untuk ini, Elon, Anda akan dimintai pertanggungjawaban, tidak peduli meskipun Anda berpura-pura bodoh,” ujarnya. Elon Musk lantas menanggapi ancaman itu, bercanda dengan menulis tweet, “jika saya mati dalam keadaan misterius, senang bisa mengenal kalian semua”. Tweet ini sampai membuatnya diomeli oleh ibunya, Maye Musk, yang menganggap candaan itu sama sekali tidak lucu.

Uni Eropa Marah Rusia Gunakan Pasokan Gas Alam Sebagai Senjata Perang

Pemimpin Polandia dan Bulgaria menuduh Rusia menggunakan gas alam sebagai senjata perang untuk melakukan pemerasan terhadap negara mereka setelah Uni Eropa gunakan ekonomi sebagai senjata perang melawan Rusia. Tuduhan itu disampaikan setelah perusahaan energi yang dikuasai pemerintah Rusia menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria pada Rabu (27/4) waktu setempat.
Pemimpin Uni Eropa juga menggemakan tuduhan senada dan menggelar rapat darurat membahas langkah Rusia tersebut. Demikian seperti dilansir Associated Press, Kamis (28/4/2022).

Penghentian pasokan gas untuk dua negara anggota Uni Eropa itu dilakukan setelah Presiden Vladimir Putin mengatakan bahwa negara-negara ‘tak bersahabat’ perlu mulai membayar gas dengan Rubel, mata uang Rusia. Polandia dan Bulgaria menolak seruan itu. Raksasa energi Rusia, Gazprom, dalam pernyataannya menyebut pihaknya belum menerima pembayaran apapun dari Polandia dan Bulgaria sejak 1 April dan menangguhkan pasokan gas mulai Rabu (27/4) waktu setempat.

Disebutkan juga oleh Gazprom bahwa jika kedua negara itu menyedot pasokan gas Rusia yang ditujukan untuk pelanggan Eropa lainnya, maka pengiriman gas untuk Eropa akan dikurangi jumlah yang sama.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengkritik pengumuman Gazprom itu. “Merupakan upaya lain oleh Rusia untuk menggunakan gas sebagai alat pemerasan,” sebut Von der Leyen dalam komentarnya. Eropa diketahui membayar US$ 400 juta setiap hari untuk pasokan gas Rusia. Uang sebesar itu tentu akan hilang jika Rusia menghentikan pasokan gas sepenuhnya.

Dalam tanggapannya, Rusia menolak tuduhan pemerasan tersebut. Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, menegaskan bahwa tuntutan Rusia agar pembayaran gas menggunakan Rubel itu dipicu oleh tindakan Barat yang menjadikan ekonomi sebagai senjata perang dengan melakukan pemerasan melalui membekukan aset mata uang Rusia.

Dia bahkan menyebut aset itu ‘dicuri’ oleh Barat dalam ‘tindakan tak bersahabat yang belum pernah terjadi sebelumnya’. “Ini bukan pemerasan,” tegas Peskov dalam pernyataan kepada wartawan seperti dilansir CNN.

“Persyaratan yang diperlukan tercatat dalam dekrit Presiden (Putin), maksudnya metode pembayaran baru, yang dipicu langkah-langkah tidak bersahabat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sektor ekonomi dan finansial yang dilakukan terhadap kami oleh negara-negara tak bersahabat,” imbuhnya.

Ditambahkan Peskov bahwa semua persyaratan baru telah ‘diberitahukan kepada pembeli terlebih dulu’.

Rakyat Sipil Ukraina Hancurkan 2 Tank Rusia

Sebuah serangan drone Ukraina terekam kamera diklaim berhasil menghancurkan dua sasaran tank Rusia. Hal ini disebut kembali membuktikan efektivitas drone dalam membantu Ukraina melawan invasi Rusia.
Seperti dikutip dari Daily Mail, drone Ukraina itu kabarnya dioperasikan oleh tim 503rd Naval Infantry Battallion Ukraina. Dalam video yang kemungkinan berasal dari kamera di drone tersebut, terlihat dua tank Rusia dimata-matai. Diyakini bahwa sasaran itu jenisnya adalah Kurganets-25, salah satu generasi baru kendaraan tempur infantri Rusia.

Beberapa saat kemudian, bom pun dijatuhkan dari ketinggian. Tak lama kemudian, terlihat tank tersebut hancur diterpa bom dan kobaran api pun muncul. Kejadian yang sama terulang saat tank kedua menjadi sasaran drone Ukraina. Belum jelas di mana serangan drone ini terjadi, tapi diduga di sekitar area Donbask, di mana peperangan antara tentara Rusia dan Ukraina berlangsung dahsyat.

Mengenai drone yang digunakan juga belum ada informasi, kemungkinan Bayraktar TB-2. Amerika Serikat memang telah memberi bantuan drone seperti Switchblade, tapi drone itu mengancurkan sasaran dengan menabrakkan diri, bukan menjatuhkan bom. Serangan drone Ukraina yang kurang diantisipasi pihak Rusia dikabarkan membuat banyak kerugian terjadi. Bahkan diklaim, sudah ada sekitar seribu unit tank Rusia yang jadi korban dalam peperangan di Ukraina, salah satunya karena diincar dengan drone.

Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace, mengklaim bahwa sekitar 15 ribu tentara Rusia terbunuh. Kemudian menurutnya, lebih dari 2.000 kendaraan tempur Rusia dihancurkan atau direbut oleh militer Ukraina. “Termasuk setidaknya 530 tank, 530 kendaraan tempur untuk personel dan 560 kendaraan tempur infantri. Rusia juga kehilangan lebih dari 60 helikopter dan jet tempur,” kata dia.

Di sisi lain, setidaknya ada dua kemungkinan kenapa Rusia terkesan tidak bisa menangkal serangan drone Ukraina dan drone buatan mereka juga bisa dibilang tidak banyak dikerahkan. Menurut periset milter Roger McDermott, Rusia sudah cukup lama terkena embargo teknologi termasuk dalam drone. Walaupun punya kemampuan tinggi, Rusia dipandang tetap butuh teknologi dari negara lain, termasuk di bidang militer.

Alasan kedua mungkin ada miskalkulasi atau kesalahan strategi dari jenderal Rusia sehingga mereka lebih mengutamakan serangan dari darat. Rusia tidak memanfaatkan teknologi tinggi seperti drone mereka saat awal-awal menyerang Ukraina. “Tampaknya rencana operasi Rusia tidak berpusat pada kapabilitas militer teknologi tinggi dan penggunaan drone hanya sporadis dan terbatas,” papar dia.

Rusia sebenarnya punya teknologi penangkal drone, misalnya electronic warfare systems (EWS) untuk memancarkan energi frekuensi radio yang bisa membingungkan pergerakan drone. Kemudian menyebar sinyal GPS palsu untuk membuat pilot drone disorientasi. Namun demikian dilaporkan bahwa teknologi penangkal drone Rusia kurang efektif kala dijajal di Suriah dan Armenia, khususnya dalam menghadapi Bayraktar TB2.

Amerika Ancam Indonesia Untuk Segera Kucilkan Rusia di G20

Indonesia belum mengambil keputusan menanggapi konflik Rusia vs Ukraina sebagai presiden negara kelompok G20 tahun ini, terutama soal nasib kehadiran negeri beruang merah dalam forum tersebut.
Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika sekaligus tim jubir pemerintah untuk G20, Dedy Permadi, mengatakan Indonesia perlu hati-hati menyikapi konflik Rusia vs Ukraina sebagai ketua kelompok itu.

“Isu Rusia dan Ukraina tentu saat ini sedang kami dalami dan kemudian akan kami sampaikan di dalam forum lain ketika waktunya sudah sampai,” ujar Dedy dalam konferensi virtual, Kamis (7/4). “Kita sebagai presidensi agar merespons seperti apa dan tentu akan kami sampaikan kepada masyarakat jika nanti sudah tiba waktunya,” lanjut dia.

Hal itu diutarakan Dedy menjawab pernyataan wartawan soal tanggapan Indonesia setelah Amerika Serikat mengancam akan memboikot gelaran G20 jika Jakarta tetap mengundang Rusia berpartisipasi dalam forum itu. Baru-baru ini, Amerika mewanti-wanti Indonesia pihaknya tak akan menghadiri pertemuan G20 jika delegasi Rusia tetap hadir.

Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, telah menegaskan posisinya kepada para Menteri Keuangan di G20, terutama Indonesia selaku ketua G20 di periode ini. “Presiden Joe Biden telah menjelaskan dan saya tentu setuju dengannya bahwa kami tidak bisa bersikap biasa saja terhadap Rusia di lembaga keuangan mana pun,” kata Yellen seperti dikutip Reuters.

“Dia (Biden) meminta Rusia dikeluarkan dari G20, dan saya telah menjelaskan ke rekan saya di Indonesia bahwa kami tak akan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan (G20) jika Rusia hadir di sana,” ujarnya menambahkan. Menanggapi pernyataan Menkeu AS, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan tak semua pertanyaan perlu ditanggapi.

“Sebaiknya kita tak berspekulasi sementara perkembangan ke depan masih sangat dinamis,” kata Faizsyah saat dihubungi. Wacana kehadiran Presiden Rusia, Vladimir Putin, sudah mencuat sejak akhir Maret lalu usai Kedutaan Rusia di Indonesia menyatakan kemungkinan di hadir dalam forum internasional yang berlangsung di Bali itu.

Tak lama kemudian, Indonesia menyatakan mengundang seluruh anggota G20 termasuk Rusia. Keputusan itu menuai banyak reaksi dari publik, terutama Barat. Mereka jengkel bahkan mendesak untuk mendepak Rusia dari G20.

Sukses Di Ukraina kini Amerika Provokasi China Agar Serang Taiwan

China mengancam Amerika Serikat karena membantu Taiwan dengan menyetujui penjualan sistem pertahanan untuk menyokong anti-rudal patriot senilai US$95 juta atau Rp1,3 triliun. “[Penjualan senjata AS ke Taiwan] sangat melanggar prinsip satu China dan pernyataan bersama AS-China,” kata Juru Bicara Kementerian dalam Negeri China, Tan Kafei, pada Kamis (7/4) seperti dikutip Sputnik News.

“China akan memastikan dan mengambil sikap tegas demi keamanan dan kedaulatan wilayah,” ia melanjutkan. Kafei juga menegaskan tindakan Washington merupakan intervensi yang menonjol di wilayah yang dianggap menjadi bagian China. Ia menggarisbawahi bahwa Beijing telah membuat pernyataan yang keras terhadap Amerika Serikat.

Tindakan AS tak hanya menampar hubungan Washington dan Beijing, tapi juga merusak perdamaian di Taiwan, demikian pernyataan Menlu China, Zhao Lijian. Sikap AS diduga semakin memperkeruh suasana karena Juru Bicara Gedung Putih, Nancy Pelosi, disebut berencana mengunjungi Taiwan. Zhao menyatakan, Beijing dengan tegas menentang segala bentuk interaksi resmi antara AS dan Taiwan. Namun sejauh ini belum ada konfirmasi terkait kunjungan itu baik dari Pelosi maupun pemerintah Taiwan.

Awal pekan ini, Washington menyetujui penjualan sistem pertahanan untuk mendukung rudal patriot senilai US$95 juta atau Rp1,3 triliun ke Taipei. “Kantor Perwakilan Ekonomi dan Budaya Taiwan di Amerika Serikat (TECRO) telah meminta untuk membeli Bantuan Teknis Kontraktor yang terdiri dari pelatihan, perencanaan, penempatan, penyebaran, pengoperasian, pemeliharaan, dan pemeliharaan Sistem Pertahanan Udara Patriot,peralatan terkait, dan elemen pendukung logistik,” demikian menurut Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan AS (DSCA)

Selain itu, persenjataan lain seperti peralatan pendukung rudal patriot, suku cadang, dan bahan habis pakai yang diperlukan untuk mendukung kegiatan Bantuan Teknis. Usulan penjualan itu akan membantu mempertahankan rudal dan kepastian operasi udara Taiwan. Kementerian Luar Negeri Taiwan menyambut kesepakatan penjualan senjata itu. Mereka menilai, peralatan tersebut akan membantu negara ini melindungi diri dari serangan China yang terus memprovokasi.

Selama ini, China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Mereka bersikeras akan merebut pulau ini suatu hari nanti, bahkan jika perlu dengan paksa. Namun Taiwan beruang kali menyatakan diri sebagai negara merdeka.

China menuduh Amerika Serikat, Inggris, dan Australia berencana membentuk aliansi pertahanan di kawasan Asia-Pasifik seperti NATO di Eropa. Pernyataan itu diutarakan Beijing merespons rencana ketiga negara itu untuk membuat rudal hipersonik dan persenjataan lain sebagai bagian dari kerja sama kesepakatan pertahanan AUKUS. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan kerja sama seperti itu “dapat merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik”.

“AS, Inggris, dan Australia akan bekerja sama mengembangkan senjata hipersonik dan berbagai teknologi militer modern lainnya,” papar Zhao pada Rabu (6/4). “Tujuan utama mereka adalah untuk membentuk NATO versi Asia-Pasifik dan melayani hegemoni AS secara jelas. Negara-negara Asia Pasifik tentu saja menentang keras hal ini,” paparnya menambahkan.

September lalu, Australia sepakat akan membuat kapal selam bertenaga nuklir berdasarkan kesepakatan AUKUS. Sejumlah pihak menilai, langkah itu disebut untuk mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik.

Sejak itu, ketiga negara tersebut mulai meningkatkan kerja sama dan kolaborasi di berbagai pengembangan teknologi militer canggih termasuk siber, kecerdasan buatan (AI), teknologi kuantum, dan robotika bawah laut. AS, Inggris, Australia, juga akan mengembangkan rudal hipersonik dan kontra-hipersonik, serta kemampuan peperangan elektronik hingga berbagi informasi.

Pengembangan senjata hipersonik ini berlangsung ketika China dan juga Rusia, dua pesaing AS, terus membuat kemajuan besar dalam mengembangkan senjata serupa dan telah mencapai target yang lebih jauh dengan kecepatan tinggi. Sebagian besar analis mengatakan Amerika Serikat saat ini tertinggal di belakang Beijing dan Moskow dalam hal teknologi, meskipun Pentagon dilaporkan melakukan tes sendiri yang sukses bulan lalu.

Zhao mengkritik kemitraan AUKUS sebagai “sebuah kelompok Anglo-Saxon” yang mengikuti “mentalitas Perang Dingin dan politik blok”.Australia juga mencoba mengembangkan rudal canggihnya sendiri, termasuk hipersonik. “Kami mendesak AS, Inggris, dan Australia untuk menghadapi aspirasi negara-negara Asia-Pasifik untuk mencari perdamaian dan pembangunan, mempromosikan kerja sama, dan mencapai hasil yang saling menguntungkan,” kata Zhao seperti dikutip ABC News.

“Kami mendesak mereka untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan permainan zero-sum, dengan setia memenuhi kewajiban internasional mereka, dan melakukan lebih banyak hal yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional,” paparnya menambahkan.

Google Dukung Pemerintah Amerika Untuk Sensor Berita Dari Rusia

Rusia telah memblokir Google News dengan tudingan menyebarkan informasi tidak sah tentang invasi Rusia ke Ukraina. Pemblokiran ini datang hanya beberapa jam setelah Google mengumumkan tidak akan mengizinkan pengguna di seluruh dunia untuk memonetisasi konten yang mengeksploitasi, menolak atau membiarkan perang.

Kebijakan baru Google ini mempengaruhi situs web, aplikasi dan channel apapun yang memperoleh pendapatan dari iklan yang dikelola oleh mesin pencarian. Sudah lama ada kebijakan yang melarang iklan muncul di sebelah konten apa pun yang “menghasut kekerasan” dan mengatakan kebijakan baru itu mengklarifikasi dan memperluas aturan itu.

“Kami dapat mengonfirmasi bahwa kami mengambil langkah-langkah tambahan untuk mengklarifikasi, dan dalam beberapa kasus memperluas, pedoman monetisasi kami yang berkaitan dengan perang di Ukraina,” kata juru bicara Google sebagaimana dikutip dari The Guardian.

Google telah mengambil tindakan terhadap media yang didanai pemerintah Rusia pada akhir Februari dan menghentikan semua iklan untuk pengguna Rusia pada awal bulan ini. Larangan terbaru dapat memotong pendanaan ke media barat yang mendukung Rusia, bahkan jika mereka tidak memiliki ikatan keuangan yang jelas dengan negara itu sendiri.

Beberapa jam setelah kebijakan baru Google ini, Regulator Telekomunikasi dan Internet Rusia Roskomnadzor mengumumkan memblokir Google News secara keseluruhan bagi pengguna internet. “Berdasarkan permintaan dari kantor kejaksaan Rusia, Roskomnadzor telah membatasi akses ke layanan internet news.google di negara itu,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.

“Sumber berita internet AS yang disebutkan memberikan akses ke berbagai publikasi dan materi yang berisi informasi publik yang tidak dapat diandalkan dan signifikan tentang jalannya operasi militer khusus di Ukraina.” lanjutnya.

Roskomnadzor terus mengambil tindakan terhadap raksasa internet AS saat perang di Ukraina telah berkembang. Seminggu setelah Rusia pertama kali menginvasi, mereka memblokir Facebook dan Twitter sebagai pembalasan nyata atas dua perusahaan yang menghapus media pemerintah Rusia termasuk RT dan Sputnik dari platform mereka.

Penjelasan resmi mencantumkan 26 kasus diskriminasi terhadap media Rusia oleh Facebook sejak Oktober 2020. Awalnya, larangan tersebut hanya terfokus pada Facebook itu sendiri, yang memiliki penetrasi rendah di Rusia, sehingga aplikasi populer Instagram dan WhatsApp tidak terkena larangan.

Akan tetapi pada 11 Maret, mereka masuk dalam daftar yang diblokir Rusia menyusul perubahan kebijakan dari Facebook untuk memungkinkan pengguna Ukraina membuat ancaman kekerasan terhadap tentara Rusia. “Ini adalah tindakan sementara yang dirancang untuk menjaga suara dan ekspresi orang-orang yang menghadapi invasi,” kata Facebook saat itu.

Meski Sulit … Bali Jadi Pilihan Warga Rusia Untuk Tinggal Karena Lebih Bersahabat Dari Eropa

Natalie Kambaratova (23), perempuan asal Rusia menjalani kehidupan yang berbeda di Bali sejak negaranya menginvasi Ukraina. Natalie yang sudah tiga bulan berada di Bali mengaku mengalami kesulitan secara ekonomi sejak Rusia menduduki Ukraina. Natalie berasal Kota Nizhny Novgorod, salah satu kota terbesar di Negara Rusia. Saat tiba di Bali, semua kebutuhan hidup dirasa sangat murah. Natalie bisa membeli apa yang dia inginkan.

Tetapi, kondisi itu tidak lama ia rasakan. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, kurs uang Rubel Rusia rendah sementara dolar Amerika Serikat naik. Imbasnya, semua keperluannya menjadi mahal. “Awalnya, di sini semuanya lebih murah, tapi sekarang jadi sedikit lebih mahal bagi saya. Karena USD naik tinggi dan kurs kami jadi lebih rendah. Tapi Bali masih lebih baik karena orang-orangnya baik,” kata Natalie saat ditemui di Pantai Berawa, Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (18/3).

Putin Telepon Erdogan, Beberkan 4 Tuntutan Rusia ke Ukraina
Beruntung Natalie masih punya aset digital berupa kripto. Aset itulah yang saat ini jadi andalan Natalie bertahan di tengah tekanan ekonomi.Tekanan ekonomi itu ditambah dengan kesulitan lain imbas deklarasi perang Putin. Natalie dan warga Rusia lainnya di Bali kini tidak bisa menarik uang dari mesin ATM karena transaksinya diblokir.

“Semua orang Rusia tidak bisa menggunakan ATM-nya. Waktu itu, kita diberi tahu oleh bank bahwa kita tidak akan bisa menggunakan kartu kami untuk semua transaksi dan hanya diberi waktu lima jam untuk menarik uang di ATM,” ujarnya. “Kami sangat terkejut dan harus berusaha untuk mendapat uang kami dan kami sekarang menggunakan kripto. Rencana saya ke depannya, saya sudah bekerja di bidang online untuk mendapatkan uang dari klien saya. Dan saya juga punya kripto dan saat ini saya mempunyai kartu lokal (ATM Indonesia),” sambungnya.

Untuk survive di Bali dia kini lebih lebih berhemat keperluan sehari-hari. Ia tak lagi pergi ke kafe atau tempat lain untuk refreshing, kegiatan yang sebelumnya sering dia lakukan bersama teman-temannya.

Natalie dan kawan-kawannya juga mulai berbagi kamar di hotel atau menyewa satu kamar dan ditempati bersama. “Saya harus lebih irit sekarang, share kamar hotel dengan teman, pergi ke cafe hanya sekali,” ungkapnya. Natalie mengaku masih bisa berhubungan dengan keluarganya di Rusia, kendati Facebook, Instragram, TikTok warga Rusia sudah diblokir. Untuk menghubungi keluarga Natalie mengandalkan WhatsApp dan Telegram.

Ia juga mengaku belajar beradaptasi saat ini karena tidak mempunyai sosial media karena sudah diblokir oleh negaranya. Selain itu, untuk saat ini ia memilih tinggal di daerah Canggu, Bali. Natalie belum berpikir untuk kembali ke Rusia. Selain harga tiket mahal, kondisi politik di Rusia menurutnya masih belum baik.

“Saya bisa kembali ke Rusia kapan saja. Tapi kondisi Rusia dengan isu politik sedang tidak bagus. Sekarang tidak punya sosmed, saya harus berusaha beradaptasi,” ujarnya. “Kakak saya seorang freelance dan dia memberi tahu bahwa akses internet semakin terbatas tiap hari dan semua produk harganya dua kali lipat. Saya bisa saja pergi, saya sudah punya tiket, tapi saya tidak bisa pergi karena isu politik dan lebih aman tinggal di Bali,” ujarnya.

Jepang dan Australia Ikut Lakukan Blokade Ekonomi Pada Rusia

Australia dan Jepang pada hari Jumat (18/03) meningkatkan tekanan pada Rusia dengan menjatuhkan sanksi pada individu, bank, dan organisasi pemerintah Rusia. Canberra memberlakukan sanksi pada Kementerian Keuangan Moskow dan tambahan 11 bank dan organisasi pemerintah, termasuk bank sentral, yang mencakup sebagian besar aset perbankan Rusia bersama dengan semua entitas yang menangani utang negaranya.

“Dengan dimasukkannya Bank Sentral Rusia baru-baru ini, Australia kini telah menargetkan semua entitas pemerintah Rusia yang bertanggung jawab untuk menerbitkan dan mengelola utang negara Rusia,” kata Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne dalam sebuah pernyataan dikutip dari kantor berita Reuters.

Sementara itu, Jepang mengatakan akan menjatuhkan sanksi terhadap 15 individu dan sembilan organisasi, termasuk pejabat pertahanan dan eksportir senjata dalam negeri Rusia, Rosoboronexport.

Sanksi tersebut, yang mencakup pembekuan aset, adalah yang terbaru dalam serangkaian tindakan yang dilakukan Tokyo sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tanggal 24 Februari lalu. Hinggi kini, Jepang telah memberlakukan sanksi terhadap 76 individu, tujuh bank, dan 12 organisasi Rusia, demikian menurut Kementerian Keuangan Jepang.

Jepang terus bekerja sama dalam proyek migas Rusia?
Jepang sendiri masih memiliki 30% saham dalam proyek minyak dan gas di Pulau Sakhalin, Rusia, setelah perusahaan migas Shell dan Exxon Mobil keluar dari proyek tersebut.

Sebelumnya, Perdana Menteri Fumio Kishida pada hari Rabu (16/03) tidak memberikan indikasi yang jelas terkait nasib investasi Jepang akan proyek tersebut. Ia menekankan bahwa proyek tersebut penting untuk keamanan energi Jepang, tetapi Tokyo juga memastikan komitmennya untuk tetap sejalan dengan kelompok negara G7 dalam memberikan sanksi melawan Rusia. Dilansir kantor berita Reuters, Duta Besar Rusia untuk Jepang pada hari Kamis (17/03) mengatakan bahwa logis untuk mempertahankan hubungan “saling menguntungkan” dalam proyek energi Sakhalin.

Zelnskyy: Rusia terkejut dengan tekad kami
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan Rusia terkejut dengan perlawanan yang dihadapi mereka sejak memulai invasi pada tanggal 24 Februari lalu. “Ini adalah pertahanan kami,” katanya dalam pidato video malamnya. “Ketika musuh tidak tahu apa yang diharapkan dari kita. Karena mereka tidak tahu apa yang menunggu mereka setelah 24 Februari. Mereka tidak tahu apa yang kita miliki untuk pertahanan atau bagaimana kita bersiap untuk menghadapi serangan itu.”

Zelenskyy menambahkan bahwa Rusia berharap mendapati Ukraina seperti yang terjadi pada tahun 2014 silam, ketika Rusia merebut Krimea tanpa perlawanan dan mendukung separatis di wilayah Donbas timur. Namun, Ukraina sekarang adalah negara yang berbeda, dengan pertahanan yang jauh lebih kuat, kata Zelenskyy.

Ukraina butuh bantuan medis
Dilansir Associated Press, Direktur Jenderal Badan Kesahatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengecam invasi yang dilakukan Rusia dan menyebut perang menyebabkan gangguan layanan kesehatan dan medis. “Obat penyelamat kehidupan yang kita butuhkan sekarang adalah perdamaian,” ujar Ghebreyesus.

Dalam pernyataannya kepada Dewan Keamanan PBB secara virtual, Ghebreyesus mengatakan bahwa WHO telah memverifikasi 43 serangan kepada rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Ukraina di mana sedikitnya 12 orang tewas dan lebih dari 30 orag terluka. Sejauh ini, WHO telah mengirim sekitar 110 ton persediaan medis yang cukup ke Ukraina untuk diberikan kepada 4.500 pasien trauma dan 450.000 pasien yang dirawat selama sebulan. Gheberyesus mengatakan pihaknya akan mengirim 119 ton persediaan tambahan.

5 Pasukan Khusus Paling Digdaya Di Dunia

Masing-masing negara, membentuk pasukan khusus untuk melakukan tugas yang berbeda-beda, termasuk sebagai kontra-terorisme dan penyelamatan sandera untuk mengintai dan melakukan penyerangan. Lalu, siapa yang menjadi pasukan khusus paling berbahaya di dunia? Untuk menilainya, hal ini bisa dilihat dari persyaratan untuk masuk ke dalam angkatan yang bersangkutan, operasi yang telah mereka lakukan serta reputasi mereka, dan hal tersebut akan dibahas berikut ini. Nama-nama yang ada di dalam daftar ini mungkin akan membuat Anda terkejut. Beberapa nama-nama berikut ini, mungkin belum pernah Anda dengar atau Anda kenali sebelumnya. Tetapi, bukan berarti pasukan yang tercantum di bawah ini tidak layak untuk masuk dalam daftar.

5. JTF2 – Kanada.
Pasukan ini didirikan pada tahun 1993 dan mulai memperluas anggotanya pada 11 September 2001. Terdiri dari personel militer dari Angkatan Bersenjata Kanada, Joint Task Force2 ditugaskan untuk melakukan berbagai operasi. Mereka bertugas untuk mengawal orang-orang penting dan menjaga keamanan untuk acara-acara seperti Olimpiade Musim Dingin. Secara terselubung, mereka banyak beroperasi di banyak tempat di seluruh dunia, termasuk menyelamatkan sandera di Irak dan memburu penembak jitu Serbia di Bosnia.

4. Alpha Group – Rusia.
Bagaimana dengan Spetsnaz? Spetsnaz merupakan nama umum yang diberikan untuk semua pasukan khusus Uni Soviet atau Rusia. Sedangkan pasukan khusus Rusia adalah Alpha Group. Alpha Group muncul di tahun 1970-an dan mulai dikenal saat invasi Afghanistan, di mana anggota Alpha menyerbu Istana Presiden di Kabul dan menewaskan semua orang di dalam gedung. Di dalam negeri, Alpha juga terlibat dalam sebagian besar operasi anti teroris dan menyelamatkan sandera utama di Rusia, seperti pengepungan teater Moskow di tahun 2002 dan pengepungan sekolah Beslan di tahun 2004. Salah satu ciri dari Alpha Group ini adalah selalu menewaskan semua musuhnya saat melakukan operasi meskipun sumber dari Alpha Group menyebutkan, selalu ada beberapa yang ditangkap hidup-hidup namun diumumkan tewas agar dapat dengan mudah diinterogasi tanpa batas waktu dan hukum. Alpha Group ini juga tidak pernah mengumumkan keberhasilan operasi anti terorismenya ataupun jumlah teroris yang tewas karena semuanya dikubur diam-diam hingga sel sel teroris tidak pernah tahu secara pasti apabila teman mereka sudah tewas atau sedang sembunyi.

3. Shayetet 13 – Israel.
Shayetet 13 sering dikait-kaitkan dengan angkatan laut Israel. Didirikan pada tahun 1948, pasukan ini ikut ambil bagian dalam setiap operasi utama Israel, berperang, penyelamatan sandera dan kontra-terorisme untuk badan pertemuan intelijen. Para calon pasukan akan menjalani pelatihan panjang selama 20 bulan dengan pengujian fisik dan psikologis yang akan membuat mereka stres, bahkan sebelum pelatihan khusus dimulai. Secara operasional, anggota Shayetet 13 terlibat dalam sejumlah operasi yang melibatkan penyitaan kapal dan senjata menuju Gaza. Operasi yang paling menonjol yang mereka lakukan adalah Olimpiade Munich di tahun 1972 saat mereka harus bertanggung jawab atas serangan terhadap para atlet Israel.

2. Navy SEAL – Amerika Serikat.
SEAL adalah pasukan khusus Amerika yang dibentuk pada tahun 1962. Salah satu misi mereka yang paling dikenal adalah membunuh Osama Bin Laden, pemimpin Al Qaeda di tahun 2011. Untuk menjadi anggota pasukan ini, mereka harus menjalani pelatihan lebih dari satu tahun, dan kebanyakan dari calonnya gagal pada saat tes kualifikasi fisik yang melibatkan banyak pelatihan, seperti renang, push-up, sit-up dan berjalan, semua itu dilakukan dalam batas waktu yang sangat ketat. Setelah pelatihan fisik, akan dilanjutkan dengan pelatihan umum. Setelah lulus, para calon akan dipindahkan ke SEAL untuk kembali menjalani pelatihan kualifikasi yang akan membuka pintu menuju pelatihan khusus. Semua ini dilakukan untuk memastikan semua anggota SEAL mempunyai fisik dan mental baja dan mampu menjalankan operasi yang paling sulit di dunia.

1. SAS – Inggris.
Apakah benar, pasukan ini lebih berbahaya dibanding SEAL? Ya, Special Air Service, Inggris dibentuk pada tahun 1941 sebagai kekuatan yang bisa beroperasi di belakang garis Jerman dan Italia. Pasukan ini terdiri dari personel militer Inggris yang berasal dari pasukan udara. Untuk bisa menjadi anggota SAS, para calon diharuskan menjalani latihan fisik yang keras. Termasuk berjalan di jalanan menanjak sejauh 40 mil dan harus selesai dalam waktu 20 jam. Calon juga harus mampu berenang sejauh 2 mil dalam waktu 1,5 jam dan berjalan 4 mil dalam 30 menit. Setelah itu, mereka akan ditempatkan di hutan untuk belajar bertahan hidup. Tes terakhir adalah menjalani sesi interogasi selama 36 jam dengan tujuan menentukan kehendak kandidat. Beberapa calon yang bisa melalui ini, akan ditugaskan dalam sebuah operasi untuk melakukan pelatihan lebih lanjut. Masih belum yakin SAS ‘lebih baik’ dibanding SEAL? Sekadar Anda tahu, SAS juga dilatih oleh badan keamanan dan intelijen MI5 dan MI6 untuk melakukan operasi kontra-spionase.

Amerika Serikat Mobilisasi F-22 Raptor Untuk Hadapi Agresi Militer Rusia Di Eropa Timur

Angkatan Udara Amerika Serikat akan menurunkan F-22 Raptor, salah satu jet tempur tercanggih mereka, ke Eropa untuk unjuk kekuatan dan menghadapi ancaman Rusia. Pemerintahan Kremlin menjadi ancaman bagi negara-negara Eropa, terutama setelah Rusia mencaplok Crimea di Ukraina. Menurut hal ini disampaikan oleh juru bicara AU AS, Deborah James, dalam Paris Air Show awal pekan ini dan dilaporkan oleh situs-situs pertahanan seperti Military.com dan Breaking Defense.

“Ancaman terbesar menurut saya adalah Rusia dan aktivitas di dalamnya. Situasi di Ukraina sangat mengkhawatirkan,” kata James. F-22 akan masuk dalam daftar perangkat tempur udara yang rutin dikirimkan Pentagon untuk latihan di Eropa berdasarkan Resolusi Operasi Atlantik, sebuah perjanjian yang memuat komitmen AS terhadap pertahanan Benua Biru tersebut. Sejauh ini AS telah menggilir jet tempur F-15C dan A-10 serta pesawat pengebom B-2 dan B-52 untuk latihan dan beroperasi di Eropa.

“Saya bisa melihat suatu hari nanti–walau saya tidak bisa mengatakan kapan tepatnya–F-22, kemungkinan akan dapat giliran. Saya tidak melihat alasan mengapa hal itu tidak bisa terjadi,” kata James. F-22 adalah jet tempur paling canggih yang dimiliki AS saat ini. Pesawat siluman yang diproduksi tahun 2005 ini baru pertama kali diturunkan untuk operasi penyerangan tahun lalu di Suriah, mengebom markas ISIS.

Pesawat ini memiliki kemampuan menembak target di udara atau mengebom sasaran di darat. “F-22 bukan tandingan pesawat tempur yang ada saat ini,” tulis pernyataan AU AS soal Raptor. Pesawat ini dibanderol US$143 juta atau lebih dari Rp1,9 triliun per unitnya. Kremlin menanggapi komentar James melalui situs berita pemerintah, Sputnik International, yang mengatakan bahwa isu ancaman keamanan Rusia adalah “fiksi”. Pengamat di Moskow mengatakan bahwa Rusia tidak akan tinggal diam jika AS menurunkan F-22.

“Penurunan (F-22) akan menjadi pendorong bagi Moskow untuk mempercepat proses pengembangan dan penempatan generasi kelima jet tempur T-50,” ujar Vladimir Batyuk, pengamat dari Institut Studi AS dan Kanada di Russian Academy of Sciences. Armada udara AS dan Rusia belakangan kerap bertemu muka di Eropa sejak pemerintahan Vladimir Putin merebut Crimea dari Ukraina pada 2014 dan mendukung pemberontakan di negara bekas Soviet tersebut.

Akhir bulan lalu, jet tempur Rusia yang terbang dengan kecepatan tinggi berada hanya berjarak 10 kaki dari pesawat siluman AS di wilayah udara internasional di atas Laut Hitam. Sebuah jet tempur Rusia, dengan kecepatan tinggi, terbang berdekatan dengan pesawat pengintai Amerika Serikat di atas Laut Hitam pada akhir bulan lalu, menurut pejabat keamanan AS pada Kamis (11/6). Kedua pesawat itu hanya berjarak 10 kaki atau sekitar tiga meter.

CNN melansir pada 30 Mei, jet Rusia terbang dalam ketinggian yang sama dengan pesawat AS, berhenti lalu membayangi pesawat AS, lalu kemudian terbang menjauh. Pesawat AS tidak menjauh atau mengelak, namun tidak ada rincian lain yang diberikan. Pejabat militer juga tidak mengatakan apakah proses diplomatik dilakukan seusai insiden itu.

Peristiwa ini terjadi seminggu setelah insiden lain antara AS dan Rusia di langit Eropa, ketika pesawat RC-135U milik AS yang terbang di wilayah udara internasional diintersepsi oleh SU-27 Flanker milik Rusia. Dan awal bulan ini, Angkatan Laut AS mengambil langkah yang tidak biasa dengan merilis video Su-24 milik Rusia terbang melewati sisi kanan USS Ross di Laut Hitam.

Video ini didistribusikan untuk menjelaskan bahwa pesawat dan kapal itu sering bertemu secara rutin, bertentangan dengan laporan Rusia. Video memperlihatkan pesawat tempur Rusia mendekat dari kejauhan dan kemudian dengan cepat meluncur melewati USS Ross. Pesawat Rusia itu tidak bersenjata, menurut seorang pejabat pertahanan AS. Para pejabat AS mengatakan karena banyak miluter NATO dan Rusia terbang di atas Laut Hitam dan Baltik, maka ada lebih banyak interaksi antara mereka. Namun, dua insiden terakhir mendapat perhatian khusus karena dianggap berpotensi membahayakan personel dan pesawat AS.